🌠olla⚡

7 1 0
                                    

Note: typo tandain

Aktivitas saat ini cukup senggang, hal itu membuatnya leluasa melakukan kegiatan apa pun. Delon, pemuda itu kini sudah bersiap oleh pakaiannya.

Kemeja hitam dengan celana repped sudah melekat pada tubuhnya. Kakinya melangkah menuruni tangga hingga bertemu dengan Papanya.

"Delon, jangan lupa ucapan Papa yang tadi," ujar Sanjaya, berjalan mendekat ke arah Delon. Tangannya membawa gelas dengan isi jus jambu kesukaannya.

"Dia lain, bukan berbeda. Dia datang, bukan mengundang. Yeah, dan dia lawan bukan kawan." Delon berdecak, kalimat-kalimat Papanya sendari tadi membuatnya berpikir keras.

Tidak ada satu pun yang ia bisa tangkap dari kalimat tersebut, ditambah baru saja ini. "Pah, ngomong yang jelas," sahut Delon kesal. Berjalan cepat menuju ke arah sofa dan merebahkan pantatnya dengan nyaman.

Sanjaya tertawa mengejek. "Bukan Papa yang gak jelas, kamu yang bodoh," ejek telak Sanjaya membuat Delon geram. Menatap sengit paruh baya di depannya yang malah tersenyum merendahkan. Entah mengapa, setelah penjelasan Papanya waktu itu, hubungan mereka tidak serenggang dulu.

Mengidihkan bahu acuh dan berlalu pergi. "Papa gak nyuruh kamu duduk Delon. Berpikir, jangan cuma terima enaknya saja. Hadeh, hasil aja gak dapet, kok terima enak." Terakhir hanya kalimat itu yang Delon dengar sampai Papanya menghilang di balik belokan tangga.

Memutar bola matanya malas dan beranjak pergi. Jalanan malam itu ramai, ibu kota Jakarta memang tidak pernah sepi bukan?

Mobilnya berhenti tepat pada depan pagar hitam. Bergegas melewati pagar dan pintu. Ketukan pertama tidak ada tanggapan. Hingga dengan malas Delon membuka pelan dengan kunci yang tentu ia punya.

Lampu ruangan menyala, dan dapat ia lihat gadis itu terlelap pada sofa dengan laptop yang berada pada pangkuannya.

"Sayang," panggil Delon. Duduk berjongkok dan mengambil alih laptop. Saat layar menyala Delon menyerit heran saat melihat sebuah data-data yang memang tak asing lagi baginya.

Dengan cekatan Delon meletakkan laptop pada meja. Tangannya meraih tangan Olla mengelus pelan. "Bangun," ujarnya pelan.

"Sayang." Delon berinisiatif mendusel dan ikut duduk pada sofa sehingga membuat Olla terganggu dalam tidurnya.

Matanya mengerjap dan ia tersentak kecil saat mendapati pemuda itu ada di depannya. Tanpa basa-basi nyawanya langsung terkumpul dan menegakkan badan spontan di sofa yang sekarang sudah menjadi sempit dan membuatnya memiliki batasan bergerak.

"Ngapain di sini?" tanya Olla dengan suara malas. Ia bersiap akan beranjak berdiri namun Delon menahannya.

"Bentar dulu." Delon merebahkan kepalanya pada pundak Olla

"Gue mau cerita," kata Delon, tangganya merengkuh Olla dengan hangat.

Wangi parfum Delon membuat Olla nyaman. Rasanya ia ingin tidur kembali, tapi apa ia bisa tidur sedangkan jantungnya saat ini lebih mendominasi.

"Temen gue belom tau kenapa kita pacaran." Olla mendongak dan langsung saja keningnya mendarat pada bibir yang ternyata begitu dekat dengan kepalanya.

Olla berdehem. "Gak masalah, jawab aja karna kita punya kesepakatan," jawab Olla mencoba tidak gugup. Bisa-bisanya ia jadi seperti ini.

Delon berdecak. "Bukan itu jawaban yang gue mau." Dengan kesal Delon melepas pelukannya dan beranjak ke dapur.

Olla terkejut, ia melihat seksama punggung tegap itu memasuki dapur. "Lo masak apa? Gue laper." Pengakuan itu membuat Olla tak bisa jika tidak berdecak malas. Selalu saja begini. Delon akan selalu numpang makan jika berkunjung.

"Acak telor jagung," jawab Olla ikut menyusul pemuda itu.

"Gue mau, ambilin." Oke tahan, Olla dengan malas melayani kakanda.

"Pakek tambahan dadar gak?" tanya Olla menunjuk pada piring yang ada satu telor dadar.

"Lo udah makan?" tanya balik Delon. Olla mengangguk, tadi saat dia mengerjakan tugas ia sudah mak-ARKH TUGAS!?

Oke, dengan panik Olla kembali dan melihat laptopnya sudah terpatri rapi di meja. Sepertinya pemuda itu pelakunya.

"Gak, udah gue simpen juga file-nya. Aman gue gak baca kok." Walaupun mustahil Delon tak membacanya tapi Olla tetap mengangguk.

Memperhatikan Delon yang makan dengan lahap. Bahkan tanpa rasa sungkan pemuda itu meminta tambah. Acak telor yang tadinya full sosis, bakso, dan telur sekarang hanya tersisa kuah dan percikan telur.

Merasa diperhatikan Delon mendongak. "Gue tau gue ganteng, gak usah segitunya." Olla berdecih malas. Walau begitu, memang benar pemuda di depannya tampan.

Piring sudah kosong, dan dengan percaya diri Delon menyuruh Olla mencuci piring, dengan malas Olla hanya bisa menurut. Gadis itu sedikit heran, akhir-akhir ini jika pemuda itu ke rumah kenapa begitu manja? Padahal, sebelumnya biasa-biasa saja.

"Gue ngantuk," ujar Delon pelan tepat di belakang telinga Olla. Tangganya perlahan memeluk pinggang Olla yang menegang.

"Tidur," jawab Olla berusaha santai. Saat ini ia harus membiasakan hal tersebut.

"Temenin." Piring sudah bersih. Dengan perlahan Olla berbalik badan dan berhadapan dengan Delon.

"Lo kenapa akhir-akhir ini? Kelihatan manja banget?" Sebenarnya pertanyaan ini ingin Olla tanyakan dari jauh-jauh hari kemarin.

"Manja sama pacar apa yang salah?" tanya balik Delon. Menatap tepat di depan wajah Olla.

"Tapi lo perlu ingat, itu semua cuma perjan-

"Sttt, diem." Secara tiba-tiba Delon kembali memeluk Olla dari depan dan meletakkan kepalanya pada ceruk leher Olla.

"Sekarang lo pacar gue beneran, sayang. Gak ada penolakan." Delon mengeratkan pelukannya. Ia sangat rindu dengan pelukan ini.

Berbanding terbalik dengan Delon. Justru Olla dibuat karaokean jantungnya. Berdetak dengan cepat tak karuan, bahkan bisa dipastikan pipinya saat ini merah hingga telinga.

"Jangan bilang lo suka sama gue?" tuding Olla berusaha tetap stay cool.

"Kalo iya emang kenapa, hm? Suka-suka gue lah! Yakan," jawab Delon, mengecup pelan pelipis Olla.

"Tapi apa lo tau?"

"Apa?"

"Gue malah ngerasa. Deket sama lo justru lebih bahaya."

****

Terima kasih jika ada yang baca. Next time, kalo baca janlup vote, ya!

Hargai karya penulis dengan memberi vote, komen, dan nikmati bacaan tanpa kegiatan plagiat!

No copas!

Pembaca yang bijak tau cara bagaimana menghormati dan menghargai penulis karya yg ia baca.

Love you!

Queen?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang