🐾44🐾

641 46 1
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

Prakasa bohong jika ia tidak mengaku bahwa ia merinding melihat tempat ini, letaknya yang cukup jauh dari pemukiman tampak tidak pernah diurus karena sekeliling halamannya dibiarkan ditumbuhi ilalang setinggi pinggang orang dewasa, dinding kayu yang sudah lapuk akibat cuaca yang tak menentu dan sudut-sudut rumah yang dipenuhi sarang laba-laba.

Bigboss mengajaknya masuk kesebuah ruangan, saat itu Prakasa hampir mual melihat apa saja yang ada didalam sana, ruangan ini terlihat seperti ruang penyiksaan banyak alat-alat mengerikan yang berada disana dan semuanya aktif.

" Kenapa? " Tanya Bigboss santai ketika Prakasa menutup telinga dan memejamkan mata erat ketika sebuah alat memotong kepala manekin.

" Menurutmu di bagian mana aku harus menempatkannya? " Tanyanya lagi, dibalik topengnya ia menyeringai. Tidak sia-sia selama sebulan lebih ini dirinya menyiapkan ruang penyiksaan demi melancarkan aksinya.

Prakasa menegang, dia tau siapa yang dimaksud dan perasaannya tidak karuan. Membayangkan saja sudah membuatnya ngeri apalagi menyaksikannya langsung berada di salah satu alat itu untuk disiksa.

" Jangan takut Asa, bukan dirimu yang akan berada disana tapi kalau kau membangkang mungkin kau bisa mencoba salah satu alatku " Bigboss tertawa, melihat gurat ketakutan anak buahnya menjadi hiburan tersendiri baginya, tapi lebih menyenangkan lagi jika melihat targetnya yang ketakutan dan bertekuk lutut memohon ampun padanya.

---------

Semalaman Galih tak bisa tidur, kakaknya itu baru saja pulang tepat di jam 6 pagi diantar oleh seorang pria. Galih tidak tau itu siapa tapi yang pasti ia adalah pria kaya karena memiliki mobil mewah. Setelah dipecat dan ditolak oleh Bara, Frisca jadi semakin tak terkendali. Ia sering pergi hangout bersama teman-teman sosialita atau mabuk-mabukan di Bar sampai larut malam.

" Galih, Adikku " sapa Frisca ceria sambil memeluk lelaki yang lebih muda dari samping, Galih tidak mencium aroma alkohol sama sekali. Ia heran kemana hampir seharian semalaman ini kakaknya pergi, apa bersama pria itu? Tapi kemana?

" Pokoknya kamu gak usah kerja paruh waktu lagi, kamu mau kuliah di Arcturus kan? Bisa. Kamu gak usah pusing soal biaya, semuanya biar Kakak yang handle "

" Oh iya tadi kakak udah transfer ke kamu, coba di cek sudah masuk apa belum " sambungnya yang membuat Galih semakin bingung ketika dirinya mengecek ponsel ada notifikasi bahwa saldo rekeningnya bertambah sebanyak tiga puluh juta. Gila, uang sebanyak itu dapat darimana.

" Kak... "

Frisca merapikan kerah seragam dan membetulkan dasi yang melilit leher Galih, wanita itu tersenyum.

" Nah gini kan tambah ganteng " pujinya tulus, seluruh pelajar SMA Wirya diwajibkan memakai seragam sekolah lengkap selama pelaksanaan ujian semester berlangsung.

" Kakak belum jawab pertanyaanku "

" Apa? "

" Uang ini, dari siapa kakak mendapatkannya "

Frisca mendengus bukannya menjawab lantas ia menyuruh Galih untuk duduk di kursi makan sementara ia membuka kulkas dan mengambil dua butir telur, daging sapi yang sudah dipotong dadu, dan daun bawang. Mengolahnya menjadi sesuatu yang sangat menggugah selera dan menghidangkannya diatas meja. Selama mereka hanya tinggal berdua, bisa dibilang ini adalah pertama kalinya Frisca menyiapkan sarapan untuknya.

" Dimakan, kakak harap itu enak "

Galih mengangguk memasukkan satu sendok nasi beserta lauk kedalam mulut dan mengunyahnya perlahan dan hasilnya tidak buruk juga.

Tapi tidak menyurutkan rasa penasaran Galih terhadap uang-uang itu dan perubahan signifikan yang terjadi pada diri Frisca.

Apalagi sebuah keanehan yang sangat mencolok, sejak kapan Frisca peduli padanya. Bukankah dulu ia sendiri yang mengatakan untuk hidup masing-masing karena mereka hanyalah saudara tiri yang tidak saling berharap untuk dipersatukan.

Tapi Galih tidak ingin memaksakan kehendak, dari mimik wajah cantik itu. Frisca tidak ingin membicarakan hal ini. Ia menyambar tasnya dan segera pergi. Frisca mengelus dada melihat dari jendela mobil Galih yang sudah semakin jauh.

Wanita berusia 27 tahun itu menutup wajahnya yang memerah, tiba-tiba saja teringat betapa romantis pria yang tak sengaja ia temui di bar tadi malam. Menurutnya dari sekian banyak yang mendekatinya hanya pria itu yang membuatnya terkesan.

Sudah tampan, atletis, mapan lagi.

Tak lama terdengar suara bel ditekan, Frisca buru-buru bangkit membukakan pintu dan betapa terkejutnya ia mendapati pria yang membuatnya tersipu tadi sudah berdiri didepan rumahnya dengan sebuket bunga mawar segar ditangan kiri, pria itu tampak sempurna dengan setelan semi formal, kaus turtle neck dilapisi jas beludru dan celana hitam senada dengan pantofel. Benar-benar gaya seorang pria berkelas.

" Halo Frisca " sapa si tampan sembari memberikan buket bunga pada sang pemilik rumah. Frisca mempersilakannya untuk duduk sementara ia pergi untuk meletakkan bunga tersebut sekalian membuatkan minuman.

" Ini silakan diminum "

" Terimakasih, kamu gak sibuk? " Tanya pria itu sambil menyeruput minumannya. Frisca berdengung pelan, haruskah ia mengatakan yang sebenarnya kalau dia dipecat ia sekarang tidak punya pekerjaan.

" Eumm itu aku... "

" Kamu mantan sekretarisnya Bara kan? "

Frisca membelalak, apakah dia kenal dengan mantan atasan yang juga mantan gebetannya itu. Ouh kalau benar, bisa gawat. Bisa-bisa Bara membeberkan segala kelakuan buruknya termasuk menggoda seorang atasan dan keceplosan ingin menguasai harta.

Ah bodoh sekali.

See U Next Chapter

-----

Habis baca jangan lupa Vote

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang