🐾46🐾

616 56 1
                                    


Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

Nusantara Fashion Year resmi digelar, baik model lokal maupun yang sudah berkecimpung dikancah internasional sama-sama mengenakan rancangan dari para desainer berbakat. Fajar tak bisa menyembunyikan senyum bangganya melihat satu persatu model yang menggunakan brand dari Sunshine Hope berlenggak-lenggok diatas catwalk, tidak sia-sia perjuangan dia dan tim selama ini, rela terlambat makan dan tidur demi hasil yang fantastis.

Wiradarma memeluk putra ketiganya dari samping mengucapkan selamat atas kerja keras Fajar selama ini. Rasanya baru kemarin istrinya berjuang melahirkannya dan sekarang bayi itu sudah tumbuh dewasa, menjadi salah satu dari para desainer busana mendunia.

" Thanks Pa, tanpa dukungan Papa aku juga gak bakal kayak gini " Ucap Fajar tulus, kalau saja dulu Wiradarma tidak memergokinya diam-diam menggambar desain di buku gambar dan memaksanya untuk masuk ke sekolah Design Fashion, mungkin Fajar tidak akan dikenal sebagai Desainer muda dan pemilik brand ternama, Sunshine Hope.

" Kapan sih acaranya selesai "

Wiradarma dan Fajar sontak menoleh kebelakang mendengar rengekan si bungsu, mereka tidak duduk berjejer karena tak mau saling berjauhan, Di bangku paling depan ditempati oleh Bara, Wiradarma, Fajar, dan Theo lalu dibelakang mereka ada Ival, Rayyan, Alanka, dan Devin.

" Alan bosan ya? " Tanya Fajar lembut. Acaranya memang masih lama, Brand Sunshine Hope saja baru keluar delapan kali dari keseluruhan total tiga puluh dua. Setiap momen bakal dipamerkan masing-masing
empat rancangan dari masing-masing brand.

Kepala Alanka terkulai di bahu lebar Devin, si sulung tersenyum gemas. Ia lalu mengeluarkan selembar uang dengan nominal paling tinggi dan memberikannya pada Rayyan.
" Ajakin beli apa aja deh terserah dia biar gak bosan "

Rayyan dengan senang hati menerima uang itu dan segera menarik mundur kursi roda elektrik Alanka dan membawanya keluar dari gedung acara.

Ternyata ada banyak orang yang berjualan, Rayyan sampai bingung mana yang harus dia beli. Ada jagung bakar, sate lilit, sampai penjual mainan yang sedang viral sekarang.

" Adek mau beli apa? " Tanya Rayyan yang kini sudah berjongkok dihadapan si adik.

Alanka mengedarkan pandangannya lalu menunjuk salah satu kedai mini yang berjajar di seberang jalan. Rayyan mengikuti arah telunjuk yang termuda.

" Adek mau telur gulung? "

Anggukan diterima sebagai jawaban, Rayyan bangkit berdiri lalu memperhatikan lalu lintas yang sedang ramai-ramainya, agak berisiko kalau harus membawa Alanka ikut menyebrang. Haruskah dia tinggal sendirian tapi kan Alanka lagi kepengen banget sama jajanan masa SD itu

" Adek tunggu sini bentar ya, gak lama kok. Bentar aja, janji.. Abang beliin itu dulu "

" Huum, Adek disini aja janji gak mana-mana"

Setelah yakin meninggalkan Alanka sendiri, disaat lalu lintas mulai lengang Rayyan setengah berlari menuju penjual telur gulung.

" Setusuk berapa Bu? " Tanya Rayyan pada seorang wanita, penjualnya adalah suami istri.

" Murah kok tiga tusuk lima ribu " Jawaban si Ibu sukses buat Rayyan terbelalak.

" Kalau gitu beli tiga puluh tusuk deh Bu, gak usah pake saus "

Si Ibu mengangguk menyuruh suaminya untuk membuatkan tiga puluh tusuk telur gulung permintaan sang pembeli.

" Beli banyak-banyak buat siapa Dik? " Tanya Bu Penjual sambil mengaduk telur didalam sebuah wadah.

" Buat Adek saya Bu, dia emang doyan banget sama telur gulung "

" mana Adeknya? "

" Itu nungguin saya di seberang yang duduk dikursi roda "

Si Ibu memicing, tidak ada satupun yang mengenakan kursi roda, hanya ada pria tua menggunakan tongkat dengan bungkus permen ditangannya, seorang pengemis.

" Gak ada toh "

" Ada--- loh kemana? " Rayyan berbalik, benar saja sudah tak ada Alanka disana, padahal dia yakin meninggalkan si bungsu ditempat yang sama, dibawah rindang pohon agar Alanka tidak kepanasan lalu kemana anak itu pergi. Mungkinkah dia kembali kedalam gedung acara menemui Papa dan Abang-abangnya, semoga saja.

" Kenapa Nak? " Tanya Bapak-bapak penjual. Rayyan mengulas senyum meski tak dapat dipungkiri dia gelisah kemana perginya sang adik, apakah dia terlalu lama sehingga Alanka bosan menunggunya.

" Ini pesanannya, semuanya lima puluh ribu ya "

Rayyan segera memberikan uangnya, meraup
plastik bening berisi telur gulung dan langsung toleh kanan toleh kiri

" Eh ini kembalian----

" Buat Bapak sama Ibu aja "

----Haduh terimakasih Nak, semoga rejekinya makin lancar "

Rayyan tak menggubris, satu-satunya yang ada dipikirannya hanyalah Alanka. Dia masih berpikiran positif berharap Alanka ada bersama yang lainnya didalam gedung.

Tapi harapan tak selalu semanis kenyataan. Alanka tidak bersama Papa dan kelima abangnya, bahkan mereka juga heran kenapa Rayyan malah kembali sendiri lalu kemana si bungsu kesayangan.

" Alan tuh gak mungkin jauh, kita tau sendiri kan kondisinya kayak gimana. Mending kita pencar, minta bantu juga sama Bodyguard buat cari Alan " Ujar Devin menengahi, dia tak mau ada kisruh hanya karena Alanka yang hilang.

mereka mengangguk setuju, mulai menyebar untuk mencari Alanka disekitaran gedung ini. Bahkan Fajar sudah tak peduli lagi dengan acara, satu-satunya yang ada dipikirannya adalah Alanka harus diketemukan.

Tiga puluh menit kemudian mereka berkumpul di titik yang sudah ditentukan dan Alanka belum juga ditemukan. Ada raut gelisah, panik, cemas, takut diwajah masing-masing.

" Aku udah cari sampai dekat air mancur, Gak ada " Lapor Ival

" Aku juga udah balik ke tempat tadi dan hasilnya" Rayyan menggeleng

Wiradarma menghela nafas berat, selain air mancur memangnya tempat mana lagi yang akan menarik perhatian si bungsu.

Theo yang datang paling akhir menunjukkan sesuatu yang dia temukan, sebuah sapu tangan dengan aroma menyengat, Bara mengibaskan tangan mencegah Rayyan yang ingin membaui sapu tangan tersebut.

" Bahaya, itu obat bius "

Semua tampak kaget mendengar kalimat Bara. Pemuda dengan dimple itu melipat sapu tangan dengan sisa obat bius tersebut dan memasukkannya kedalam kantong celana.

" Ini bisa jadi bukti "

Segera saja Wiradarma menghubungi Phillias, Arthur, dan Zero untuk membantu melacak keberadaan Alanka sementara ia ditemani Bara akan berangkat ke rumah sakit menemui Dr. Rexy

Bahkan hingga detik ini, Wiradarma tak pernah lagi melihat dokter kebanggaannya, Dr. Johan Pablo.

" Fajar disini aja, biar kami yang cari Alan " kata si sulung, inginnya menolak tapi akhirnya Fajar menyetujui. Meski tidak turut dalam pencarian tapi Fajar sangat-sangat berharap jika si bungsu bisa ditemukan dalam keadaan baik-baik saja.
























Sementara itu.....































See U next chapter

----------

Daripada cuman baca mending vote juga sekalian, eh boleh deh tinggalin komen walau cuma bilang next.

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang