typo: tandain
Raut masam sudah tercetak jelas di wajah Olla. Sendari tadi ia hanya terus bergeming, duduk diam di meja makan dengan menggenggam erat sendoknya.
Sedangkan perempuan di depannya kini berlagak bahwa rumah ini adalah miliknya, "Ada apa denganmu?"
Olla menghiraukan pertanyaan tersebut, lebih baik ia makan saja dulu, perutnya sudah sangat lapar.
Alana hanya memperhatikan gerak-gerik adik kembarannya yang makan dengan lahap, ia heran, sejak kapan adiknya ini tumbuh dengan mandiri?
Alana tau, adiknya ini selalu iri padanya, dan sebaliknya, Olla pun tau, Alana selalu iba kepada dirinya, mengapa demikian?
Itu salah satu hal yang membuat Olla seperti ini.
Gadis itu kini membereskan piringnya yang sudah kosong, Alana hanya diam memperhatikan dengan teliti, "Kakak kalo tidak ada kepentingan bisa kembali," Olla mengelap tanggannya yang basah dengan lap yang tersedia di dekat wastafel
Alana tersenyum, dan entah kenapa Olla tidak suka itu, "Kakak kembali dengan dirimu bukan?"
Olla mengidikan bahu acuh, "Jangan harap, sih,"
Kini kedua gadis yang memiliki wajah sama itu saling duduk berhadapan, Olla sendiri hanya diam dan menarik kembali piring yang masih terisi oleh lauk yang ia masak
Lumayan, buat cemilan sambil mendengarkan omong kosong yang keluar dari mulut sang kakak
"Bunda kangen,"
Kunyahan terhenti, Olla terdiam sesaat lalu kembali mengunyah, "Bukan, kah, itu wajar?" tanya Olla disertai nada sinis, ia menyesal kemarin menerima pelukan dan rengkuhan erat dari sang kakak, ternyata semua ada maunya
"Lebih wajar lagi kalau kamu kembali, bukan begitu, dek?" Olla tersenyum kecut mendengar balasan sang kakak yang ada benarnya
"Untuk apa?"
"Jangan bertanya padaku, tanya pada hatimu, untuk apa kamu pergi, untuk apa kamu di sini, dan terakhir untuk apa kamu kembali,"
"Tanyakan sama hatimu, jangan semuanya mengadalkan pikiran, perasaan juga perlu ikut campur. Jangan egois."
Olla menarik napasnya dalam, "Macam tidak pernah berkaca..., Kalian yang egois, bukan aku!"
Alana tertawa, "Terus sekarang apa? Kamu pergi, siapa yang egois?"
Gadis itu menggeleng tidak menyangka dengan ucapan yang keluar dari mulut sang kakak, "Ternyata sama aja, ada atau gak adanya aku, kalian tetap sama. Tetap egois, mikirin kalian sendiri, selalu tanpa intropeksi diri!"
"Aku juga punya keinginan, sama seperti ayah, aku juga punya hobi, sama seperti bunda, dan aku juga punya cita-cita sama juga seperti kakak. Tapi, apa kalian sadar?"
"Udahlah, gak ada gunanya ngomongin ini, mending sekarang kakak kembali, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aku sudah terbiasa tanpa kalian. Jadi, lebih baik pergi."
Olla menghela nafas lelah, ia memandang kakaknya yang beranjak pergi, dan sebelumnya ia berucap
"Kakak harap, kamu enggak benci kami."
***
"Anjir!"
"GOBLOK SIA!"
Teriakan terakhir, keluar dari mulut Grady. Mereka berempat sedang berada di rumah si kembar
Alka yang sedang rebahan di sofa, Delon bermain PS dengan Grady, dan Regan berada di dapur
Orang tua Alka dan Regan sedang berada di luar kota, mereka hanya tinggal berempat; Alka, Regan, asisten rumah tangga dengan satpam
"Gan, minta tolong sekalian mocacino!"
"Gue juga, Gan,"
Alka mendengus kasar, ia menatap Delon yang terfokus pada layar televisi. Dari tampangnya, Alka tau, Delon sedang memikirkan sesuatu
Ketara? Tidak terlalu mencolok memang, namun Alka ini anaknya peka, jauh berbeda dengan Regan, yang hanya mengandalkan apa yang ia lihat tanpa mencampur dengan perasaan apalagi logika.
"Ck, Delon goblok!" maki Grady
"Bilang apa, Ray?"
Grady meringis pelan saat melihat tatapan tidak mengenakan dari pemuda yang ia sebut goblok "Gak, berjanda,"
"Pacar lo janda," sahut Regan yang baru datang dan membawa satu mangkok besar
"Minuman gue?" tagih Delon
"Gak bisa bawa, gue bawa nih mangkok gede," tunjuknya pada mangkok yang ia letakan pada meja ruang tengah
"Apaan, tuh?" tanya Grady
"Makaroni."
Delon yang mendengar jawaban Regan merasa bingung, sebanyak apa makaroninya sampai harus wadahnya segede ini
Ia beranjak dan mengintip, pasalnya mangkok tersebut warnanya merah, jadi tidak terlihat
"Ini dikasih keju?" Regan mengangguk
"Coba aja," titahnya, lalu memberikan piring kecil dan centong nasi
"Enak gak, nih?" tanya Grady, ikut meninggalkan stik PS-nya
"Gak percaya, tanya aja aja Alka,"
Alka yang namanya disebut mendongak, ia baru saja membalas pesan masuk, "Makaroninya enak, ya?" Regan memberi kode, seakan menyuruh kembarannya menjawab iya
Alka mengangguk apa adanya, memang benar makaroninya enak, cuma kalau makan kebanyakan eneg, jadi ia kemarin hanya makan seperlunya, itu pun hasil paksaan Regan agar mencicipi jajanan yang dibuat oleh sang kembaran.
Delon dan Grady ikut mencicipi "Anjir! Ini mah makaroni schotel mozarella," ujar Delon saat merasakan makanan tersebut
"Lah, iya," sahut Grady
"Iya, memang, cuma ada beda dikit rasanya,"
"Sama aja anjir, bedanya dari mananya?!" tanya Grady ngegas
Regan berdecak, "Bedanya, ini gue bikin sendiri, gak beli!"
"Sama aja goblok, namanya."
"Beda, ini hasil tangan gue, otomatis bebas mau gue namain apaan,"
"Dihh!"
"Deb-
Bunyi deringan ponsel milik Alka membuat semua menoleh ke arah pemuda tersebut. Tampak, Alka berdecak kesal, lalu beranjak untung menerima panggilan.
"Kenapa dia?"
***
azekkkkk, uppp akhirnya, g jadi pnjng, kuku ku patah, bauat revisi susah, typo terus
babayyy
MADIUN, 27 MEI 2022
MEGAN
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen?
Teen Fiction[sebelumnya follow dulu] komen and vote ____________________________ Berubah drastis? Itu lah yang dialaminya, dengan menindas orang hobi baru baginya. Menyenangkan itu yang dia rasakan, rasa puas dia dapatkan. Tidak adanya keadilan yang ia dapatka...