🐾43🐾

581 55 1
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

Alanka ngambek sejak kedatangan Mahardika dan Meizia. Awalnya dia senang sekali menerima bungkusan kado dari Meizia tapi ketika membuka isinya, anak itu cemberut total.

Bara jadi tidak enak apalagi melihat wajah Meizia yang murung namun wanita cantik itu terus memaksakan senyum. Mahardika mengusap punggung tangan sahabatnya lalu mengangguk kecil seolah berkata ' sudah, tidak apa '

" Alan bilang terimakasih" tegur Bara halus.

" Tapi Alan bukan bayi, Abang "

Bara mendengus, mengambil sippy cup kosong yang tergeletak dibawah meja lalu meletakkannya dengan sedikit hempasan diatas meja.

" Lalu ini punya siapa? "

Alanka gemetar, matanya berkaca-kaca dan bibir melengkung kebawah
" A-Alan "

Lalu apa bedanya dengan hadiah yang dibawakan oleh istri sahabatnya ini. Lihat sippy cup itu, Alanka bisa gonta-ganti setiap hari, jangan lupa pacifier agar setiap malam Alanka tidak lagi menghisap jempolnya. Lihat kukunya yang rusak akibat terlalu sering digigit setidaknya Alanka bisa pakai teether. Sebenarnya apa yang dibelikan Meizia berguna untuk si bungsu.

Hanya saja

Mungkin dia malu

" Alan mau hadiah yang seperti apa, biar nanti Kak Mei Carikan"

" Jangan membuang-buang uang untuk anak yang tidak menghargai pemberian orang lain, Meizia " tolak Bara, meski nada bicaranya terdengar rendah namun terasa nyelekit bagi Alanka.

Mahardika dan Meizia saling melirik cemas. Sebagai sahabat yang sudah mengenal Bara luar dalam, dia sangat hafal bagaimana tabiat pemuda bertubuh tinggi tersebut. Cenderung tidak memikirkan perasaan orang lain.

" Weh ada tamu. Loh Adek, eh kenapa? " Rayyan terkejut ketika Alanka tersungkur meraih kakinya. Ia merendah membawa si mungil kedalam gendongannya. Alanka menumpukkan kepala dibahu Rayyan dan sebuah isakan menyapa gendang telinga.

" Kenapa Bang? "

Bara hanya mendelik kilas lalu kembali membolak-balik halaman majalah otomotif tanpa berniat membacanya.

" Tanya saja sendiri pada si anak nakal! " Tekan Bara tepat di kata 'anak nakal'. Rayyan meringis dapat ia rasakan Alanka menggigit bahunya.

Pasti ada sesuatu yang terjadi diantara mereka.

" Kamar. Mau bobo " pinta Alanka lirih, dia tidak mengantuk sebenarnya hanya tidak ingin berlama-lama berada dalam lingkup tidak mengenakkan ini. Apalagi ketika Bara terang-terangan menatapnya sinis.

Ketegangan itu belum sirna sepenuhnya meskipun Alanka sudah dibawa oleh Rayyan. Mahardika memang terbiasa namun bagi Meizia ini untuk pertama kalinya ia melihat sosok lain dalam diri mantan Boss suaminya ini.

Ia mengusap sebentar punggung tangan sang suami. Mahardika yang memahami isyarat ini kemudian membuka suara.

" Maaf Bar, sebenarnya kami ada janji mau mengunjungi Bapak. Jadi kami mau pamit "

Bara mengangkat wajahnya
" Bapak? "

Mahardika mengangguk
" Mertuaku "

" Oh begitu, silakan. Maaf kejadian tadi membuat kalian tidak betah tapi kupastikan anak nakal itu akan menggunakan pemberian kalian "

" Lain kali berkunjunglah lagi " lanjutnya sambil mengantarkan sepasang suami istri muda itu dan baru berbalik badan ketika mobil mereka keluar dari gerbang.

Bara menghela nafas meraup paperbag berisi segala macam peralatan dan mainan untuk bayi. Memang dibawah atap ini tidak ada bayi sesungguhnya tapi untuk Alanka, entahlah Bara tidak bisa menebak kapan anak itu akan dewasa kalau setiap orang disekitar selalu menganggapnya seorang bayi.

-----------

Zero tak bisa tidur, pengintaian tadi malam benar-benar membuat kepalanya pusing. Kecurigaannya bukan rekayasa lagi, orang-orang itu hendak melakukan sesuatu yang jahat pada Wiradarma namun menjadikan Alanka sebagai pancingan mereka.

Tapi yang jadi masalah

Bagaimana cara dia memberitahukan ini pada Wiradarma.

Masalahnya pria itu terlalu positive thinking.

Ia beranjak menyeduh kopi sachet mungkin bisa membuat pikirannya tidak seperti benang kusut. Duduk di sofa dekat jendela yang menampilkan pemandangan taman bunga, Zero menyeruput kopi hitam itu perlahan.

Pintunya diketuk lalu terbuka perlahan menampilkan Rayyan beserta Alanka digendongannya. Remaja itu tanpa permisi melangkah masuk mengamati segala interior didalam ruangan Zero.

" Abang Zero " Rayyan mengikuti kemana telunjuk Alanka mengarah tepat pada sang pemilik ruangan yang tengah memandang keluar jendela.

" Astaga, gue kira gak ada orangnya. Sorry Zer jadi gak sopan gini. Gue penasaran aja sih mau liat lebih dalam "

" Tidak apa " balas Zero singkat, tidak mungkin 'kan dia melarang anak dari pria yang sudah memberikannya membantunya secara cuma-cuma masuk kedalam ruangannya.

Rayyan bernafas lega seraya mendudukkan Alanka disebuah kursi, dia pegal omong-omong kalau terus-terusan menggendong Alanka. Iya tau, Alanka lebih ringan daripada barbel yang dia angkat setiap workout tapi tetap saja.

" Alan nakal "

" Hah? " Beo Rayyan, ia bertumpu lutut agar tingginya sejajar dengan Alanka.

" Alan buat marah Abang Bara huwaaaaaaaaaa"

Rayyan gelagapan membekap mulut sang adik tapi malah dapat gigitan, Zero menutup telinganya dia tidak tau kalau rupanya Alanka bisa menangis sekencang ini.

" Jangan nangis dong, astaga.. emang kenapa Bang Bara bisa marah? Emangnya Adek ngelakuin sesuatu? "

Bukannya memberikan penjelasan, Rayyan malah dibuat mengelus dada sekaligus gemas oleh tingkah si bungsu yang malah menjatuhkan kepala dibahunya dan mengucap lirih

" Alan ngantuk mau bobo aja "

Ia mengangkat tubuh mungil itu dalam gendongannya.

" Zer sorry ya "

Zero mengangguk maklum. Ia menghembuskan nafas lelah ketika kakak beradik itu sudah keluar dari ruangannya.

Kalzerovion Lab.

Demikian Zero menamakan ruangannya ini.



See U Next Chapter

----

Maaf chapter kali ini kurang panjang. Tetap baca sampai tamat dan beri Vote.

---------

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang