🌠delon⚡

9 1 0
                                    

Note: typo tandain.

Akhir-akhir ini nemu banyak ide yang hampir keluar outline. Mau dicoba cuma g dulu, deh. Aku rasa cerita Queen Bullying bakalan rada panjang. Biar jelas gimana kompleksnya.

Hari Senin tiba, hari menyebalkan sepanjang masa. Kali ini Olla sudah siap dengan seragam sekolahnya.

Genap satu bulan Kakaknya tidak datang ke rumahnya. Sebuah keberuntungan baginya, tidak ada ganguan apa pun yang ia takutkan. Namun, kali ini terasa lebih kompleks.

Lemari pendinginnya ia tatap dengan seksama. Banyak sekali sayur-mayur dan beberapa makanan ringan lainnya. Minuman siap saji juga berjejer rapi di rak pintu. Tapi bukan itu masalahnya, makanan pokok yang tersedia cukup buat seminggu ke depan, untuk seminggu ke depannya lagi bagaimana?

Gadis itu menghela nafas kasar dan berdecak, kali ini ia malas masak. Dengan kasar meraih roti bantal dan melahapnya.

Otaknya bekerja dengan keras. Ia harus kembali mengisi saldo ATM-nya. Oh may God!

Sedikit celah, ada niat pada otaknya ia akan pindah dari sini. Tujuannya tetap sama, menghindari keluarga. Berjalan cepat dan meraih tas birunya, ia akan memikirkan di perjalanan nanti.

Sekolah sepi. Memang. Seperti biasa Olla akan datang awal pulang akhir. Otaknya terasa panas, walau tidak ada orang di sekitarnya tapi pikirannya sungguh ramai.

Duduk pada bangkunya, menumpu kepalanya pada lipatan tangan. Sial! Apa yang harus ia lakukan, jika tidak segara menemukan jalan keluar, bisa dipastikan minggu depan dan selanjutnya ia akan kelaparan.

Belum lagi SPP sekolahnya. Sial, benar-benar sial. Ia ingin cepat pulang, sangat menyesal kenapa hari ini ia datang ke sekolah. Keputusan sekolah dalam mengadakan Upacara Bendera membuatnya kembali merasa menyesal. Seharusnya tadi ia di rumah saja. Bekerja.

Ruangan kelas bertambah manusia, suasana tidak sehening tadi. Olla mendongak, melihat jam pada ponselnya. Jam 7 kurang 12 menit.

Ia menyerit heran, tumben. Biasanya pagi begini pemuda dengan senyum menyebalkan datang menghampirinya, menggodanya hingga ia sedikit salting. Ingat, sedikit

Olla menghiraukan itu, bel berbunyi dan benar. Karena cuaca mendukung untuk melakukan kegiatan rutin di hari Senin. Ini benar-benar menyebalkan.

"Pangeran lo mana?" Pertanyaan itu membuat Olla berhenti jalan dan menatap malas pada dua sejoli sok suci.

Delbar dan Capella. Kedua gadis itu tampak benar-benar modis. Penampilannya yang tidak norak dan fashionable membuat mereka memiliki daya tarik tersendiri.

"Kayaknya udah gak jaman pangeran, deh," ucap Pella memainkan pucuk rambutnya.

Delbar tertawa. "Jamannya apa dong?" Seakan paham ke mana arah pembicaraan temannya gadis itu mengimbangi.

Capella mengidikan bahu dan berkata, "Mungkin ajudan ketemu tukang kebon gila pengakuan." Setelah mengatakan itu dua gadis itu tertawa ngakak dan melenggang pergi meninggalkan Olla yang berusaha memahami kata-kata mereka.

Sial, nambah beban pikiran saja. Dengan itu gadis itu putar balik menuju UKS, dia tidak akan sudi berdiri panas-panas dengan pikiran yang kacau balau.

Ruangan penuh dengan gorden bersekat-sekat ini sepi. Olla menyerit heran, harusnya ada anak PMR dan KKR di sini.

Merebahkan punggungnya, memejamkan mata. Otaknya tak bisa diam, bahkan suasana hatinya terasa buruk.

"Yang bener anjir, luka parah gak!?" Suara itu membuat Olla membuka matanya. Kegaduhan yang tercipta oleh kaum hawa di depan sana membuatnya berdecak malas. Ada apa, sih?

"Katanya sampe mimisan, dipukul bagian tulang rawan hidungnya." Samar-samar Olla mendengar itu.

Sepertinya upacara hari ini tidak berjalan lancar. Olla mengidikan bahu merasa bodo amat dan kambali menutup mata. Ia ingin tidur sebentar.

***

Kriett

Suara itu dari brankar yang dihuni. Dibantu oleh anak PMR agar ia terasa nyaman saat duduk di sini.

"Ambil es batu sama kain," perintah ketua mereka. Sedangkan kedua gadis berrompi hijau dengan lambang UKS meraih tissue dan kapas.

"Gue bisa sendiri. Thanks," ucap pemuda tersebut, merasa ini sebuah kealayan. Kena tonjok saja begini yakali langsung panik. Lakik kagak lu?

Dua gadis itu mengangguk ragu, melihat bagaimana pemuda itu membersihkan sisa-sisa darah di hidungnya dan beberapa di lengannya.

Temannya yang lain datang sambil membawa es batu dan kain.

"Taruh aja situ, gue bisa sendiri. Thanks, kalian bisa tugas di lain." Akhirnya tiga gadis tadi melenggang pergi.

Dengan hati-hati ia menempelkan es batu berbalut kain pada tulang pipinya. Nyeri ngilu banget.

"Shhh."

Ponselnya dalam saku berdering, tanpa pikir panjang ia langsung memencet tombol hijau. "Di UKS." Meletakkan kompresnya dan mencoba merebahkan tubuhnya pada ranjang UKS

"Ya kalo sampe bener terjadi, gue pastiin Raven mati. Gitu aja ribet."

Sambungan telpon terputus, pemuda itu mengidikan bahu acuh, ia tidak peduli. Tidak ada rugi dan untungnya juga bagi dirinya. Jika pihak sana meminta bantuan, ia bantu sebisanya.

Sibuk berkutat dengan ponsel hingga dia tidak sadar, mendengar dengkuran nafas yang cukup bisa didengar dalam ruangan hening seperti ini.

Sepertinya ada manusia lain di sini. Pemuda itu berdecak, ia kira hanya dirinya dan ia akan bebas melakukan apa saja, termasuk yang satu tadi.

Dengan kasar ia menyibak gorden yang berada pada sisi kanannya, dan benar ada sosok manusia berjenis kelamin beda dengannya.

Ia menyerit heran saat merasa tak asing dengan manusia satu ini di depannya. "Ini target bully itu gak, sih?" tanyanya pada diri sendiri.

"Ekhm, ah bukan. Sekarang udah gak jadi target bully, ya." Jika dilihat, manusia di depannya ini benar-benar cantik. Bahkan saat terlelap sekalipun.

Bentuk tulang pipinya, hidungnya, bibirnya, betapa lebatnya bulu mata itu. Ini benar sempurna. Tapi apa yang diincar darinya sampai-sampai ia dibully?

Bukan rahasia umum lagi, seluruh warga sekolah selalu bertanya, mengapa gadis cantik yang satu ini menjadi target utama dalam aksi tindak kriminal dalam hal perundungan?

Padahal sangat jelas sekali. Tak jauh-jauh dari kata sempurna. Gadis sejuta rahasia ini membuatnya merasa tertarik, tentu. Ingin mencoba?

***

Terima kasih jika ada yang baca. Next time, kalo baca janlup vote, ya!

Hargai karya penulis dengan memberi vote, komen, dan nikmati bacaan tanpa kegiatan plagiat!

No copas!

Pembaca yang bijak tau cara bagaimana menghormati dan menghargai penulis karya yg ia baca.

Love you! And see you!

Queen?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang