Camaraderie 9 ~ Semarang lagi

4.7K 329 7
                                    

"Hangat badan si adek," komentar Raihan pagi ini, baru detik ini juga putranya itu mau bersamanya. Sedari malam, dibujuk sedemikian rupa pun tidak mau.

Nessa menoleh sekilas, tidak memberi tanggapan karena ia sibuk membereskan perlengkapan yang dibutuhkan saat di pesawat. Keberangkatan mereka siang nanti, jadi masih ada sedikit waktu untuk mengerjakan hal yang lain.

"Ini warna biru," Raihan memegang dua mobil mainan kecil yang berbeda warna. Warna biru di tangan kanan. "Ini warna merah," katanya lagi menunjukan warna merah di tangan kirinya. Diulangnya hingga tiga kali lalu dia memberi ujian pada Sagara. "Yang mana warna merah?" tanyanya.

Sagara berpikir, matanya terus menatap kewarna biru, Raihan pikir pengenalan warna akan gagal di uji pertama. Namun, tangan si bayi menyentuh tangan kiri Papanya sambil tersenyum. "Adek bayi pinter," Raihan memberikan ciuman gemasnya untuk sang anak sebagai tanda hadiah.

"Setelah waktu itu, aku pernah ke Semarang lagi mas. Sama Ibu, Oma dan Maminya Cia. Cuman pengen beli lumpia asli." Nessa bergabung dengan suami dan anaknya yang sedang bermain di depan televisi.

"Oma suka banget ya sama lumpia?"

Nessa mengangguk, jika ada kesempatan ia akan beli banyak lalu diberikan pada Omanya. "Karena beliau suka rebung, katanya makanan sehari-hari masa kecil."

"Yasudah nanti kamu beli untuk Oma, kita ke Bandung."

"Siap! Mas, kamu kalau ada libur dua atau tiga hari gitu ke Malang yuk?" Malang selalu jadi tempat destinasi wisata favorit untuknya.

"Malang mulu, dulu kamu juga ke Malang."

"Karena bagus! Sekalian sama Cia, Audy gitu pasti setuju." Suaminya belum mengatakan iya, Nessa sudah berani membayangkan liburan yang asik.

"Aku usahakan ya sayang, tapi aku ngga bisa janji dalam waktu dekat."

"Its okay Papa, yang penting ulangtahunnya Sagara kamu bisa."

Raihan melihat anaknya yang bermain sendiri, anaknya ini sudah hampir setahun? Dari proses tumbuh kembangnya memang mendekati angka satu, tetapi dia tidak menyangka putra mereka akan berusia satu tahun. "31 Oktober kan?" tanyanya memastikan.

"Yes, dan dua bulan lagi. Ya Allah, ngga sabar. Adek sehat terus ya." Nessa memakaikan kaos putih dan celana jeans pendek untuk anaknya, sebentar lagi mereka akan meluncur ke Bandara.

Setelah semua siap, Raihan mengantarkan istri dan anaknya ke Bandara yang akan berangkat dengan Mama dan kakaknya. "El ikut juga ya?"

"Ikut, liat aja ntar di Bandara."

Padahal masih hari Sekolah, beruntung sekali Eleanor—keponakan pertamanya itu lahir dari kedua orangtua yang tidak masalah dengan absen si anak untuk mengikuti acara keluarga. Sedangkan dulu, jika tidak libur panjang mana pernah Raihan berangkat atau sekedar mengikuti acara keluarga. "Kamu ngga penting di acara itu," kata Papanya dulu. Jadi, ia harus sekolah.

"Aku tinggal bareng nenek buyut kan dulu mas, jadi aku bebas mau sekolah atau nggak. Terus ya nenek ku banyak acara jadi aku sering ikut." Nessa menceritakan kehidupan masa kecilnya karena ia tahu Raihan sedang iri dengan Eleanor. "Kalau Ayah nggak pernah izinkan aku untuk libur Sekolah."

"Sebenarnya baik, kita nggak bakal ketinggalan mata pelajaran. Cuman jadi nggak seru, sekolah mulu." balas Raihan mengeluh. Pastilah jadi siswa sekolah pernah merasakan titik jenuh masuk sekolah setiap hari. "Aku pernah iri sama Tian, sering banget dia libur."

"Iya," Nessa tertawa. "Kalau Tian ke Balikpapan, aku pasti libur sekolah. Dengan alasan kasian Tian nggak ada temannya di rumah."

Jadi, setiap Tian bolos sekolah adalah bertemu Nessa di Balikpapan sana? Temannya itu tidak pernah menunjukan persahabatan dengan istrinya secara langsung, jadi ia tidak bisa menangkap bahwa mereka cukup dekat. "Tian sering kesana?"

CamaraderieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang