🌠olla⚡

7 1 0
                                    

Note: typo tandain

Kedua pasangan suami istri itu menatap awas pada putrinya yang memasang wajah serius. Setelah Affandra pulang dari kantor, Alana benar-benar menepati janjinya untuk membicarakan hal ini.

Kini, mereka bertiga sedang duduk berhadapan di ruang keluarga. Di mana Alana justru lebih memilih duduk menjauh dari sofa yang diduduki oleh kedua orang tuanya.

"Ada apa, Kak?" tanya Affandra memecah keheningan. Punggungnya ia sandarkan pada sandaran sofa agar lebih rileks. Pekerjaan di kantornya benar-benar menguras tenaga.

Alana menarik nafas terlebih dahulu hingga berkata, "Apa kalian tau kalau adek di sekolah dibully?" Pertanyaan Alana sontak membuat keduanya langsung saling pandang dengan tatapan terkejut.

"Dibully bagaimana, Kak?" tanya Ayyara tak paham dengan penuturan anaknya.

"Jadi benar kalian gak tau?" Perlu diketahui. Hal yang Alana benci dan sayang secara bersamaan adalah kedua orang tuanya.

Mereka seolah memberikan rumah untuk berpulang, tapi mereka seakan tak mengizinkan untuk tetap pada tujuan. Alana tak bisa membayangkannya jika benar, orang tuanya tahu tapi hanya terdiam.

Ayyara dan Affandra mengangguk tanpa benar mereka tak tahu. "Bukannya kakak yang selama ini selalu menawarkan diri untuk adek kakak tangani? Yang kakak beri tahu ke Ayah dan Bunda di mana dan bagaimana adek. Dan, Kakak selalu bilang kalo adek gak papa."

Alana mengangguk. Benar, selama ini apa pun yang berhubungan dengan adiknya, selalu ia yang meminta terjun tangan. Bukan tidak mempercayai kedua orang tuanya, tapi bagaimana pun itu. Ayah dan Bunda lah penyebab utama Olla pergi.

Ayyara menghela nafas saat anaknya hanya diam, tidak merespon lebih. "Ada apa sama adek, Kak?" tanya Ayyara merasa khawatir dengan anaknya yang di luar sana.

Alana tersenyum. "Sayangnya kita udah telat."

"Apanya, Kak? Ayah gak paham sama sekali, coba beritahu kami garis besarnya," pinta Affandra agar anaknya mengerti ketidakpahaman dirinya.

Lagi dan lagi Alana tersenyum. "Sebelumnya Alana mau tanya. Ayah sama Bunda tau adek pergi dari rumah karena apa? Kita udah bicarain ini lama, lho." Sebenarnya bukan dari sini cara Alana menyampaikan. Tapi, melihat respon kedua orang tuanya yang justru tidak sesuai perkiraan membuatnya ia putar ulang.

Kedua pasutri tersebut saling memandang. Terdiam, entah apa yang mereka pikirkan sampai menjawab pertanyaan retoris yang dilayangkan oleh Alana pun perlu waktu untuk menjawab.

"Sampai sini kenapa kalian belum paham? Alana males," ujar Alana tanpa peduli oleh respon keduanya bagaimana setelah ini.

"Tapi Kakak bilang adek baik-baik aja. Kenapa sekarang jadi dibully? Bagaimana bisa? Apa selama ini yang kita bicarakan tidak Kakak laksanakan?" jawab Affandra, menatap tajam putrinya.

Alana menajamkan pandangannya. Kenapa setiap keadaan seperti ini, keluarganya selalu susah bertukar pikiran? Memiliki watak yang sama-sama tempramental ini sangat beban.

"Apa hanya karna Alana, Ayah tidak peduli sama adek? Apa cuma oleh lisan Ayah merasa semua aman dan baik-baik saja?"

Affandra menggeleng merasa tak menyangka oleh ucapan anaknya. "Bukannya dengan begini mencerminkan Ayah percaya sama Kakak, ya? Ayah tidak bertindak karna Ayah percaya sama kemampuan Kakak," jawab Affandra berusaha meyakinkan anaknya.

Ingin rasanya Alana berdecih malas. Apakah terkesan sopan? Tapi, Alana jamin. Jika benar-benar merasakan bagaimana di posisinya, bahkan Olla sekalipun maka entah bagaimana ending-nya jika tidak melakukan tindakan lebih akan baik-baik saja?

"Kalian mencoba percaya sama Kakak atau memang kalian tidak peduli sama Adek? Bukannya dari dulu kalian sama sekali gak percaya sama kedua anak kalian, ya?" Ayyara mendengar itu mengerut tak suka. Di depannya jelas sekali terlihat aura permusuhan kental.

"Alana jaga bicaramu! Apakah terkesan sopan begitu!?" tutur  Ayyara murka.

Alana terkekeh mendengar teguran dari sang ibu. Bagaimana bisa ia hidup di keluarga yang playing victim? Benar-benar tidak baik untuk kesehatan mental.

"Sudah, Alana sudah capek. Alana pamit ke kamar." Tak menunggu respon kedua orang tuanya yang terlihat tidak terima oleh penjelasan tidak jelas yang diberikan, dan justru gadis itu langsung berlalu pergi begitu saja.

"Kak! Beri penjelasan," tuntut Affandra menatap berang pada anaknya.

Tanpa menoleh pun Alana sudah tahu apa yang sedang kedua orang tuanya lakukan. Tidak mendapatkan jawaban darinya maka kuncinya ada pada Wibi—asisten pribadi Ayahnya.

Tapi akankah pria itu memberikan jawaban yang jelas-jelas ia tahu jika buka suara maka bisa dipastikan hidupnya penuh dengan penyesalan. Gadis itu mengambil alih semuanya, Alana pelakunya. Tentu.

***

Malam ini keduanya menghabiskan waktu dengan maraton film. Tontonan mereka jatuh pada Jurassic World  yang baru tahun kemarin rilis 2022.

Delon menyarankan untuk menonton itu, sedangkan Olla sendiri hanya menurut. Lagian, ia belum memiliki list film. Jadi mau tidak mau maka ia harus menonton.

Televisi sudah menayangkan opening film action konvensional. Namun, mata tertuju ke depan tapi pikiran terbang bebas entah ke mana.

"Lo yang saranin film, tapi lo diem. Tumben," sindir Olla menatap Delon di sampingnya yang justru diam. Pada umumnya manusia jika merekomendasikan maka beliau akan spoiler di setiap potongan-potongan scene film bahkan jika film belum dimulai sekali pun.

Delon tersenyum, mengelus sayang rambut halus Olla. "Nanti kalo di spoiler ngamuk," jawab Delon pelan. Tak ingin menganggu suara film yang sudah dimulai.

Olla berdecak, menyingkirkan tangan pemuda itu yang sedang bertengger manis di pundaknya. "Ya jangan semua, beberapa aja. Biasanya juga lo gitu," sahut Olla. Sebenarnya ia tidak minat oleh film tersebut, tapi entah bagaimana ia setuju saja saat pemuda di sampingnya ini story telling terhadap sesuatu. Termasuk film seperti ini.

"Spoiler hidup aja, ya." Setelah mengatakan itu, pemuda itu mendekat mengecup pelan pelipis Olla sambil membisikan sesuatu yang Olla sendiri mendengarnya samar.

"Dikhianati atau mengkhianati? Cuma pilihan."

Setelah itu semua, yang Olla rasakan seluruhnya gelap.

***

Terima kasih jika ada yang baca. Next time, kalo baca janlup vote, ya!

Hargai karya penulis dengan memberi vote, komen, dan nikmati bacaan tanpa kegiatan plagiat!

No copas!

Pembaca yang bijak tau cara bagaimana menghormati dan menghargai penulis karya yg ia baca.

Love you!

Queen?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang