🍁24🍁

805 82 1
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

Rasanya nervous padahal kalau di mansion Alanka biasa main piano bahkan bisa dibilang mahir, mau request lagu apa saja Alanka bisa. Tapi, sekarang suasananya beda padahal baru gladi resik.

Dari kejauhan ada Rayyan yang lagi arahkan temannya, atur ini itu buat dekorasi pokoknya harus perfect tidak boleh ada kurang sedikitpun, sesekali lirik kearah panggung dimana ada si adik kesayangan dan tim paduan suara sedang latihan bersama.

Begitu pandangan bertemu

Rayyan kepalkan tangan sambil serukan 'semangat' tanpa suara. Tau kok si mungil gelisah karena ini pertama kalinya Alanka tampil, main piano disaksikan orang banyak tapi yakin Alanka pasti bisa, adiknya 'kan hebat.

Hari ini walaupun Minggu mereka habis-habisan latihan buat tampilkan sesuatu yang berkesan di graduation nanti, lusa acaranya. Semua sibuk bahkan ada beberapa guru ikut bantu.

" Dim, gue nyamperin si Adek dulu ya "

Dimas acungkan jempol. Rayyan melangkah menuju panggung, arahkan kamera ponsel berlogo apel tergigit abadikan Alanka yang kelihatan bosan.


Sudah jam 2, waktu tidur siangnya Alanka. Rayyan dial kontak Theo suruh jemput, tugasnya disini belum kelar dan kemungkinan bisa sampai malam, kasihan Alanka kalau disuruh tunggu.

Tidak tunggu lama Theo datang yang langsung tarik atensi orang, di ambang pintu aula Theo dikerubungi banyak perempuan. Rayyan putar bola mata jengah, abangnya itu memang tampan pantas jadi idola tapi kalau sudah lihat sifat aslinya, beri saja bintang satu.

Jangan begitu Ray, begitu-begitu juga saudaramu

" Adek pulang bareng Bang Theo ya " kata Rayyan begitu si mungil turun dari panggung.

" Abang masih disini? "

" Iya lama lagi "

Alanka bergumam mengerti, tau kok ketua Osis kalau mau acara pasti sibuk luar biasa.

" Terus Bang Theo-nya mana? "

Rayyan mengendikkan dagu kearah dimana Theo jalan cepat kearah mereka setelah berhasil meloloskan diri dari para cewek-cewek yang tadi berebut minta foto dan tanda tangan, jadi orang ganteng ya begini terima saja risikonya.

------
Posisi sudah di mobil dengan Theo yang menyetir dan si mungil sibuk melahap ice cream karena tadi mereka sempat mampir ke supermarket beli roti dan selai titipannya Fajar.

Awalnya baik-baik saja sampai dari kaca spion, Theo merasa curiga pada mobil hitam berkaca gelap yang seakan sengaja menguntit mobil mereka. Ia merasa ada yang tidak beres, diliriknya Alanka yang diam disampingnya tengah melihat-lihat gedung tinggi yang mereka lalui.

" Abang kenapa ngebut? " Tanya Alanka merasa mobil yang mereka naiki tiba-tiba lebih cepat daripada sebelumnya, pegangan Theo di stir juga semakin erat dan sebelah kakinya menginjak gas dalam-dalam.

" Eum Abang kebelet, pegangan Dek. Udah diujung ini " Bohong Theo karena tidak mungkin dia memberitahu kalau ada bahaya yang sedang mengintai mereka. Sesekali ia melihat kearah spion dan mobil hitam itu masih saja mengejar mereka.

Astaga, mereka siapa sebenarnya dan apa maunya?

Mungkinkah itu mobil yang dahulu juga pernah mengikuti mobil Alanka dan Rayyan?

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang