presedir Eleanor

39 15 3
                                        


Happy reading.

Mara berlari di lorong rumah sakit. Untuk melihat keadaan Garra. Butuh waktu lama untuknya berdebat dengan Garry, supaya dia mau membawanya menemui Garra. Sekarang dia tengah berdiri didepan pintu ruang inap Garra, dengan gugup Mara menarik nafas panjang, dan akhirnya membuka pintu itu dengan pelan. Mara menutup mulutnya tercengang melihat keadaan anak itu, dengan perlahan dia mendekat kearah ranjang Garra. Terlihat jelas anak itu tertidur dengan alat bantu medis ditubuhnya.

Tanpa Mara sadari, di sofa yang terletak di belakangnya ada seseorang duduk dengan manisnya, walaupun demikian, sangat jelas kalau wanita itu sedang sedih. Mara tidak peduli dengan itu, tangannya bergerak mengusap kepala anak itu, dan itu berhasil membuat sang empu membuka matanya.

"K—ak, Mara?" Garra sedikit terkejut sampai-sampai berbicara dengan terbata. hampir saja dia ingin duduk, tapi lansung ditahan oleh Mara.

"Kenapa kamu nggak mau kakak tau?" Tanya Mara to the point. Bukannya menjawab, Garra malah menghadap ke arah Garry.

"Kak Garry, kenapa kasih tau kak Mara? Kan kemarin-kemarin kakak Garry Udah janji, nggk akan bilang soal Garra sama kak Mara."

Garry yang sadar dengan apa yang dilakukan, berjalan lebih dekat kearah ranjang Garra.

"Maafin kakak. ya? Sebenarnya kakak nggak mau cerita, tapi kak Mara maksa kakak buat cerita. Kak Mara juga nangis-nangis. Garra nggak mau. kan? Liat kak Mara nangis?" Ucap Garry.

Mendengar penjelasan dari Garry, Garra mengangguk paham. Matanya kembali menghadap kearah Mara. Mara yang mendengar ucapan Garry, membesarkan matanya kearah Garry. Walaupun apa yang pria itu katakan benar, tetap saja, dia tidak Terim dibicarakan seperti itu, apa lagi didepan anak kecil.

"Kakak.., maafin Garra. Ya? Garra, nggak mau buat kakak sedih" Garra menjawab dengan polosnya. Mara menduduki dirinya disamping Garra, dengan lembut gadis itu kebali mengusap rambut Garra lembut sambil berucap.

"Justru karena Garra sembunyiin ini dari kakak, kakak makin sedih, kakak ngerasa bersalah, seharusnya kakak Nemenin Garra berjuaang disini" jawabnya.

"Kak... Kakak jangan sedih ya? Maapin Garra." Mara berusaha mengangguk sambil menahan air matanya. Bibir munyil itu bisa-bisanya berbicara dengan baiknya disaat keadaan seperti ini.

"Garra cepat sembuh ya? Kalo Garra udah sembuh, kita jalan-jalan. Oke?" Ajak Mara. Garra hanya terdiam seolah dia sudah tau apa yang akan terjadi. Begitu juga dengan Garry dan Rani menyaksikan percakapan Mara dengan Garra.

"Garra mau buah?" Tanya Mara. Gadis itu berdiri untuk mengambil buah yang sudah ada di atas nakas, Tapi tidak ada jawaban. Garra dengan kuatnya memegang perutnya berusaha agar tidak terdengar sebuah rintisan.

Mara yang sadar pun langsung berbalik menghadap melihat ke arah Garra, betapa terkejutnya dia saat melihat anak itu menggulung tubuhnya untuk menahan sakit. Dengan paniknya, dia tidak tau apa yang harus dia lakukan. Begitu juga dengan Garry. Rani yang menyaksikannya lansung berlari mencari dokter, padahal bisa hanya dengan menekan tombol yang ada di atas ranjang inap. Tapi, Rani juga tidak kalah paniknya, sampai tidak menggunakan pikirannya dan lansung berlari menghampiri dokter.

Mara tidak tahan melihat kondisi Garra yang terpapar kesakitan. Hanya bisa memegang tangan anak itu sambil menangis kejer.

"Garry, aku harus gimana?" Panik Mara. Garry yang ikutan panik tidak berhenti melihat kearah pintu menanti kedatangan dokter, tidak sabar, Garry lansung bergegas menyusul Rani, tapi pada saat membuka pintu inap, Rani bersama seorang dokter dan beberapa suster berjalan cepat untuk melihat keadaan Garra.

GARRA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang