note: typo tandain
Suasa yang semula tenang kini menjadi tegang. Pemuda dengan kaus putih polos kini kembali memasuki ruang tenggah, dan disambut oleh ketiga remaja yang sedang duduk lesehan sambil memperhatikan gerak-geriknya.
Delon tampak bingung, tak jauh berbeda dengan Regan dan Grady, memperhatikan wajah Alka yang kembali dengan menahan emosi. Ada apa?
"Lo kenapa?" tanya Regan, mewakili kedua temannya
Alka tampak acuh, namun tidak bisa dipungkiri, bahwa terlihat jelas ia sedang emosi.
Delon berdecak, "Ck, aneh lo!"
Alka sendiri menatap sinis pada Delon, ia berfikir, apakah temannya yang satu ini tidak pernah berkaca?
Merasa ditatap seperti itu tentu Delon waspada, ada apa? Sedangkan Grady dan Regan tampak saling tatap, memberi kode lewat tatapan
"Kalian ada masalah?" tanya Grady menengahi
Alka tampak menarik nafas dalam, lalu menghembuskan perlahan, "Bukan kita, tapi dia," Alka menjawab sambil menatap Delon tajam, tujuannya agar mereka paham, sasaran omongannya itu berada pada Delon
"Dia bermasalah."
Delon jadi ditatap oleh mereka semua, berbagai tatapan ia dapat, marah, kecewa, dan bingung, "Maksud lo apa?" kini ia berdiri, menjajarkan tingginya dengan Alka
"Harusnya gue yang nanya, maksud lo apa?"
Delon tampak bingung, "Lo, tuh, bahas apa, sih?! Yang jelas, dong!"
Alka tersenyum sinis, kini Grady dan Regan pun ikut berdiri, "Ini kenapa, sih, Ka?" tanya Regan sekali lagi
Pemuda yang ditanya mengidikan bahunya acuh, ia sudah malas setelah mengatahui semuanya. Marah, kecewa, dan tidak menyangka menjadi satu
Mendekat ke arah Delon, membisikkan sesuatu, yang ia harap Delon biss sadar akan kesalahannya
"Gue harap semua gak bener. Dan kalau bener, perbaiki dari sekarang, lo gak tau kedepannya bakal gimana. Karna saat ini remotnya bukan di lo, tapi di cewek itu, Raven."
***
Pemuda dengan switer navy itu sendari tadi mondar-mandir, ia bahkan sampai menghentak-hentakkan kakinya karna merasa kesal bercampur bingung
"Tolol!" Delon memukul kepalanya pelan, ia sungguh merasa frustasi
Ia berharap ada topik lain yang dapat mengalihkan atau bahkan bisa mengubur topik yang saat ini sedang bersemayan di dalam otaknya
Tok...Tokk...
Tanpa dapat izin, pintu terbuka, membuat pemuda tersebut terkesikap dan menatap malas pada Papanya
"Ada apa?" tanya Delon malas
Sanjaya memandang anaknya dengan tatapan sayang, lalu pandangannya beralih menatap penjuru kamar yang berdominan warna hitam, putih, dan abu
"Bisa ke ruang kerja Papa?" Tangannya melepaskan pada gagang pintu, kini tubuhnya yang tanya hanya muncul separuh karna terhalang pintu, kini terlihat seutuhnya
"Bicara soal apa?" Delon yang paham ingin langsung pada point
Pria paruh baya itu kini menghela nafas pelan, sesusah itu, kah? Kenapa anaknya sulit sekali menerima keadaan saat ini? Lalu ia harus bagaimana lagi?
"Sebentar saja, Nak." Sanjaya mencoba membujuk dengan senyum terbaik yang ia punya
Kini Delon dibuat berpikir lagi, ia sampai heran, kenapa ia susah menjadi remaja biasa seperti di luar sana? Kenapa harus dirinya?
"Kenapa, Pa? Kenapa Papa bersikap seperti ini, seolah-olah tidak terjadi apa-apa?"
Senyum Sanjaya perlahan memudar, "Lalu Papa harus bersikap bagaimana? Menjadi pendendam layaknya kamu? Membenci orang-orang yang di sekitar Papa, yang seharusnya bukan Papa benci, tapi harus Papa sayangi. Yang mana kamu minta?" Kakinya melangkah semakin masuk, dan duduk pada kasur putra semata wayangnya.
Sanjaya bisa melihat, Delon tersenyum kecut mendengar omongannya, "Kalau Papa bilang, harus disayangi, tapi kenapa Papa lakuin itu semua dulu?"
"Apa yang kamu pikirkan soal Papa dulu, sampai membuat Mama mu pergi?" tanya Sanjaya dengan putus asa
Delon yang capek berdiri, beranjak menuju meja belajarnya, ia menarik kursi kayu dan duduk dengan apik, "Apa Papa sendiri tidak sadar?" Delon bartanya balik
Pria paruh baya di depannya terkekeh, "Harusnya kamu yang sadar. Bersikaplah dewasa, apa kamu dari dulu bertanya pada Papa tentang kejelasannya? Kenapa kamu menyimpulkan sendiri?"
"Karna Papa sudah terbukti salah!"
"Bukti apa yang kamu maksud?"
"Mama pergi dari kita! Itu semua kesalahan Papa, kan. Semua gara-gara Papa!"
Sanjaya menggeleng tidak menyangka "Itu saja?"
Delon terdiam, apa yang dimaksud Papanya soal itu saja? Memang ada yang lain? Yang tidak ia ketahui?
"Delon, Mama mu pergi bukan karna Papa, tapi itu kemauan Mama mu sendiri."
"Tapi kemauan Mama itu ada karna Papa juga," jawab Delon malas
"Salah. Kemauan Mama mu murni dari dirinya, bukan dari sifat dan sikap Papa!" ujar Sanjaya tegas
"Mama mu pergi, karna ia ingin melanjutkan keinginannya, menemui anak gadisnya yang saat itu berada di Belanda. Mama mu memiliki anak perempuan dengan laki-laki lain. Setelah melahirkan putrinya, Mama mu meningalkan negara Belanda dan bertemu dengan Papa di Indonesia, kita menjalin kasih dan akhirnya memutuskan untuk menikah dan punya anak kamu,"
"Selama hamil kamu, Mama mu diam-diam mengurus percerain dengan suami pertamanya." Pria itu mengusap wajahnya kasar
"Papa tau kalau Mama sudah berkeluarga sebelumnya dari Mama mu sendiri. Ia bicara saat mau melahirkan kamu. Papa terkejut, sangat. Tapi mau bagaimana lagi? Papa menerima semua itu. Setelah kamu lahir, Mama mu benar-benar memanjakan dirimu, Mama mu bilang, ia sangat sayang padamu, dia tidak mau berpisah denganmu. Tapi, Mama mu mendapat kabar dari mantan suaminya, putrinya mengalami kecelakaan dan butuh donor darah. Sedangkan itu, yang cocok hanya mama mu seorang, dengan setengah hati mama mu pergi." Senyum Sanjaya mengembang, ia merasa lega karena sudah bercerita perihal ini
"Pergi? Tanpa pamit ke Papa?" tanya Delon terkejut
Sanjaya menggeleng, "Tidak. Sebelumnya kami memang sudah membahas ini, cuma..., Mama mu tidak menentu, ia ragu ambil keputusan. Pagi itu, saat Papa bangun, Mama mu sudah tidak ada, dan terjadi. Papa bisa mengira, Mama mu pergi saat malam hari,"
"Tapi, waktu itu Papa mabuk, pulang tengah malam, mana mungkin Mama pergi? Apa jangan-jangan Mama pergi, karna Papa juga!" tuding Delon, emosinya tidak bisa terkontrol. Ia tidak menyangka dengan sejarah mamanya, apalagi mendengar penuturan papanya bahwa mamanya sudah berkeluarga terlebih dahulu tanpa bilang sebelumnya
"Justru itu, Papa datang dan masuk ke kamar. Papa melihat mama mu berkemas, tapi Papa hanya diam dan tidak mencegah. Papa tidak bisa berpikir jernih karna pengaruh alkohol. Alhasil, saat Papa bangun, mama mu sudah pergi." Senyum Sanjaya tetap terapantri, ia rindu dengan wanita itu
Sedangkan pemuda itu—Delon, tetap diam merenung, fakta baru kembali mengejutkannya. Ia memiliki seorang Kakak? Di mana ia sekarang?
***
yah..., bingung
kangen sama bunda...,
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen?
Teen Fiction[sebelumnya follow dulu] komen and vote ____________________________ Berubah drastis? Itu lah yang dialaminya, dengan menindas orang hobi baru baginya. Menyenangkan itu yang dia rasakan, rasa puas dia dapatkan. Tidak adanya keadilan yang ia dapatka...