🌼36🌼

1.4K 74 3
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

Sebenarnya bukan hal aneh melihat Rayyan datang dengan Alanka digendongannya tapi yang mengherankan adalah ketika Wiradarma berjalan mengekori turut mendorong kursi roda, untuk apa?

Alanka didudukkan diatas sofa menghadap langsung pada televisi, Bara yang tengah menonton berita sigap menggantinya menjadi siaran kartun. Sementara Ival bergegas pergi ke dapur dan kembali dengan susu hangat dalam sippy cup baru--karena yang kemarin pecah terinjak Bara dalam tanda kutip tidak sengaja.


" Abang pipis " Alanka merapatkan kedua kakinya menahan gejolak buang air kecil yang mendesak segera dikeluarkan. Wajahnya pucat pasi ingin menangis, merengek ketika Devin dan Bara hanya diam saja. Mereka belum diberitahu bahwasanya si bungsu sudah tidak bisa berjalan lagi.

Sementara Rayyan pergi kekamar untuk mengambilkan boneka yang diminta Alanka sedangkan Ival baru saja pergi dijemput teman kuliahnya.

Kalau Wiradarma sedang menelepon seseorang.

" Nah ini bonekanya, Astagaaa Kok Basah. Heh Bang, Alan kok dibiarin pipis disini? "

" Alan! Kalau mau pipis itu cepat ke toilet jangan cuma diam aja, gak usah manja. Jangan minta gendong terus, belajar mandiri. "

" Alan udah bilang, Alan mau pipis tapi Abang malah diam aja " sengit si bungsu tak mau kalah, dadanya bergemuruh, matanya berlinang karena baru kali ini dia dibentak sedemikian kerasnya.

" Ya kamu inisiatif sendiri dong, biasanya juga gitu. Kenapa hari ini kamu bikin ulah hah?! Lihat itu celanamu basah dan sofa itu mahal, Alan. Aku beli dengan penghasilanku sendiri "

Rayyan menangkup kedua pipi Alanka yang terlihat marah bercampur sedih. Membiarkan si bahu lebar bermisuh sampai Wiradarma datang dan menampar Devin dengan kerasnya.

Devin tersentak memegang sebelah pipinya yang terasa pedih lantas ia tertawa sumbang sampai-sampai Bara yang berada didekatnya pilih jaga jarak.

" Dua kali lho Pa. Dua kali Papa nampar aku cuma gara-gara anak manja itu. Papa sadar gak sih, Papa sekarang lebih ringan tangan. Papa menyayangi satu anak tapi disaat bersamaan Papa juga menyakiti anak yang lain "

" Dev... papa minta maaf " lirih Wiradarma

" Aku salah kalau aku marahin Alanka karena pipis sembarangan? Dia gini karena kita selalu membenarkan apa yang dia lakukan makanya dia jadi seenaknya seperti ini "

Wiradarma menghela nafas memberi isyarat pada Rayyan untuk membawa Alanka menjauh sekalian mengganti pakaiannya.

" Gak salah, ada kalanya dimana kita harus menegur Alan tapi kamu juga harus mengerti Devin, Bara, dan yang lainnya juga. Ia meletakkan ponselnya diatas meja dan menyalakan rekaman suara bervolume tinggi agar si sulung yang diliputi amarah ini bisa mendengar dengan jelas

Jadi lumpuh ini bersifat sementara atau permanen?

Saya belum bisa memastikan, Direktur. Kita lihat bagaimana perkembangannya nanti

Bagaimana jika permanen, Bungsuku pasti akan sangat terpukul

Alanka anak yang kuat, Direktur

Wiradarma menekan tombol jeda di rekaman suara tersebut ketika Devin langsung beranjak dan menghilang dibalik lift, tak perlu ditanya mau kemana sudah pasti ingin kekamar Alanka kemungkinan besar meminta maaf.

" Pa ini bohong kan? " Tanya Bara

" Papa juga berharap ini adalah kebohongan Nak tapi inilah yang terjadi, kamu dengar sendiri kan tadi "

Bara mengangguk, dia saja berat menerima kenyataan ini apalagi Alanka yang mengalaminya. Ia hanya berharap jangan sampai mental si bungsu ikut terganggu. Lagipula masih ada dia dan lainnya yang siap untuk menjadi kaki untuk Alanka mengajaknya menjelajahi dunia yang luas ini.

--

Gerakan tangannya yang hendak mengetuk pintu kamar Alanka terhenti ketika pintu dengan gantungan kayu bertuliskan nama lengkap Alanka itu terbuka dan memunculkan Rayyan, eskpresinya sinis tangannya terlipat didepan dada.

" Aku mau ketemu sama Alan, bentar aja "

Rayyan sigap menggeser tubuhnya menghalangi Devin untuk masuk. Tidak akan dia biarkan,

" Apa? Mau bentak Adek lagi, marahin dia karena mengompoli sofa mahal Bang Dev " Sarkas Rayyan, tersenyum miring mendapati Devin meringis lalu menggeleng. Sadar jika kata-katanya tadi terlalu kasar dan pasti menyakiti hati si bungsu, kalau dia tau kebenarannya ia tak akan semarah itu tadi.

Namun apa boleh dikata, semua sudah terjadi.

" Aku mau minta maaf " Nada suaranya terdengar lemah. Rayyan menghela nafas dalam meninggalkan Devin tanpa jawaban.

Perlahan ia buka pintu itu dan melangkah masuk menemukan si kecil berbaring memunggunginya, ia tau anak itu hanya berpura-pura tidur.

" Abang tau Alan dengar, Abang kesini bukan untuk marahin Alan lagi justru Abang mau minta maaf. Alan boleh marah, Alan boleh teriak, Alan boleh pukul tapi tolong jangan seperti ini. Jangan diam saja, itu semakin membuat Abang merasa bersalah "

Alanka meremat selimut, menenggelamkan tubuh mungilnya hingga yang tampak hanya pucuk rambutnya saja. Ia menggigit bibir, terlanjur sakit hati karena bentakan Devin tadi. Badannya menegang ketika Devin menyentuh punggungnya, tangannya mengepal dan bergetar gelisah.

" sleepwell Baby Brother "

Perlahan ia menurunkan selimut, menatap pada pintu yang sudah tertutup. Ia mencoba untuk turun, bertumpu pada apapun yang bisa menjadi pegangannya mempertahankan kakinya agar bisa berdiri dengan tegak namun ketika melangkah, ia kehilangan keseimbangan dan berakhir jatuh terduduk.

Diantara ceruk lututnya, ia menangis terisak sampai ketiduran hingga Theo datang lalu memindahkannya k1 alleatas ranjang dan menyelimutinya, terakhir mengecup keningnya lama sebelum beranjak keluar.

------------

Mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ibukota dibawah langit jingga khas senja, berhenti di pekarangan sebuah rumah yang menjadi tempat tinggalnya selama ini.

Ceklek!

Pintu terbuka, ia menanggalkan jas putih dan menggantungnya disamping pintu tak lupa melepas stetoskop yang menggantung dilehernya dan disimpan dalam laci nakas.

Pergi ke dapur untuk mengambil minum, ia lantas berdiri didepan rak penuh buku. Bola mata memindai satu persatu judul yang ada disana seolah-olah sedang mencari buku apa yang pantas dibaca, namun saat ditariknya satu buku yang paling mencolok perlahan rak itu terbelah menjadi dua.

Ia tersenyum singkat, melangkah santai menuruni tangga meraba dinding untuk mencari saklar kemudian menekannya sehingga ruangan gelap ini terang benderang.

Tidak ada yang tau selain pemilik rumah tentu saja bahwa rumah sebagus ini memiliki ruang rahasia.

Adakalanya dendam dimasa lalu membuat orang gelap mata, melakukan apapun untuk bisa menuntaskan hasrat balas dendamnya. Takkan berhenti sebelum ia mencapai kepuasan dan itulah yang Bigboss lakukan. Di ruang bawah tanah inilah rahasianya berada, sembari menyugar rambutnya kebelakang ia terkekeh jahat menatap botol kecil seukuran jempol orang dewasa.


" Ah tidak sia-sia aku menjadi seorang dokter dirumah sakit itu "



















See U Next Chapter
-----------


Tidak vote dan komentar, semoga cepat masuk surga

😊

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang