Camaraderie 23 ~ Nessa's reaction

3.9K 282 10
                                    

Setelah potong rambut, keliling Mall sebentar sambil mencari apa yang diinginkan Sagara, Papa dan anak itu langsung menuju bandara. Tadi tidak berpikir, sekarang Raihan malah kepikiran sama reaksi istrinya ketika melihat ia dan putra mereka.

Potongan rambut yang tidak biasa. Cukup sadar dengan bentukan potongan jamet tapi lumayan keren. Apalagi Sagara terlihat lebih ganteng. Raihan mencari topi di dashboard mobil untuk dipakai demi menutupi potongan rambutnya yang mungkin bagi sebagian orang sangat aneh. Dan juga, agar Briana terkejutnya di rumah saja, karena istrinya itu kan kalau benaran kaget suaranya nyaring dan sedikit berlebihan.

Raihan memperhatikan Sagara yang berceloteh senang selama perjalanan. Kebahagiaan anaknya tertular padanya. Ia pun ikut menyambung celoteh bahasa planetnya Sagara. Raihan semakin sadar, anaknya semakin bertumbuh besar. 2 hari merawat anaknya sendiri tanpa bantuan, ia menyesal karena begitu banyak waktu yang tidak bisa dihabiskan bersama sebelumnya. Sangat penting menjadi saksi proses tumbuh kembang si buah hati.

Setelah parkir kendaraan, Raihan bergandengan tangan dengan Sagara masuk ke dalam bandara. Hari ini, Anaknya benar-benar tidak ingin menggunakan stroller, ya sudah Raihan turuti. Kalaupun putranya itu capek, ia siap menggendong.

"Adek," teriak Bintang yang ternyata sudah berada di bandara bersama Ayahnya sembari berlari mendekat.

Dan Sagara tidak membuang kesempatan, melihat kakaknya, balita tersebut langsung mengajak Bintang berlari-lari kecil.

"Jangan kejauhan mainnya ya Bi, banyak orang disini." ujar Raihan.

"Okai Papa,"

"Destinasi di Malang cantik-cantik, ke bromo yuk?" ajak Abi.

Raihan menoleh setelah memastikan anaknya itu bermain di jangkauannya. "Daripada ke bromo gue tertarik ke labuan bajo."

"Rencanain Han kapan bisanya, gue pengen liburan bareng-bareng lagi."

"Gue nggak bisa janji Bi, sama Nessa aja belum bisa ditepatin." Akui Raihan. Minimal memenuhi keinginan istrinya itu untuk ke Malang, Raihan tidak sanggup berakhir istrinya berlibur bersama teman-temannya.

Sagara mendekat, meminta minumannya yang di botol. "Acih," balas Sagara.

"Kalau minum harus duduk," Raihan mengangkat anaknya untuk dipangku.

"Papa, Bibi ikut kerumah Papa ya?" ujar Bintang meminta izin.

"Bunda pulang Bi," sahut Abi.

Raut wajah Bintang langsung berubah menjadi lebih sedih. Memang, beberapa bulan ini Bintang sudah sangat jarang kerumahnya. Alasan yang Raihan dengar dari istrinya sih karena Bintang sudah masuk sekolah. Rumah mereka selalu terbuka untuk Bintang, seperti yang Briana bilang Bintang merupakan anak pertama mereka, menjadi kakak perempuan Sagara, dan sangat berjasa menyatukan kedua orangtuanya.

"Besok?"

"Ngapain ke rumah Papa?" tanya Abi pelan.

"Belenang sama Mama sama adek."

"Dirumah juga kan bisa."

Bintang mengambil posisi duduk diantara Papa dan Ayahnya. Namun, yang membuat Abi semakin kesal, anak perempuannya bersandar pada Raihan. Raihan ingin tertawa tapi tidak mungkin. "Udah Bi, izinin aja."

"Besok deh, Ayah janji Ayah anterin Bintang kerumah Papa Raihan."

"Benel Yah?"

Abi mengangguk, menautkan jari kelingking dengan putrinya.

Pantas saja Raihan tidak merasakan pergerakan kecil apapun dari putranya, ternyata Sagara sudah tertidur. Pesawat yang membawa istrinya itu dari Malang belum tiba.

CamaraderieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang