Camaraderie 11 ~ Kangen

4.6K 300 14
                                    

Dari tadi Raihan hanya berbalik ke kanan dan kiri di atas kasur sembari memeluk guling, mau peluk istrinya tapi lagi marah. Mulutnya tidak sengaja berbicara sangat panjang, tapi ia sama sekali tidak ingat apakah ia menggunakan nada yang tinggi.

Nessa mana paham Raihan sudah menahan kerinduan ditinggal beberapa hari. Jangan-jangan istrinya itu biasa saja. Malah senang berjarak dengannya.

Sagara merengek di tempat tidurnya, jadi Raihan mengambil untuk menemaninya tidur di atas ranjang yang besar. "Mama marah sama Papa, dek." adu Raihan pada anaknya. Padahal Sagara sudah melanjutkan kegiatan di alam mimpi.

"Bangun dulu bentar, Papa harus gimana?"

Anaknya masih berumur bulan, mana mungkin ia menuruti permintaan Papanya.

"Kamu bisa tinggal sendiri? Papa mau nyusul Mama." Tapi jika dia nyusul, siapatau emosi di dalam diri istrinya masih ada, yang ada mereka akan bertengkar lagi. Tidak tega juga ia meninggalkan anaknya, makin di amuk lah dia sama Nessa.

Sayang kamu udah bobo belum?
pls jangan begadang ya.
Atau kalo kamu memang nggak bisa bobo kita bisa begadang bareng, aku nyusul ya?

Raihan baru saja mengirim pesan pada istrinya. Pura-pura saja tidak ada masalah di antara mereka walau sebenarnya memang tidak ada.

Tidak ada balasan setelah beberapa menit berlalu. Istrinya itu memang sudah bisa tertidur atau sengaja tidak membalas? Raihan mengacak-acak rambutnya gusar. Nessa tidak pernah seemosi ini hingga perempuan itu memberi ruang.

"Maafin Papa ya dek, semoga kamu tetap menyayangi Papa setelah ini. Yang perlu Sagara tahu sampai kapan pun Papa tetap sayang adek" Raihan menyusun guling dan bantal mengelilingi anaknya. "Ini juga salah satu cara agar kamu terbiasa bobo di kamar yang berbeda dengan Papa Mama." Sebelum beranjak dari kasur, Raihan mencium seluruh wajah anaknya sambil meminta maaf dalam hati.

Kemudian, ia mengambil baju istrinya untuk nanti pagi, agar istrinya tidak kerepotan. Raihan keluar dari kamar pelan-pelan, lalu menuju tangga yang akan mengantarkannya ke lantai atas rumah ini dan ketempat dimana istrinya berada.

"Bismillah," ucapnya pelan saat membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Hanya lampu tidur di atas nakas yang menerangi ruangan ini, terlihat juga istrinya di balik selimut sedikit menampakan bagian wajah.

Raihan naik di atas ranjang dengan pelan agar tidak menganggu istrinya. Namun sayang, keberuntungan sedang tidak berpihak padanya.

Nessa sadar ketika pintu terbuka, baru saja matanya bisa terlelap, kedatangan suaminya membuyarkan kantuknya. Tetapi, ia pura-pura tidak peka akan semua yang baru saja terjadi. Suaminya itu bergabung di balik selimut yang sama, selanjutnya memeluk Nessa tanpa ragu. Ia biarkan selama beberapa menit, karena sejujurnya dia sangat merindukan Raihan.

Helaan nafas teratur dari Raihan terdengar, suaminya malah gampang tertidur. Jadi, Nessa berbalik menghadap suaminya dan membalas pelukan tersebut. "Sagara kamu tinggalin sendiri ya." gumamnya.

"Sayang maafin, ayo tidur lagi." Raihan mengusap belakang tubuh istrinya. "Maafin aku, udah ganggu tidur kamu."

"Nggak sabaran banget, besok pagi aku pasti ketemu kamu terus minta maaf. Kenapa buru-buru banget sih ketemu aku sampai tinggalin anaknya sendiri." Sekarang, Nessa yang bergantian mengomel.

"Maafin aku kelepasan bicara tadi, murni karena aku nggak mau kamu sakit, Sa."

"Iya aku paham."

"Suara kamu datar, aku nggak dimaafin ya?" tanya Raihan pelan.

Cup. Nessa telah memberi ciuman di dagu sang suami, karena ia malas bergerak untuk melakukannya di lain tempat.

"Nessa, kamu nggak kangen aku apa? Berani banget tinggalin aku sama Sagara di kamar."

CamaraderieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang