🍁30🍁

963 80 1
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

Setelah Wiradarma menyuruh pulang kedua putranya, kini Rayyan ditemani Alice yang disuruh menginap daripada bermalam di hotel tengah berada di balkon kamar Rayyan. Tidak, mereka tidak tidur berdua hanya saja Alice ingin menemani sahabatnya itu yang bersedih.

Hamparan bintang dilangit tidak menjadikan alasan Rayyan untuk bisa menikmatinya dengan perasaan bahagia. Ia gundah, merasa bersalah, namun tak tau harus berbuat apa. Alanka sekarat dan itu karena dirinya.

" Stop Ray, berhenti salahin diri lu sendiri. Lu jangan pesimis gini dong gimana Alan mau sembuh coba "

Rayyan tidak menjawab, bawah matanya bengkak sehabis menangis tadi. Itu sebabnya Alice ada disini menemaninya meski harus terkena angin malam yang berhembus menusuk tulang. Walau sudah memakai jaket tebal tetap saja rasa dinginnya masih terasa.

" Selagi masih ada kesempatan, ayo berjuang sama-sama. Alan pasti sembuh Ray, gue jamin itu "

Cowok itu menegakkan tubuhnya dengan kedua tangan yang tadi memegang pinggiran pagar balkon beralih mencengkeram kedua bahu Alice yang buat gadis itu menegang seketika.

" Gue takut Lice, gue takut kehilangan satu-satunya yang bisa bikin gue dipanggil Abang, karena dia gue jadi ngerasa dewasa. Gue gagal Lice, gue gagal melindungi adek " Tangisnya kembali pecah, Alice menarik Rayyan kedalam pelukannya, mengusap punggung bergetar sahabat seumurannya itu memberi ketenangan dan kekuatan.

Sejujurnya Alice juga merasakan ketakutan yang sama, dia yang anak tunggal sudah menganggap Alanka selayaknya adik sendiri. Ketika dirinya tau bahwa sakit yang dialami Alanka bisa membunuhnya sewaktu-waktu, ia shock luar biasa.

Namun menyerah bukan solusi.

" Rayyan, Alice makan dulu yuk "

Kedua remaja berbeda gender itu kompak menoleh kearah Devin yang berdiri masih mengenakan celemek pink polkadotnya dan spatula di tangan kanan.

" Aku lagi gak nafsu Bang, Abang aja sama Alice " sahut Rayyan dengan langkah gontai menuju pembaringan ternyaman tapi sebelum ia sempat menjatuhkan diri ke ranjang empuk itu, Alice dengan tenaga maksimal sudah menyeretnya keluar dari kamar menyusul Devin ke ruang makan.

Rayyan hanya bisa menghela nafas pasrah, membiarkan kemana saja gadis berponi itu menarik tangannya.

--------

Diatas meja, sudah ada tiga piring nasi goreng kecap disertai telur ceplok dan masing-masing teh madu. Alice dengan mata berbinar tidak sabar untuk menyantap makanan yang belum ia jamah sama sekali sejak kepindahannya sekeluarga ke California.

Beda lagi dengan Rayyan yang tampak ogah-ogahan, bukan berarti dia tidak suka masakan Devin justru nasi goreng ini adalah favoritnya tapi seperti yang sudah dia bilang tadi; dia sedang tidak nafsu makan.

" Thanks Bang Dev udah bikinin nasi goreng, boleh kuhabisin 'kan? Hmmm aromanya, menggugah selera"

Devin sempat mengernyitkan kening lalu mengangguk setelahnya. Padahal itu hanya nasi goreng biasa kenapa sudah seperti makanan mewah saja.

" Di California gak ada nih kayak gini, bosen makanannya itu-itu Mulu. Roti, burger, pizza, hotdog, bla bla bla " kata Alice agak kesusahan bicara karena mulut penuh nasi goreng.

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang