🌼33🌼

712 66 1
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

Sebelumnya ia tak pernah merasa separah ini, terbaring tak berdaya dan hanya bisa menangis sejak siang tadi karena tak mampu berbicara. Tenggorokannya serasa terbakar dan ia ingin meredakan panasnya dengan minum tapi melihat Papa dan Abang-abangnya yang tampak nyenyak membuatnya urung. Mereka juga sama lelahnya.

Mereka tidak pulang, rela tidur bersempit-sempitan demi menjaganya disini. Alanka bersyukur, tidak semua orang seberuntung dirinya, terlahir sebagai anak terakhir dan cucu bungsu dari dua pihak keluarga, dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menyayangi dirinya. Alanka hanya berharap semoga mereka baik-baik saja, cukup ia yang merasakan sakit ini karena tak ada lagi yang bisa ia lakukan.

" Hiks "

Wiradarma yang tertidur di kursi paling dekat dengan hospital bed putranya terbangun ketika mendengar suara isakan. Ia melihat si bungsu yang menangis terisak dengan hidung memerah menjalar ke daun telinga.

" Little prince, ada apa? Kenapa menangis? "
Tanyanya dengan nada pelan namun sarat akan kekhawatiran.

Alanka menatap Wiradarma dengan bibir melengkung kebawah lalu menggeleng pelan. Padahal dia sudah berusaha agar tangisnya tak sampai membangunkan yang lain tapi sepertinya Wiradarma mempunyai pendengaran yang sangat baik.

" Hei katakan pada Papa, dadanya sakit lagi? Atau kamu merasakan sesuatu yang lain? " Wiradarma yakin tidak mungkin putra kecilnya menangis tanpa alasan.

" Haus " sahutnya tanpa suara . Wiradarma yang mengerti segera bangkit dan kembali dengan sippy cup berisi air putih memberikan pada Alanka yang langsung direguk hingga tandas.

Benar-benar melegakan, rasa terbakar di tenggorokan itu berangsur menghilang.

" Papa bobo " ucapnya yang lebih terdengar seperti bisikan. Sungguh, ia juga tidak tau kenapa dia masih kesulitan berbicara.

Wiradarma tersenyum mengelus lembut Surai hitam si bungsu.

" Papa bobo samping Alan " Bocah itu sedikit menggeser tubuhnya memberi banyak ruang untuk Wiradarma ikut berbaring, hospital bed ini cukup luas untuk ditiduri dua orang apalagi Alanka yang memiliki tubuh mungil begitu mungkin bisa muat tiga sekaligus.

Wiradarma ikut naik, merasakan punggungnya rileks. Sejujurnya sama sekali tidak enak jika harus tidur dalam posisi duduk berlama-lama. Ia berbaring menyamping memeluk si bungsu dan menyusulnya ke alam mimpi.

------------

James memberikan laporan risetnya mengenai dokter bernama lengkap Rexy Adlyn itu pada Kakek Simon, dia sendiri yang meminta untuknya menggali informasi seputar dokter baru untuk cucu bungsunya itu. Bukan Kakek Simon meragukan kemampuannya hanya saja ia perlu memastikan orang-orang disekitar Alanka tidak memiliki niat buruk.

Tidak ada yang aneh, dokter muda tersebut adalah lulusan dari sebuah universitas bergengsi di dalam dan luar negeri. Selama tiga tahun menjadi residen, ia diangkat menjadi satu-satunya dokter Pulmonologi di Wirya Medical Center karena kemampuannya yang mumpuni sejak lima bulan lalu.

" Kau tau siapa dokter cucuku sebelumnya? Aku merasa ada yang janggal disini "

James menggeleng lamban, dia hanya tau bahwa Dr. Rexy merupakan dokter pengganti.

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang