🌼31🌼

823 75 3
                                    


Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.


Atmosfer dalam ruang rawat Alanka terasa mencekam, itu karena dua tamu yang salah satunya sangat tidak Wiradarma harapkan kehadirannya disini. Karena itulah ia enggan duduk bersama pria itu dan lebih memilih berdiri dengan tangan terlipat didepan dada dan pria bertopi fedora putih tidak mempermasalahkannya lebih tertarik memperhatikan interior diruangan ini yang khas dengan anak-anak.

" Apa yang kau inginkan? Bukannya kau sudah membuangku dan berkata tidak ingin aku menemuimu lagi tapi apa yang terjadi sekarang? Kau sendiri yang datang padaku. " Sarkas Wiradarma tersenyum miring, rasanya dia ingin tertawa paling keras melihat seseorang yang dulu membuangnya sekarang malah datang sendiri mengunjunginya. Oho lucu sekali, terkadang dunia memang sebercanda itu.

Hela nafas berat terdengar jelas, ia menyandarkan punggungnya dan melipat satu kaki. Wiradarma berdecih, sejak dahulu tidak pernah hilang kebiasaannya duduk bak seorang penguasa dunia.

" Darma.... "

Deg!
Ia tersentak, panggilan itu jadi alasan. Panggilan yang sudah tak pernah ia dengar lagi selama puluhan tahun, Panggilan yang sejujurnya ia rindukan sekaligus ia benci.

" Jangan memanggilku dengan sebutan itu! " Larang Wiradarma dengan tatapan menusuk namun pria yang lebih tua malah terkekeh ringan. Bukannya segan maupun marah kala Wiradarma dengan tatapan penuh amarah memotong ucapannya dan menunjuknya tepat diwajah.

Sungguh Wiradarma tak habis pikir, bagaimana bisa lelaki tua ini tau keberadaannya disini, Ia melirik curiga pada pria lain yang setia berdiri dengan pandangan lurus ke depan.

Mereka terjebak hening cukup lama sampai sapaan ceria dari Alanka yang duduk dikursi roda sekembalinya dia dari pemeriksaan radiologi.

" Papa eh ada Kakek topi putih juga, Halo Kakek " serunya melambaikan tangan penuh ceria, Sosok yang disebut Kakek topi putih balas tersenyum lebar sampai-sampai membuat James terheran karena baru kali ini dia melihat senyum tuannya itu selebar dan setulus ini.

Alanka tidak lupa tentang siapa Kakek topi putih yang pernah ditemuinya pada pernikahan Mahardika dan Meizia.

" Halo juga, masih ingat rupanya ya " balasnya seraya terkekeh ringan. Alanka tertawa geli ketika si Kakek topi putih menyentuh dan mencubit hidungnya.

" Pa... "

" Ardevino, bawa Adikmu jalan-jalan " Wiradarma memotong cepat, Devin mengangguk hendak memutarbalik kursi roda Alanka namun suara dari tamu yang terlihat akrab dengan si bungsu menghentikan gerakannya.

" Tetap disini. Sampai kapan mau seperti ini, Darma?
Apa yang sudah terjadi dimasa lalu, baiklah aku minta maaf untuk itu tapi jangan membiarkan anak-anakmu tidak mengenal Kakeknya sendiri "

Devin dan Alanka tersentak nyaris tidak percaya dengan apa yang mereka dengar, sementara Wiradarma tangannya terkepal dengan urat-urat menonjol tidak terima atas ucapan pria itu walaupun tidak ada kalimatnya yang salah, sekarang Putra sulung dan putra bungsunya sudah mengetahui bahwasanya kakek mereka alias Ayah kandungnya masih hidup.

" Tapi Papa selalu bilang kalau dia sejak kecil yatim piatu " Devin masih sulit menerima kenyataan ini, terlihat tidak masuk akal. Seorang pria tua tiba-tiba datang dan memperkenalkan diri sebagai kakek mereka. Entah, dia tidak tau apakah ia harus bahagia tentang ini.

Lain dengan si Abang yang kebingungan, Alanka justru sangat sumringah begitu mengetahui Kakek topi putih itu adalah Kakeknya sendiri. Ia beranjak dari kursi roda dan beringsut naik ke sisi kosong sofa dan memeluk Kakeknya dari samping.

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang