Camaraderie 77 ~ What If

3.1K 314 35
                                    

"Ini rumah kamu, memang sudah seharusnya aku yang keluar!" ujar Raihan dengan suara tingggi.

Suara yang tidak pernah Sagara dengar selama Ia menjadi anak dari Papanya. Diam-diam, Sagara menguping pertengkaran kedua orangtuanya yang luar biasa baru pertama kali ini Sagara lihat.

Mama dan Papa tidak pernah meninggikan suara saat sedang ribut tapi kali ini sepertinya masalah yang dialami keduanya sangat rumit sehingga bisa mengeluarkan intonasi nada yang mampu buat Sagara terkejut sekaligus marah.

Masalah apa yang menghampiri hingga mereka tidak bisa mengontrol emosi dalam diri mereka masing-masing?

Kemana jiwa Papanya yang tenang itu? Mengapa terlihat sangat marah, mengapa berani sekali berteriak di depan wajah Mama? Pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala Sagara tidak ditemukan jawabannya, justru Sagara harus mendengar kalimat asing yang tidak ingin di dengar jika di suruh pilih.

"Aku nggak bisa kayak gini terus, lanjutkan urusan mu, biar aku yang ngurus perceraian kita," ucap Papanya masih dengan suara tinggi.

Sagara tahu kamar kedua orangtuanya itu kedap suara lalu kenapa tidak bertengkar disana saja? Kenapa harus di meja makan pada malam hari? Mereka tidak tahu apa, ruang makan masih ruang umum di rumah ini?

Sembari melipatkan kedua tangannya, Sagara bersandar pada lemari setinggi pinggangnya itu sambil menunggu kedua orangtuanya sadar jika pertengkaran mereka di dengar oleh Sagara.

"Sudah bertengkarnya? Kapan kalian akan bercerai?" Sagara langsung bertanya begitu Papa jadi orang yang pertama keluar dari ruang makan. "Aku nggak akan ikut diantara kalian, jadi rawat saja Sissy, kalau nggak bisa, aku bisa!" Lanjutnya dengan suara yang tenang.

Walaupun kecewa, Sagara masih mampu menatap Papanya.

"Sekolah ku ada asrama, aku akan tinggal disana,"

"Kamu di rumah temani Mama," ujar Raihan datar.

"Kenapa harus aku?" Sagara menatap Mamanya yang berada di belakang Papanya. "Besok aku akan ngurus formulir pengajuan tinggal di asrama. Mama sama Papa selesaikan urusan perceraiannya, aku tunggu kabar itu,"

"Kamu masih SD jangan sok besar, Sagara! Kamu ngira tinggal di asrama itu enak?" Mamanya bersuara sembari mengeluarkan kalimat yang terdengar meremehkan anak pertamanya.

"Daripada aku tinggal disini tapi harus dengar kalian bertengkar terus?" Balas Sagara tidak gentar menyalakan api lewat tatapan matanya meski yang di hadapinya sekarang adalah orang tua kandungnya.

Sudah 4 hari Mama dan Papa tertangkap basah tengah bertengkar dan kali ini sudah menuju perpisahan. Sagara tahu arti perceraian karena teman-temannya banyak yang tumbuh bersama orangtua yang sudah berpisah.

"Papa keluar dari rumah, kamu nggak akan dengar pertengkaran Papa dan Mama lagi," setelah mengucapkan kalimat tersebut, Raihan meninggalkan tempat.

Sedangkan Nessa dengan mata sembabnya memohon pada Sagara agar tidak melakukan keinginan putranya. "Mas, disini aja ya. Sissy butuh teman dan dia cuman mau sama kamu, kakaknya,"

"Mama sama Papa egois!" seru Sagara.

"Maaf,"

"Sissy lebih butuh Mama dari aku,"

"Sagara," Nessa semakin mendekat dengan putranya, memangkas jarak yang terbentang cukup panjang. "Mama mohon sekali ini aja, jangan keluar dari rumah ini kayak Papa,"

"Coba jelaskan sama aku, kenapa Papa milih keluar dari sini?" tantang Sagara.

"Nanti Mama jelaskan,"

CamaraderieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang