☁️16☁️

1.1K 85 1
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

Petang mendekati malam barulah Rayyan kembali ke mansion Anggawirya, saat hendak menuju kamarnya samar-samar ia mendengar suara merdu denting piano, langkahnya dibawa berbelok menuju sebuah ruangan dengan pintu putih di ujung lorong, suara itu semakin jelas tangannya memutar kenop dan menemukan seonggok gumpalan daging dalam balutan sweater putih berlapiskan overall hitam tengah duduk di bangku kecil, jemari mungilnya menari diatas tuts memainkan melodi indah.

Senyumnya merekah, begitu menikmati alunan dari permainan piano Alanka yang sudah lama tak ia dengar, sebuah lagu klasik terdengar begitu menenangkan mampu menghilangkan lelah bagi siapapun yang mendengarnya.

Prok prok prok

Alanka terkesiap mendengar seseorang bertepuk tangan begitu alunan pianonya selesai, dia berbalik dan menemukan Rayyan entah sejak kapan berdiri disana, remaja berumur 17 itu melangkah mendekat masih dengan senyuman yang membuat gigi kelincinya menyembul malu-malu, Alanka suka.

" Keren banget sih Adeknya Rayyan. Tumben nih main piano lagi "

Alanka balas tersenyum reflek mengalungkan tangannya di leher yang lebih tua tiga tahun ketika Rayyan menggendongnya.

" Alan cuma mau asah kemampuan aja. Kata abang 'kan Alan harus main piano nanti dan pasti ditonton orang banyak, Alan gak mau musiknya Alan jelek dan orang gak suka terus Alan buat Abang jadi malu " celotehnya, Rayyan terkekeh gemas.

" Siapa bilang musiknya Alan jelek. Bagus! Bagus banget, Alan tu pianis paling hebat se-Anggawirya"

Tentu saja paling hebat karena keluarga besar Anggawirya sama sekali tidak ada yang benar-benar menguasai musik terkecuali Alanka. Ada sih yang bisa main gitar kayak Rayyan atau Theo yang mahir saxophone tapi mereka melakukan itu cuma sekedar hobi, bukan ditekuni sungguh-sungguh.

" Gak ada. Alan 'kan udah bilang Alan mau asah kemampuan aja biar nanti pas orang dengar musiknya Alan bisa menikmati, iya 'kan Abang kinci? " Kata Alanka sambil mengecup pipi sang Abang.

Rayyan tertawa merasakan sedikit basah di pipinya
" Kinci? " Herannya

" Eum, Abang Ray mirip kinci. Itu lo yang suka makan wortel "

Oh kelinci rupanya, maklumlah namanya juga Bayi masih suka salah sebut.

" Gemes dong "

Alanka membenarkan " Yap yap tapi masih kalah gemas dengan Alan dong " ujarnya penuh percaya diri

Rayyan merotasikan bola matanya, iya deh ngaku kalah dia sama si yang paling menggemaskan sedunia.

-----

Sudah empat hari Wiradarma berada di tempat ini bersama Oma Taravina dan Devin. Sebuah pulau pribadi yang dulu ia hadiahkan kepada istri tercinta sebagai ucapan selamat atas kehamilan anak pertama mereka. Disinilah mereka dahulu menghabiskan waktu sebagai pasangan baru dan calon orangtua selama beberapa bulan hingga Windu melahirkan si sulung disini.

Devin sendiri baru mengetahui fakta bahwa ia rupanya lahir di sebuah pulau pribadi, yang dia tau selama ini Wiradarma selalu mengatakan bahwa dia satu-satunya yang lahir di tempat yang paling tenang, tempat yang menjadi kesukaan Windu.

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang