Note: typo tandain
"Makan bakwan sendirian tanpa bagi-bagi bisa mati," celetuk Grady tiba-tiba.
Pemuda itu yang sedang menikmati bakwan pesanannya dan sibuk juga dengan ponsel menoleh. "Dih, beli sendiri. Minta nanti mati," sahut Delon mencoba menyambung jokes Grady
"Gak kreatif jokes-nya," sindir Grady, lalu mencomot bakwan yang berada di atas piring Delon.
"Gak ada yang nyuruh padahal," sindir balik Delon sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
"Cuih, nyindir." Delon melotot tak terima. Lalu tadi apa yang dilakukan oleh Grady? Kayang?
"Mending lo jelasin dari pagi ke mana aja? Dari lantai atas nyemparin siapa emang?" tanya Alka membuka topik lain. Ia duduk di depan Delon.
Pemuda itu merasa diintrogasi menaikkan alisnya. "Lo tau?"
Kini, balik Alka yang menaikkan kedua alisnya. "Tau apaan?"
"Gue dari lantai atas," jawab Delon greget. Alka tidak sepintar apa yang ia pikirkan ternyata.
"Gue lihat tadi," jawab Alka balik simple.
Delon mengangguk paham. "Gak pa-pa. Gue emang lagi mood aja di atas." Grady mendengar itu bergidik ngeri.
"Jangan ke atas langit juga, Lon. Serem lo," sahut Grady nimbrung.
Delon melirik Grady malas, apakah teman-temannya setolol itu?
"Bukan ke Rahmattullah, Ray!" Tadi Alka sekarang Grady. Dasar bocah prik!
"Lo gak jelas kasih subjek!" nyolot Grady tak nyantai.
"Dih, elo yang gak bisa pahamin kalimat gue!" hardik Delon kesal.
"Hush diem!" Alka mencoba menengahi
"Lo nyuruh diem apa ngusir ayam!" sahut Delon dan Grady serempak.
Alka meringis mendengar itu, dan tersenyum tipis seakan sadar sesuatu.
"Dua kali Delon. Lo ngalihin topik saat ditanya sesuatu yang berhubungan sesuatu."
***
Rumah bergaya Victoria dengan warna putih mendominasi. Halaman yang luas dengan berbagai tanaman tertata rapi di setiap tempatnya.
Bukan hanya cover saja. Dalamnya juga tak kalah indahnya, dengan anak tangga yang melingkar dan pernak-pernik; figura, vas bunga, guci, lampu gantung dll juga tertata rapi sesuai tempatnya.
Namun, latar belakang berbeda dengan sifat. Suasana rumah yang kian semakin dingin, semakim sepi dan semakin terasa hampa. Kepergian sang berlian membuat mereka merasa kehilangan.
Telapak kakinya terasa dingin saat menyentuh ubin lantai. Rumah terlihat sepi, bahkan hanya terisi suara pancuran air dari taman samping.
"Budhe!" Merasa ia butuh bantuan, maka hal utama yang dipanggil, ya, Budhe.
Sosok berjasa dalam keluarganya, membantu dari hal memasak hingga kebersihan rumah ini.
Watik, wanita berumur 56 tahun ini sudah bekerja di rumahnya dari ia masih bayi. Watik datang dengan menenteng sebuah nampan. "Iya, Nduk?"
Alana mengikat rambutnya asal dan berucap, "Aku minta tolong bikinin kebab bisa, Dhe?" tanya Alana terlebih dahulu. Alasanya simple. Kadang request dirinya tidak cocok dengan tangan Watik. Wanita itu kadang tidak paham dengan keinginan Alana yang selalu nyeleneh.
"Yang seperti apa, Nduk?" tanya Watik sopan. Ia berdoa semoga Alana tidak request yang nyeleneh.
"Yang isinya dikasih kacang gitu, ada sosisnya tapi." Watik mengangguk. Untung majikannya tidak request yang aneh.
Selera makan Alana memang seperti itu. Gadis itu menganut ajaran "Campur-campur mantap" yang ia lihat di YouTube. Ternyata enak juga.
"Makasih, Dhe." Watik mengangguk dan pamit menuju dapur.
"Alana." Panggilan itu, Alana menoleh dan menatap Ayah hingga mendekat.
Affandra—sang Ayah menatap putrinya bertanya. Saat melihat wajah malas sang putri ia mencoba mencari alasan. Ada yang salah dengan dirinya?
"Ada apa, Kak?" tanya Affandra penasaran.
Alana menggeleng dan berkata, "Gak apa, Yah. Lagi males aja."
Affandra menatap sekilas Alana lalu mengangguk percaya. "Bunda gak ikut turun, Yah?" tanya Alana. Sebenernya mood-nya sedang tidak baik dan malas berbicara. Namun, karna ada Affandra kurang sopan rasanya jika cuma hanya diam.
"Masih mandi, habis ini turun."
Karena posisi mereka berada di ruang keluarga, mana rencana kali ini bukanlah makan malam.
10 menit suasana diisi oleh percakapan mereka. Dari sekolah hingga hal random.
"Ini, Nduk." Watik datang dengan membawa makanan request Alana.
Alana tersenyum senang saat Budhe Watik paham kesukaannya. Saus yang dibentuk emot, dengan kebab yang dihiasi potongan daging sapi.
"Makasih Budhe," jawab Alana sambil tersenyum.
Watik mengangguk dan ikut tersenyum. "Saya permisi kembali Pak, Nduk," pamit Watik.
Alana dan Affandra mengangguk mempersilahkan. "Ada kacangnya, Kak? Ayah minta coba." Affandra mencoba meraih kebab yang berada pada tangan Alana.
Gadis itu menyerahkan kebab tersebut dan berkata. "Enak lagi kalo dikasih keju, Yah." Affandra mengangguk setuju sambil mulut yang mengunyah.
"Kesukaan adek ini," ujar Affandra tanpa sadar.
Ayyara—sang Bunda datang, tangannya menenteng sebuah paper bag berwarna biru.
"Adek gimana, Kak?" tanya Ayyara, ikut serta gabung pada topik pembicaraan.
Alana tersenyum tenang. "Ayah sama Bunda tenang aja. Kakak udah ketemu sama Adek," jawab Alana membuat Ayyara dan Affandra terkejut.
"Apa!?" tanya Affandra kaget, memberi kode kepada sang putri agar mengulangi kalimatnya kembali.
"Kakak udah ketemu sama Adek," ulang Alana. Kembali meraih kebabnya dan melanjutkan makannya yang tertunda.
"Kakak jangan bercanda, ya," peringat Ayyara antisipasi. Kala itu, Alana berucap sudah menemukan di mana putri mereka berada, namun saat mereka datang ke tempat tersebut, justru kebun pisang yang di depan mata. Mustahil jika putri mereka tinggal di kebun tersebut.
Alana menghela nafas. "Kakak udah ketemu, otomatis udah dateng ke TKP. Jadi no kaleng-kaleng." Dengan mulut yang belepotan saus Alana menjawab malas.
Alana mengambil tissue untuk mengelap bibirnya. "Ini juga tujuan Kakak panggil Bunda sama Ayah buat kumpul. Mau bicara,"
"Walau lagi gak mood," lanjut Alana lirih, berharap kedua orangtuanya tidak mendengar.
Affandra menggeleng tidak menyengka. "Kapan kamu ketemu Adek, Kak?"
Alana mengidikan bahu tak tahu. "Lupa, Yah. Pokok pertama itu aku lihat Adek di supermarket, Kakak ikutin, ketemu."
"Setelah itu, baru sampai rumah Kakak cari semua datanya dari lokasi situ. RT RW sekalipun," jelas Alana. Memberi tahu proses saat ia menemukan tempat tinggal Adiknya.
Ayyara dan Affandra tersenyum bangga dengan pencapaian sang putri.
***
Halo! Terima kasih sudah baca, ya! Jangan lupa, kalo emang ada beneran yang baca, shere ke temen-temen kalian yg suka baca Wattpad.
Btw, konflik ringan, ya😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen?
Teen Fiction[sebelumnya follow dulu] komen and vote ____________________________ Berubah drastis? Itu lah yang dialaminya, dengan menindas orang hobi baru baginya. Menyenangkan itu yang dia rasakan, rasa puas dia dapatkan. Tidak adanya keadilan yang ia dapatka...