🍁27🍁

803 76 1
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

Setiap manusia pastilah memiliki rasa bersalah, sama seperti Alanka yang kini menangis setelah dia mengusir Bara dari kamarnya, Oh tidak hanya mengusir tapi juga membentak. Ugh! Bagaimana ini, apa Alanka sudah jadi adik yang jahat? Seharusnya Alanka tidak begitu, Bara pasti membencinya.

Untungnya Ira berhasil membujuk Alanka untuk melahap makanannya walau hanya sanggup beberapa sendok tapi tidak apa, Ira meninggalkan sebotol susu sebelum beranjak keluar.

" Abang hiks " Alanka langsung menghambur ke pelukan Fajar begitu pemuda itu masuk kekamarnya, Fajar yang terkejut hampir oleng jika saja ia tak mempunyai reflek yang bagus.

" Eh eh kenapa? Kok nangis? Apanya yang sakit? Infusnya kan juga udah dilepas. Sesak nafas lagi? " Tanya Fajar bertubi sembari menangkup pipi berlemak si bungsu yang mendongak menatapnya dengan wajah basah berlumuran airmata.

Tidak langsung dijawab melainkan hanya suara sesenggukan yang terdengar, Fajar tidak ingin mendesak, dia biarkan si mungil meluapkan kesedihannya terlebih dahulu lalu nanti dia akan bercerita sendiri.

" Abang~ " lirih Alanka sembari meraih telunjuk Fajar dan menggenggamnya.

" Iya, udah siap cerita? " Jawab Fajar lembut

Mereka berdua duduk diatas ranjang queen size baru dengan Alanka yang bersandar nyaman didada Fajar dan Fajar yang menyandarkan punggungnya di headbed.

" Alan jahat sama Bang Bara " katanya mengawali cerita, nadanya terdengar sendu dan wajahnya pun murung.

" Memangnya Abang Bara kenapa sampai Alan jahatin? " Tanya Fajar. Setahunya saudara yang lahir sebelum dirinya itu memang tidak terlalu dekat dengan si bungsu.

Bukan berarti mereka tidak akrab hanya saja Bara lebih sering menghabiskan waktunya di kantor, dia seorang yang workaholic jadi jangan heran.

" Alan minta mobil beneran tapi Bang Bara gak ijinin, ya udah Alan marah Alan bentak Alan usir terus Abang pergi "

Fajar tersenyum tipis, menyingkirkan poni si kecil yang sudah memanjang hampir menutupi mata.

" Dengar baik-baik, Bang Bara bukan gak bolehin Alan punya mobil sendiri. Biar Abang tanya, sekarang umur Alan berapa? "

Si mungil menatap kesepuluh jarinya

" Masih 14 "

" Nah berarti di umur segitu, sudah boleh belum buat punya mobil sendiri? Sudah boleh menyetir sendiri? "

Gelengan diterima sebagai jawaban

" Gak boleh kan! Lagian kalau memang mau sesuatu dari Bang Bara kan bisa yang lain. Alan bisa minta boneka baru, mainan baru, buku baru, atau mau liburan "

Mendengar kata liburan, jiwa bersemangatnya jadi bangkit kembali.

" Liburan? Mau! Alan mau liburan, kita kemana? Ajak Papa dan semua Abang juga. Oh oh ajak Oma juga ya Abang"

Fajar mengangguk, suntuk juga dirumah terus.
" Iya, Nanti kita ngomong sama mereka ya "

Alanka bertepuk tangan riang, membalikkan tubuh hingga posisinya kini berhadapan dengan Fajar.

" Beneran? Yeay.. Alan gak sabar "

Fajar hanya terkekeh merasakan pipi kirinya yang basah karena berulang kali dikecup Alanka.

ALANKA|2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang