Wajah Leary pucat pasi, napasnya bergerak cepat dan tanpa sadar anak itu menjatuhkan air matanya beberapa kali. Leary sangat ketakutan, bayangan bagaimana pria misterius menghabisi seseorang dengan sangat kejam membuat Leary sangat mual hingga membuat seluruh permukaan kulitnya meremang berdigik ngeri.
Bibir Leary menekan menahan isakan agar tidak terdengar, cukup lama dia berdiri dan memeluk Ferez, Ferez sendiria tidak bereaksi apapun karena dia mengetahui ketakutan Leary yang kini menggigil mencoba kembali tenang dengan sisa-sisa segukannya.
Leary sedikit mundur, anak itu tertunduk menyusut air matanya beberapa kali sebelum melihat Ferez yang kini masih berdiri di tempatnya berekspresi dingin.
Di bawah remang cahaya, Ferez dapat melihat wajah mungil Leary yang kini merah bekas menangis, matanya sebab dengan rambut peraknya yang acak-acakan. Anak itu terlihat seperti bunga edelweiss yang terguncang oleh angin.
Sekali lagi Leary mengusap air matanya lalu berkata, "Sekarang orang jahatnya sudah pergi, kau bisa pergi," ucap Leary sambil melihat ke sekitar.
Ferez masih tidak berbicara, dia masih terdiam dan mengepalkan tangannya dengan kuat, Ferez baru sadar bahwa beberapa saat yang lalu, untuk pertama kalinya dia memeluk seorang perempuan selain neneknya. Rasanya tidak semenjijikan yang Ferez pikirkan.
"Kenapa diam saja? Apa kau masih takut? Tenanglah, aku bisa mengantarmu pulang, percayakan saja padaku," hibur Leary dengan senyuman lebarnya meski matanya masih berkaca-kaca.
Sungguh menggelikan, Leary yang lemah dan penakut, kini dia tengah menghibur Ferez yang tidak mengenal rasa takut sedikitpun, saking tidak memiliki rasa takut, bahkan Ferez harus menantang apapun hanya untuk mencari adrenalin ketakutan.
Tangan mungil Leary terulur. "Namaku Leary, jika kau takut, aku akan menuntunmu sampai ke ujung jalan dekat sungai Thames," tawar Leary dengan senyuman lebarnya, anak itu sedang berusaha mendapatkan sedikit keberaniannya lagi dengan berpura-pura ingin menolong agar dia bisa pergi berdua karena terlalu takut sendirian.
"Aku tidak butuh bantuanmu," ujar Ferez dengan nada dinginnya.
"Benarkah?"
"Benar."
"Baiklah." Leary menurunkan kembali tangannya dan menyimpannya di belakang tubuhnya. "Kalau begitu aku akan pergi lebih dulu, sampai jumpa."
Learay segera berbalik dan pergi meninggalkan Ferez yang hanya memperhatikan dia yang kini membelakanginya.
Leary berjalan dengan kaki terpincang-pincang, bibirnya kembali gemetar menatap nanar jalanan di depannya yang harus dia lewati. Kurangnya penerangan di sekitar jalan membuat Leary ragu untuk lewat, Leary sangat takut jika ada orang jahat yang akan melakukan hal yang sama kepadanya, seperti apa yang mereka lakukan pada pria misterius tadi.
Dengan gemetar Leary melangkah, kakinya yang sakit begitu berat untuk melewati jalanan di depannya.
Leary tersentak, tiba-tiba saja tangannya ada yang menarik, kepala mungilnya langsung menengadah dan melihat Ferez yang kini berada di sisinya.
"Aku takut pergi sendiri," ucap Ferez dengan sedikit dengusan kecilnya karena tidak pandai berbohong.
Secara perlahan katakutan Leary sedikit berkurang karena kini dia memiliki teman untuk bisa pergi ke pinggiran sungai Thames. Anak itu akhirnya melangkah mengikuti Ferez yang berada di sisinya.
"Siapa namamu?" tanya Leary.
"Ferez," jawab Ferez sambil membuang mukanya menyembunyikan sedikit kekesalan karena tiba-tiba saja dia mengambil keputusan yang memalukan dan tidak terbiasa dia lakukan. Entah mengapa Ferez merasa tidak tahan saja melihat anak yang begitu kurus kecil berkeliaran seperti gelandangan di malam hari dan dengan bodohnya berpura-pura berani, sementara matanya tidak berhenti menjatuhkan air mata karena menangis ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEARY [Selesai]
RomanceLeary McCwin adalah anak berusia enam tahun, dia harus di hadapkan dengan kehidupan yang berubah drastis setelah ibunya meninggal. Satu hari setelah ibunya Leary meninggal, bibi Willis membawa Leary untuk pertama kalinya keluar dari desa. Bibi Willi...