🍁28🍁

849 77 1
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

Alanka gugup luar biasa dalam balutan formal yang membungkus tubuh mungilnya ia tak berhenti gelisah. Takut tidak bisa menampilkan yang terbaik, takut tiba-tiba lupa not, takut tiba-tiba tidak tau cara menekan tuts, dan berbagai ketakutan lainnya.

Tadi malam saja dia nyaris tak bisa tidur sampai Theo datang menemaninya bermain sampai larut lalu bercerita tentang masa kecil hingga si bungsu terlelap entah di jam berapa lalu terbangun di saat matahari pun belum menampakkan wujud dari ufuk timur.

" Jangan nangis dong, kemarin siapa yang paling semangat buat main piano?! " Kata Rayyan sembari merapikan jas adik tersayangnya.

" Tapi Alan gugup Abang hiks " Masih terisak bahkan bulir bening itu semakin deras mengalir. Rayyan tersenyum kecil, gugup itu manusiawi. Dari tadi dengar kok detak jantung Alanka yang sudah seperti genderang perang.

" Iya makanya tenangin diri Alan, tarik nafas panjang lalu hembuskan perlahan. Alan bisa, Alan pasti bisa" Serunya menyemangati, ia ambil beberapa lembar tisu untuk menyeka keringat si mungil yang bercucuran. Reaksi alami tubuh setiap merasa gelisah, kelenjar keringat memang memproduksi lebih banyak.

Alanka menggeleng brutal, tidak peduli gerakannya itu bisa membuatnya pusing

" Gak bisa Gak bisa Gak bisa... Alan gak bisa tenang, Alan Gak bisa tenang hiks "

Posisi sedang ada di luar gedung aula, acara akan berlangsung kurang dari setengah jam lagi dan keduanya tertahan karena Alanka yang tidak mau masuk. Padahal semua pengisi acara beserta tamu undangan sudah memenuhi area didalam gedung.

" Rayyan, Alanka "

Keduanya menoleh ke sumber suara, itu Wiradarma yang baru saja datang bersama kepala sekolah dibelakangnya. Tentu saja dia datang sebagai tamu kehormatan yakni pemilik sekolah ini selain itu Wiradarma juga ingin menyaksikan langsung penampilan putra bungsunya.

Seketika tangis Alanka pecah dan langsung berlari menubruk Wiradarma. Sementara Rayyan menyalami sang kepala sekolah dengan mencium punggung tangannya yang buat pria bertubuh agak gemuk itu menerbitkan senyum bangganya.

Di sekolah ini, Rayyan dan Alanka bertindak selayaknya siswa pada umumnya. Tak pernah sekalipun menyebut diri mereka sebagai putra pemilik sekolah ini dan bertindak sebagai penguasa.

" Mari masuk, acaranya sudah akan dimulai " ajak Pak Bagus, sang kepala sekolah.

Wiradarma mengangguk kilas lalu masuk ke dalam gedung aula beriringan dengan Pak Bagus. Keduanya lalu menuju tempat duduk yang sudah disediakan.

Sementara Rayyan sudah membawa Alanka masuk melalui pintu samping yang terhubung langsung dengan backstage dan bertemu dengan tim paduan suara dan para pengisi acara lainnya.

" Huh kirain gak bakal datang. Alan kenapa Bang? " Tanya Aldi sembari melihat kilas sahabatnya yang sedang duduk diam sambil menyeruput susu kotak.

Aldi merupakan salah satu anggota paduan suara, dia termasuk aktif dalam berkegiatan. Sebenarnya Galih dan Hansen juga tapi keduanya didapuk menjadi pembawa acara bersama kakak kelas 11 dari gedung khusus perempuan.

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang