Lima tahun telah berlalu tapi hati Aisha masih setia pada almarhum suaminya, tidak ada keinginannya untuk mengenal laki-laki lain ia juga menolak ketika ada kerabat yang terang-terangan menjodohkannya dengan laki-laki baik pilihan mereka.
Walaupun jasadnya sudah menyatu dengan tanah perasaan Aisha untuk Nolan tidak akan pernah padam.
"Oom nggak nitip apa-apa sama Mama?"
"Nggak."
"Tadi bilangnya mau beliin mobil baru," gumam Bima sendiri. "Telepon dong Ma, kadang oom lupa."
"Belum pukul lima, tunggu sebentar lagi ya."
"Katanya mau dibawa pulang pas makan siang."
Oh. Aisha terpaksa menghubungi adiknya. Bima tidak bisa dijanjikan apa-apa jika tidak sampai tepat waktu maka dia akan terus bertanya.
"Nggak diangkat."
Dengan mata bulatnya Bima menatap sang bunda. "Oom ngeselin ya Ma."
"Jangan gitu dulu, mungkin lagi di jalan." Setelah menjawab seperti itu tiba-tiba terdengar suara klakson mobil, Bima tidak meloncat kegirangan seperti kebanyakan anak lainnya pun ketika Amran keluar dari mobil ia masih stay dengan posisinya.
"Tadi Om pulang tapi Mama lagi nggak di rumah jadi Om simpan di kamar." Amran langsung memberi klarifikasinya begitu melihat raut sang keponakan.
"Alesan Om?"
"Sini Om tunjukin kalau nggak percaya." Amran mengajak keponakannya ke kamar.
Aisha tersenyum melihat tingkah anak dan adiknya itu. Mereka sangat dekat karena Aisha hanya ada Amran dan Bima sudah lengket dengan adiknya sejak almarhum Nolan meninggalkan mereka.
Ia tidak lagi tinggal di rumahnya, Aisha sudah kembali ke rumah orang tuanya wanita itu juga masih menjalin hubungan baik dengan orang tua almarhum suaminya.
Kini Aisha lebih tertutup, ia jarang keluar kalau tidak perlu. Walaupun membatasi diri bukan berarti hidupnya masih terpuruk seperti pertama kali ditinggal almarhum suaminya, Aisha sudah mengikhlaskan kepergian Nolan.
Tentang pergaulan ia tidak terlalu memikirkannya, Aisha lebih fokus belajar tentang parenting. Ia ingin mendedikasikan hidupnya untuk sang putra.
"Ma.. Mama!"
"Iya sayang."
"Beneran ini mobil keluaran terbaru."
"Wah.... Bagus sekali."
Bima mengangguk.
"Sudah bilang makasih?"
Anak itu mengangguk lagi.
"Kata oom harus di cas dulu." Bima memberikan benda yang baru dibeli oleh pamannya pada sang bunda. "Setengah jam cukup Ma, mau main bentar."
"Iya."
Bima tumbuh besar dan sehat tanpa kekurangan satu apapun. Aisha menjaga buah hatinya dengan Nolan, memberikan kasih sayang yang tiada tara. Keseluruhan Bima milik Nolan, ketika rindu cukup dengan doa dan wajah putranya yang dilihat.
Dulu, di tahun pertama meninggalnya Nolan ia kerap menangis setiap melihat perkembangan putranya. Aisha tidak bosan memanggil almarhum dan mengatakan bahwa sekarang anak mereka sudah besar, sudah bisa melompat dan banyak hal lain yang sudah bisa dilakukan.
Kini Aisha masih sama seperti dulu. Ia mengunjungi makam almarhum suaminya setiap hari Jumat, tepatnya ba'da Jumat. Aisha tidak akan buru-buru walaupun panas menyengat dan hujan mengguyur. Ia melantunkan doa terbaik untuk laki-laki spesial dalam hidupnya.
"Mba akan menunggu baterainya penuh?"
Mendengar suara adiknya Aisha menoleh, ia tersenyum. "Besok hari Jumat ya?"
"Iya."
"Seperti dipanggil, aku selalu merindukannya."
Amran memeluk kakaknya. "Mba akan selalu merindukannya?"
"Iya." Aisha tidak menangis. Wanita itu senang jika hari cepat berlalu karena dia akan bertemu dengan hari Jumat lagi.
"Nolan juga pasti sangat merindukan Mba."
Aisha mengangguk.
Aisha pernah sangat terpuruk dan Amran yang menjadi saksi juga penguat Aisha, ia tidak membiarkan kakaknya jatuh tanpa memiliki sandaran. Setiap Aisha menangis selalu ada pundaknya tempat wanita itu bersandar, ketika dia bingung selalu ada pelukan yang mengingatkan bahwa Aisha perlu melangkah ke demi Bima.
"Besok aku temani ya?"
Aisha mengangguk.
Dulu Amran keberatan setiap kali kakaknya mengekor ataupun menjadikannya sopir pribadi, kini ia siap dan selalu menawarkan diri mendampingi sang kakak.
Amran memutuskan untuk tidak menikah dulu agar bisa menjaga kakaknya juga Bima dan itu keputusan tepat yang dibuat oleh Amran. Sekarang dia melihat buktinya, Aisha jauh lebih baik dari lima tahun yang lalu.
"Aku tidak pernah mendengar lagi tentang mimpi Mba."
Benar, Aisha tidak mengatakannya pada Amran. "Aku juga tidak tahu, kenapa papa Bima tidak pernah datang lagi ke mimpiku."
Amran mengartikan itu pertanda baik bahwa Nolan tidak ingin mengekang Aisha karena wanita itu akan menuntut dirinya sendiri untuk setia dengan perasaannya padahal Aisha butuh pendamping.
"Semuanya pasti punya alasan, seperti alasan Mbak sekarang yang ingin terus hidup untuk membesarkan Bima."
"Mungkin."
Yang jelas Aisha sangat senang, kurang dari dua puluh empat jam akan memasuki hari Jumat dia akan bertemu lagi dengan Nolan.
Meleraikan pelukannya Amran mengusap sayang kepala Aisha. "Tetaplah kuat untuk Bima."
"Baik."
******
Di sebuah kota ada seorang pria yang juga mendedikasikan hidupnya untuk seorang anak. Ia tidak ingin menikah tapi ingin memiliki anak, cara satu-satunya adalah dengan mengadopsi.
Awalnya keluarga keberatan dengan jalan pintas yang ditempuh Naka tapi mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Kenapa mengadopsi? Naka ingin lebih bersemangat lagi, ia jadi punya alasan untuk apa bekerja dan menabung. Saat sudah tiba waktunya nanti Naka akan menyekolahkannya ke sekolah yang bagus.
Lebih baik begini daripada menjalin hubungan dengan wanita takutnya akan menyakiti lagi seperti yang sudah-sudah. Cukup sekali dicap brengsek oleh wanita yang entah kapan bisa dilupakannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/318243040-288-k239491.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasrat Yang Tertunda
Romance(cerita lengkap di PDF. Harga 70k) "Kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini." Empat tahun pacaran akhirnya mereka harus putus dengan alasan yang terpaksa diterima Aisha. Yang lebih sadis adalah pria itu memutuskannya tepat satu hari sebelum hari ul...