Camaraderie 73 ~ Cafuné

3.6K 353 34
                                    

"Belum lama ini bukannya dokter Raihan punya pasien yang koma juga?" Dokter Ditto bertanya sangat formal sambil mengingatkan kembali bahwa Raihan sebelumnya sudah pernah merawat pasien yang koma. Setengah tahun yang lalu tepatnya.

"Hanya butuh waktu bukan?" Dokter Ditto bertanya lagi.

Raihan menanggapi dengan anggukan pelan, betul hanya butuh waktu menunggu pasien benar-benar kembali menyadari semuanya. Pasien yang terbangun dari tidur panjangnya akan sulit beradaptasi karena tubuh mereka yang tidak pernah bergerak berubah sangat kaku, mengeluarkan suara hanya sepatah-patah dan berkomunikasi seadanya.

"Yang luka ringan karena kecelakaan aja bisa trauma, apalagi istri kamu yang mengalami koma 7 hari. Sebagai suami, anda sudah melakukan yang terbaik untuk istri anda," ujar dokter Ditto tersenyum.

Hal yang buat Raihan terus mendesak pada dokter Ditto yang menangani istrinya adalah, istrinya yang tidak mau menanggapi Raihan ketika di ajak mengobrol. Sedangkan yang lain dengan mudah istrinya itu menanggapi walau hanya sekata. Memang baru dua hari sadar dari koma, tapi ini sangat aneh.

"Menurut dokter, istri saya baik-baik aja kan? Tidak mengalami amnesia?" Raihan menghentikan lamunannya dan bertanya sesuai isi pikirannya yang terlalu khawatir dengan keadaan Briana.

"Anda Dokter spesialis sama kayak saya, kenapa anda tidak mencoba sendiri untuk memeriksa keadaan istri anda?"

"Saya sedang cuti," jawab Raihan apa adanya.

Dokter Ditto tertawa, mengerti sekali dengan keresahan yang dialami teman sejawat di depannya. "Kalau istri anda amnesia kenapa hanya dokter yang dilupakan?"

Raihan pun tidak tau jawabannya. Ayah mertua, kakak ipar dan keluarganya sudah datang menjenguk sedari kemarin meski masih terbatas karena belum pindah ke ruang inap. Semua mendapatkan respon yang baik dari istrinya dan Raihan tidak mendapatkan itu.

Pagi ini setelah Briana dipindahkan di ruang inap, Raihan menemui dokter Ditto untuk menanyakan situasi aneh yang terjadi. Dokter Ditto selalu menjawab bahwa Briana baik-baik saja makanya sudah bisa di pindahkan.

"Kemarin istri kamu tanyain kamu," kata dokter Ditto berhasil membuat Raihan mendongak setelah menunduk beberapa detik yang lalu untuk melamun. "Oh ya, saya ada visit," lanjut dokter Ditto kemudian beranjak ingin meninggalkan ruangan. Tidak melanjutkan pembahasan tentang istri Raihan yang bertanya.

"Terima kasih dok," ucap Raihan akhirnya. Kedua dokter spesialis itu keluar bersama namun berbeda arah. Dokter Ditto ke arah kanan dan Raihan ke kiri kembali ke ruang inap sang istri.

Dia harus bertemu istrinya dulu walau nanti pasti mereka saling diam di ruangan dan sesudah itu Raihan harus mengunjungi putri kecilnya.

Namun, sampai di depan ruangan bukannya segera masuk, Raihan hanya mampu berdiri di depan pintu sambil mencuri dengar percakapan antara istri dan Mamanya. Briana mau keluarin suara untuk yang lain, lalu kenapa sama Raihan sepertinya sulit sekali?

Tidak jadi bertemu sang istri, Raihan memutar tubuhnya ke arah sebelum ruangan ini. Yaitu ruang NICU, bertemu Synan lebih dulu bisa meredakan pikiran berat yang menimpa sehingga menjadi beban untuknya.

Memang hari ini telat sejam dari waktu biasanya Ia mengunjungi si kecil karena Raihan harus mengurus Mamanya Synan pindah ruangan dan bertemu dokter Ditto.

"Selamat pagi adek," sapa Raihan, benar saja kepalanya langsung ringan ketika bertemu si bayi yang pintar sekali pagi ini. Synan memberikan senyum cantiknya untuk Papanya.

CamaraderieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang