Rumit

24 1 0
                                    

"Pisau tidak akan memotong tanganmu jika kamu mampu menggunakannya dengan baik, Seperti itulah takdir"
***

Sadri menguap dengab lebar, dilihat kearah dingding kamarnya, disana sudah ada jam yang memperlihatkan angka 06.30. Melihat ke samping tak ada pria itu di sana

Mencari cari keberbagai sudut kamarnya, ternyata pria itu duduk di balkon entah apa yang dilihat hingga tak mengalihkan pandangan sedkitpun dari sana.

Tok.

Tok.

"Kembaran monyet udah bangun belomm" bundanya berteriak dari luar kamar.

"Calon presiden udah bangun bunn" sadri balas berteriak dengan poisi masih memeluk bantal dengan manja.

Pria yang mendengar sahutan  itu masuk kembali kedalam kamar sadri, menatap pria yang memeluk bantal dengan manja penuh penjelasan.

"Oh dia bunda gue, jan heran sikapnya emang ke anak muda" sahut sadri dengan menguap lebar.

"Lo udah mandi belom buluk?"

Pria yang barusan di tanya menatap horor padanya.

"Gak salah ngomong lo? Lo ya buluk bukan gue"

"Serah, lo dah mandi?"

"Ya udah lah"

"Oh" sadri turun dari ranjangnya dengan malas, ia berjalan lunglai ke arah kamar mandi untuk mencuci muka saja,mana mau pria itu mandi jam segini, kaga kebayang dinginnya ke apa.

Tak berselang lama pria yang tadinya memeluk guling dengan manja itu sudah keluar dengan wajah yang sedikit segar, pria yang sedang duduk di ranjang sadri hanya menatapnya tanpa suara.

Sadri, pria itu mengganti kaosnya dengan kaos oblong berwarna abu, matanya jelas sekali masih menahan kantuk, berjalan malas ke arah pintu kamarnya, berniat untuk sarapan pagi yang pastinya sudah tersedia dengan manis di meja makan.

Ceklek.

Tap

Tap.

Langkahnya berhenti ketika akan menuruni tangga, serasa ada yang hilang batin sadri. Pria itu melihat ke arah belakang. Mencoba memikirkan sesuatu yang terasa tertinggal. Mengetuk ngetuk jari telunjuknya di dagu, detik berikutnya pria itu membulatkan mulut seperti berbentuk hurup 'O'.

"Eh iya si buluk ke tinggalan" gumamnya lalu kembi berbalik ke arah kamar. Hanya butuh beberapa langkah untuk sampai ke depan pintu kamarnya.

Terlihat pria itu sedang anteng memainkan ponsel di tangan, tanpa sadar sadri sudah berdiri menatapnya dari ambang pintu.

"Oi buluk, lu kaga mau ikut gue makan?"

"Hm"

Tanpa basa basi pria itu langsung berdiri lalu menghampiri sadri, mengekori pria itu dengan perasaan cukup kesal. Bukan apa apa pria itu kesal karena sadri melengoa begiti saja tadi, padahal dirinya sudah menahan lapar dari sejak bangun tadi.

Sementara tanpa raut bersalah sedikitpun sadri hanya berjalan santai ke arah meja makan, di sana sudah ada bunda dan ayahnya yang pastinya sedang bermesraan seperti anak muda.

"Masih pagi ekhem"

Pria yang bersama sadri mengekori tanpa sepatah kata, menggeser kursi lalu mendudukan diri di sana. Di sambut dengan senyum hangat dari kedua orang tua sadri yang seperti anak muda itu.

"Ye biarin lah, kamu sirik aja makannya punya pacar" ledek sang bunda pada anaknya.

Melihat itu sadri hanya memanyunkan bibirnya seperti ikan mas yang sedang di goreng, pria di samping sadri tersenyum tipis melihat itu. Rasanya sangat hangat.

Destiny, Why me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang