🌼35🌼

1K 64 6
                                    


Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.


Memastikan suasana kondusif, ia mengendap masuk mendekati hospital bed yang diatasnya terbaring seorang remaja mungil. Menyibak selimut lalu mengusapkan alkohol dengan hati-hati. Di balik maskernya ia tersenyum miring, keberuntungan baginya karena anak itu hanya memakai underwear.

Keningnya berkerut disertai ringisan pelan merasakan ada sesuatu yang menusuk pahanya namun mata tersebut masih terpejam erat, tidurnya terlalu nyenyak. Keadaan selimut ia kembalikan seperti semula, memasukkan suntik bekas kedalam kantong snelli yang ia gunakan dan bergegas pergi sebelum ada mata lain yang melihat aksinya.

Sebab hasrat sakit perut yang tak tertahankan ditambah lagi air didalam toilet ruang rawat Alanka tiba-tiba mati membuat Ival terpaksa harus pergi ke toilet pengunjung. Lagipula menurutnya meninggalkan Alanka sebentar tidak apa-apa, ah semoga.

Langkahnya terhenti memicing curiga pada seorang dokter yang melintas dengan langkah terburu-buru dari arah ruang Alanka. Dinihari begini wajarkah masih ada dokter yang berkeliaran, meski heran Ival pilih abai. Ya bisa saja tadi ada pasien darurat.

Mendapati si bayi masih terlelap, Ival bernafas lega. Ia mendudukkan diri di sofa dan membuka aplikasi baca komik yang sangat mendunia, sembari menunggu pagi mungkin lebih baik menghabiskan waktu dengan membaca daripada mati bosan.

Walau akhirnya dia ketiduran juga.

DUG!

Ival merintih kaget ketika bokongnya ditendang yang membuatnya jatuh dengan tidak elitnya. Menengok kebelakang dan menemukan presensi manusia tengil berkacak pinggang dengan mimik wajah menyebalkan menatap kearahnya. Ival mengubah posisi tengkurapnya menjadi duduk sambil terus mengusap bokongnya yang malang, yakin pasti tepos sebelah. Dasar Rayyan biadab, untung adik kalau bukan sudah lempar ke penangkaran buaya lapar.

" Kapan datang? " Tanyanya

" Baru " Jawab Rayyan singkat, ia duduk diatas sofa sedang Ival berada dibawahnya

" Baru datang dan langsung menendangku, adik macam apa kau? Tidak pernah sopan pada abangnya yang sangat tampan ini " Gerutu Ival dibelakangnya Rayyan menusuk tenggorokannya dengan jari agar muntah.

" Aku mau duduk tapi kau malah menguasai sofa "

" Kau bisa duduk di kursi atau dilantai sekalian "

Rayyan tidak mau, walaupun lantai terlihat bersih tetap saja pasti ada kuman sedangkan satu-satunya kursi sudah ditempati oleh Wiradarma.

" Kita tunggu Dr. Rexy ya buat pemeriksaan terakhir setelah ini kita pulang, Ok Boy? "

Alanka mengangguk, piyama bercorak kepala beruang sudah berganti menjadi kaos penyerap keringat dilapisi jaket berwarna biru. Sembari menunggu Dr. Rexy datang, ia bermain bersama Ival dengan salah satu mainan yang kemarin dibelikan oleh Kakek Simon untuk sang cucu.


" Wahh ada yang senang mau pulang hari ini ya, biar Dr. Rexy periksa dulu ya "

Alanka giggling tunjukkan gusi merah mudanya yang menggemaskan dan deretan gigi nan rapi sementara Wiradarma sudah bergeser memberi ruang untuk Dokter muda itu melepas infus putranya.

" Masih sesak? " Tanya Dr. rexy yang dibalas gelengan oleh Alanka

" Tadi malam emang gak pakai oksigen Dok " Sahut Ival, Dr. Rexy mengangguk tangan terangkat untuk mengusap Surai pasien yang 9 hari ini menjadi tanggung jawabnya.

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang