Note: typo tandain
Minggu ini gadis itu memutuskan akan berdiam diri di dalam rumah, ia merasa tidak enak badan, bahkan ia juga merasakan lemas. Untungnya semua kebutuhan sudah tersedia di sini, jadi tidak masalah untuk tidak keluar rumah sekali pun.
Namun, sebuah harapan kembali pupus. Ketukan pintu, pintu terbuka dan seorang masuk dengan kepercayaan diri yang ada.
"Ngapain?" Pertanyaan Olla lontarkan dengan nada tak suka.
Delon tersenyum, memperhatikan interior rumah gadis itu. Satu kata yang pantas diucap, rapi.
"Gue kira rumah lo kayak kapal pecah," canda Delon. Ia bersiap akan duduk pada sofa, yang memang hanya satu jumlahnya.
"Ngapain ke sini?" Olla kembali bertanya, ia sedang malas diganggu.
"Ayo pergi," kata Delon tiba-tiba.
"Dih, sape lo?" decih Olla tak suka. Ia berjalan melewati Delon begitu saja. Tapi bukan Delon namanya jika menyerah.
Ia meraih tangan Olla dan menariknya, sehingga jarak mereka sangat dekat, jika Olla bergerak maka ia yakin bibirnya akan mendarat mulus pada hidung mancung milik Delon.
"Gue pacar lo," tekan Delon dengan suara rendah. Olla merasa heran, kenapa pemuda ini emosi?
"Keuntungan, kan?" jawab Olla, ikut menatap tajam iris di depannya.
Cekalan pada tangan Olla mengerat, Delon bahkan menarik Olla lebih mendekat sehingga benar-benar bibir tersebut mendarat pada hidungnya.
Olla menoleh ke samping menghindari kejadian melewati batas. Namun, justru pipinya terkena sebuah kecupan lama dari pemuda tersebut.
Delon terdiam, menghirup pipi Olla dalam-dalam. Tangannya meraih tengkuk gadis itu dan memberikan kecupan singkat pada hidung Olla.
Posisi mereka memang sangat dekat, saat Olla berusah menjauh pun percuma. Tenaganya tidak seberapa dibandingkan dengan milik Delon.
"Kok panas?" tanya Delon, ia merasakan suhu tubuh Olla panas.
Pemuda itu menarik Olla dan membiarkan Olla duduk di sampingnya. Delon berniat berbagi tempat dengan gadis itu.
Olla yang emang blank dan benar lemas hanya menurut. Jika saja ia sedang baik-baik saja, maka bisa dipastikan Delon pulang dengan keadaan pincang.
Karna Delon peka, sebuah sofa kecil nan empuk tersebut tidak cukup, akhirnya ia berdiri dan membiarkan gadis itu duduk bersandar dengan nyaman.
"Lo ada obat penurun panas?" tanya Delon. Menyibak pelan surai Olla, agar tidak menutupi wajah cantik tersebut.
Olla mengangguk dan berkata, "Laci atas kanan dapur." Delon mengangguk, mengelus pelan pipi Olla dan menuju ke tempat di mana obat berada.
"Udah makan, kan?" tanya Delon sedikit berteriak, karena jarak yang tidak memungkinkan jika menggunakan suara normal.
Tidak ada sahutan membuat Delon berdecak. Ia membuka lemari pendingin di sini. Ada banyak sekali cemilan, makanan siap saji, dan sayur-sayuran.
Sebenarnya tujuannya ini ingin mengajak Olla kencan Minggu. Namun, gadis itu ternyata sakit. Pantas saja pesannya tadi pagi tidak dijawab.
Pemuda itu kembali dengan membawa obat dan air di kedua tangannya. Ia bisa menebak gadis itu sudah makan, hanya menebak. Karna dia tau, gadis itu tidak bisa kalo telat makan.
"Diminum dulu." Delon membantu Olla untuk duduk dengan nyaman agar saat minum obat tidak tumpah.
Air tandas, dan Delon mengehela nafas. "Kok bisa panas, hm?" tanyanya pelan. Mengelap sisa air di pinggiran bibir Olla.
"Gak tau. Kecapean mungkin," jawab Olla. Bersandar kembali ke sofa dan memejamkan matanya.
"Lo pulang aja. Gue mau istirahat," usir Olla terang-terangan. Ia ingin istirahat, badannya benar-benar lemas, kepalanya pusing dan kini nafasnya kian memberat.
Delon menggelang tak setuju. Rencananya kini berubah menjadi menjaga kekasih tercinta.
"Gak. Lo tidur aja, ya. Sini." Delon tiba-tiba meraih tubuh Olla dan menggendongnya menuju ke arah kamar.
"Lo harus tidur. Selamat istirahat cantik," ucap Delon saat sudah melekatkkan Olla pada ranjang dengan senyum yang terpantri.
Olla memberi respon dengan senyum dan berkata, "Makasih ganteng."
***
Pemuda itu kini hanya berkutat dengan ponsel. Ia menepati omongannya, akan menunggu di sini hingga tidak tau sampai kapan. Intinya sampai Olla bangun dan kembali vit seperti semula.
10.17- lo di mana?
10.17- gue ada di depan rumah loSialan lo bitch-10.18
ReadDelon berdecak emosi. Ia tak mungkin meninggalkan pacarnya begitu saja, tapi kalo tidak segera—
"Arkh sialan!" umpat Delon pelan. Ia juga tidak mau menganggu Olla tidur.
Ia kembali mengetikkan sesuatu pada ponsel.
Lo g pergi, gue jamin nyesell -10.21
Kembali, hanya sebuah read yang ia dapat. Mau tidak emosi bagaimana? Hah!?
Namun, sebuah pikiran terlintas. Melihat keadaan sekitar, sepertinya gadis itu masih terlelap.
"Lumayan."
Delon beranjak, mendekat ke sebuah laci dekat kasur Olla. Banyak sekali barang-barang yang menurut Delon aesthetic. Mulai dari lampu tidur, jam weeker, bahkan rak buku dengan dilengkapi papan kecil penuh polaroid. Mengambil salah satu foto dan memasukkannya ke dalam dompet.
Kegiatannya ia jamin aman, ruangan ini tidak terpasang cctv.
Di samping itu, Olla tidur dengan tenang. Ia memang benar-benar tidur, badannya bahkan susah sekali diajak kompromi untuk tetap terjaga alias pura-pura tidur.
Olla awalnya tidak sepenuhnya percaya dengan pemuda tersebut, tapi tubuhnya berkehendak lain. Ia butuh istirahat cukup.
Satu persatu Delon buka, setiap inci ruangan sudah ia jamah. Tujuannya tercapai, ternyata tidak sesusah yang ia kira.
***
Terima kasih jika ada yang baca. Next time, kalo baca janlup vote, ya!
Hargai karya penulis dengan memberi vote, komen, dan nikmati bacaan tanpa kegiatan plagiat!
No copas!
Pembaca yang bijak tau cara bagaimana menghormati dan menghargai penulis karya yg ia baca.
Love you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen?
Teen Fiction[sebelumnya follow dulu] komen and vote ____________________________ Berubah drastis? Itu lah yang dialaminya, dengan menindas orang hobi baru baginya. Menyenangkan itu yang dia rasakan, rasa puas dia dapatkan. Tidak adanya keadilan yang ia dapatka...