Eleven

4K 671 52
                                    

Dear....aku up sesuai respons kalian ya....kalau mau rutin up jangan lupa tinggalkan komen sayang 😘

Jalur yang ditempuh oleh Nolan dan Naka berbeda, tujuannya tetap sama yaitu Aisha. Meski sudah ditolak terang-terangan oleh Aisha ia tetap berusaha menjadi lebih baik lagi untuk gadis itu rasanya tidak sudi melihat pujaan hati jatuh ke pelukan pria lain.

"Saking banyak restoran kenapa pilih makan di sini?"

Naka yang baru saja akan menyuapkan nasi berhenti dan meletakan sendoknya kembali.

"Sekali dua kali bisa dianggap sedekah, tapi kalau berkali-kali?"

Sindiran amat sadis dari Aisha, percayalah Naka tidak kelaparan tapi dia baru saja datang orang tua gadis itu menyuruhnya makan terlebih dulu sebelum ke ruang kerja papa Aisha.

"Kamu terganggu kalau aku makan di sini?"

"Aneh saja. Keluarga juga bukan," sindir Aisha lagi ia melewatkan Naka tak peduli kalau pria itu sungkan untuk menyuapkan nasi ke mulut.

"Harusnya sudah jelas kan?"

"Tentang apa?" tanya Naka. "Jika tentang hubungan kita memang sudah selesai, sekarang aku sedang berjuang lagi."

"Aku tidak mengizinkanmu."

"Yang kubutuhkan hati bukan izin," tanggap Naka. "Oh ya selama aku menghabiskan waktu hanya satu tahun dengannya, selebihnya aku kerja."

"Tidak ada yang tanya." istilahnya bodo amat, Aisha tidak peduli.

"Tapi aku perlu memberitahumu."

Sedangkan bagi Aisha kabar itu sama sekali tidak penting karena keputusan Naka yang meninggalkannya demi wanita lain itulah fakta yang harus diterimanya.

"Dia kembali dan mengabariku---"

"Lalu kau pergi menemuinya dan memutuskan hubungan kita, sekarang Mas kembali setelah tahu bukan Mas yang diinginkannya? Maaf, ini hati bukan dermaga."

Lidah Naka kering rahangnya terkunci.

"Mas mau tahu hatiku sekarang?" tanya Aisha yang kini menatap lurus pria yang pernah mengisi harinya dari jarak lima langkah.

"Sangat berbeda dari tujuh tahun yang lalu, dan benar sekarang bisa dikatakan aku sedang berproses mencintai pria lain yang jelas tidak ada tempat untuk namamu."

Oke, Naka memahami dan memaklumi perasaan Aisha. Ke manapun hatinya tertuju sekarang tidak menjadi masalah, perkara tidak rela gadis itu jatuh ke pelukan laki-laki lain adalah masalahnya sendiri yang harus diatasi. Seperti yang dikatakan pada Aisha bahwa sekarang ia ingin berjuang seperti dulu, walaupun tidak akan semudah dulu mendapatkan hati mantan kekasihnya.

Aisha sudah mengatakan dengan jelas semoga saja Naka tidak menghabiskan waktu untuk berjuang mengambil hatinya karena itu akan sia-sia.

Saat Aisha keluar dari ruang makan Naka sempat melihat gelang dari Nolan yang masih dipakai oleh Aisha. Dulu dia juga pernah memberikan kalung, sekarang entah ke mana benda itu Naka tidak bertanya bukan berarti tidak peduli mungkin saja Aisha Akan marah jika dirinya bertanya tentang keberadaan benda itu.

"Anggap saja aku tidak mendengarnya." Amran mengangkat kedua jari ketika melihat kakaknya.

"Kamu dipihaknya?" Aisha tidak suka kalau Amran terlalu dekat dengan Naka, takut kebrengsekan laki-laki itu menular pada adiknya.

"Nggaklah, di pihak Mba pastinya. Tapi menghiburnya di saat patah hati termasuk tugas mulia kan? Wajar, sesama manusia itu harus saling menguatkan."

Aisha tidak mau tahu. "Lihat saja kalau kamu jadi satpamnya."

"Oke."

Sepeninggal sang kakak Amran melanjutkan langkahnya ia menarik bangku dan duduk tepat di hadapan Naka.

"Nggak jadi makan?"

"Nggak." Naka menggeserkan piringnya. "Aku membawa ini sebagai bukti." pria itu merogoh sakunya dan mengambil sesuatu.

Sebuah kotak cincin lengkap dengan surat tanggal pembuatannya. "2018?"

"Kamu bisa lihat ukiran namanya," kata Naka lagi.

Dan Amran kembali dibuat takjub oleh laki-laki itu, benar saja di balik cincin itu ada nama kakaknya dan Naka artinya Naka telah mempersiapkan ini sudah lama, pertanyaannya adalah "Kenapa baru datang sekarang?"

"Sudah kukatakan aku bekerja, tapi sangka kakakmu aku bersamanya terus."

"Mba Aisha nggak salah, kan Mas yang mutusin karena wanita lain. By the way, ukiran namanya diganti saja."

"Tidak, aku akan menyimpannya. Aku percaya pada kekuatan perasaanku. Tidak apa jika sekarang ada laki-laki lain di hatinya, aku akan menunggu sampai dia menyadarinya."

Amran tertawa canggung, ia melihat sahabatnya Nolan juga serius pada hubungan yang baru dimulai dengan Aisha sekarang dia juga mendengar sendiri keyakinan Naka pada perasannya. Mereka yang jatuh cinta pada Aisha kenapa gue yang dilema?

"Aku sih nggak bisa ngomong apa-apa, sama seperti saranku ke Nolan, selamat berjuang," kata pria itu sambil menggaruk kepalanya.

"Tanpa bantuanmu aku tidak bisa apa-apa."

"Mas tahu gimana mba Aisha kan, bisa-bisa aku dimutilasi kalau sampai jadi satpamnya Mas."

"Apa?" Naka tidak mengerti, sekali lagi dia meyakinkan Amran. "Aku pernah melakukan kesalahan dan pergi dari kehidupannya, selama beberapa tahun aku merenungi dan menyesalinya karena itu aku kembali. Jika aku pergi lagi aku tidak tahu bisakah kembali dengan pikiran se-waras ini?"

Rupanya begini perasaan kita kalau pernah meninggalkan wanita yang akhirnya membuat kita kembali luluh, sayangnya wanita itu tidak berharap lagi pada perasaan yang dulu pernah ada.

"Aku minta tapi terserah kamu kalau tidak bisa." bukan menyerah pada perjuangannya tapi ia akan melakukan sendiri.

Amran jadi tidak enak, ia tahu bagaimana baiknya hubungan laki-laki itu dengan orang tuanya namun di sisi lain ada Nolan yang juga berharap padanya agar bisa menjadi abang ipar Amran.

"Aku ke ruangan om dulu."

Amran melihat piring yang masih terisi dengan lauk tanpa sedikitpun disentuh Naka karena kata-kata kakaknya, memang Aisha paling mahir merusak selera orang. Kan Amran jadi kasihan.

******

"Ada yang ingin kubicarakan." urusan kerja Naka dan papa Aisha telah selesai tapi masih ada yang ingin dikatakan oleh laki-laki itu.

"Katakan saja."

"Jika belum ada yang datang meminang Aisha aku ingin melamarnya."

Bhumi tersenyum pada Naka, ia tahu bahwa dulu laki-laki itu pernah memiliki hubungan spesial dengan putrinya.

"Bagaimana dengan Aisha."

"Aku sudah memberitahunya bahwa akan kembali berjuang mendapatkan hatinya, Namun aku belum mengatakan akan melamarnya."

"Om tidak keberatan, tapi alangkah baik kalau bicara dulu dengan Aisha. Restu Om selalu ada asalkan sama-sama ridho."

Bicara dengan Aisha pastinya tidak akan berhasil, pria itu pasti tidak ingin mendengarkan bahasan ini.

"Baik Om."

Hasrat Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang