Camaraderie 28 ~ Sayang

3.9K 308 19
                                    

"Yellow," sebut Sagara sambil menyentuh beberapa pensil warna yang berada di kotaknya. "Yellow Mama," sambungnya meminta bantuan pada Mamanya untuk mengambilkan warna yang diinginkan.

"No baby, yellow yang ini." Nessa menunjuk pensil warna yang dinginkan anaknya. Tadi Sagara memegang pensil berwarna merah. Terdapat 3 susun pensil warna dalam kotak besar, yang dihadiahi oleh Ibunya untuk Sagara. Tahun ini, banyak sekali hadiah yang diterima putranya dan semua bermanfaat.

Sagara menerima pemberian Mamanya, lalu melanjuti coret mencoret di atas kertas putih berukuran besar, agar meminimalisir coret di dinding. Soalnya Sagara sudah mulai mencoba.

"Led! Led Mamah!" Kali ini anak cowok Nessa memegang pensil warna yang benar sesuai yang disebutkan.

Nessa mengangguk antusias seperti anaknya yang tertawa senang karena benar.

Mas Suami ❤️

Mass, kamu kepengen makan apa untuk makan malam?

Diam-diam Nessa mengirim pesan pada suaminya, karena tidak ingin dilihat oleh Sagara. Pokoknya jangan bermain ponsel di depan Sagara. Bayinya sudah mulai banyak bertanya dan penasaran pada ponsel. Pernah sekali kebablasan di beri ponsel saat makan, kemudian hari berikutnya tidak mau makan kalau tidak dikasih ponsel. Padahal yang di tonton
sama saja seperti yang ada di layar televisi.

"Adek, kan Mama kasih kertas, kenapa lantainya di coret." tegur Nessa santai.

"Antik ko Mama." jawab Sagara fokus pada pekerjaannya mewarnai lantai.

"Nggak cantik, dek. Cantik di kertas."

Tak hanya lantai, kedua kakinya pun Sagara beri warna. Kebetulan pensil warna yang dipegangnya sekarang berbahan cair seperti spidol.

Nessa menghembuskan nafas penuh kesabaran sembari beristighfar.

"Aladzim," sahut Sagara meniru Mamanya.

"Habis main, mandi sore ya. Bentar lagi Papa pulang lho." ujar Nessa membiarkan anaknya melakukan apapun dengan pensil warna. Ia pergi ke dapur, melihat persediaan bahan masak untuk masak makan malam. Sebenarnya Ia sendiri bingung mau makan apa makanya bertanya dengan Raihan yang sampai sekarang tak kunjung ada balasan.

"Mama haus," ternyata Sagara menyusul ke dapur.

"Dek Sagara mau jadi seniman ya?" tanya Bude tertawa geli setelah melihat tubuh Sagara penuh warna.

"Yang ngin Mama." protes Sagara mengindahkan pertanyaan dari Bude. Lalu, "No De." jawabnya menggelengkan kepala.

Nessa mengambil air putih yang dingin, untuk sang tuan kecil.

"Makaccsih Mama," ucap Sagara langsung meminum air dingin yang dipintanya.

"Kalau nggak jadi seniman, jadi dokter kayak Papanya adek Sagara ya?" Bude masih ingin bertanya pada Sagata.

Sagara mengangguk. "Ya Papa."

"Nggak mau kayak Mama?" timpal Nessa.

"No." tak perlu berpikir, kata tidak, lolos begitu saja dari bibir mungil putranya. Lagian Nessa jadi apa yang harus diikuti oleh Sagara?

Bude terkekeh, "Kayak ngerti ya Mba,"

"Kan Sagara udah gede, bude." balas Nessa mencium gemas pipi anaknya.

****

"Papa lama Mama.." ucap Sagara sudah mengantuk namun tidak mau diajak tidur dikamarnya. Balita itu mau menunggu Papanya pulang. Sekarang, mereka menunggu di ruang keluarga sembari menonton tayangan kartun.

CamaraderieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang