Chapter 44 🍀🍀

10.2K 1K 154
                                    

Leary berlari pergi ke taman seorang diri, meninggalkan keramaian dan mengenyahkan bayangan –bayangan menakutkan dari sosok Wony. Salah satu orang yang sudah membuat ibunya sering menangis, menciptakan banyak ketakutan untuk Leary sepanjang waktu.

Tubuh Leary jatuh tersungkur ke rerumputan, anak itu merintih merasakan punggungnya yang begitu sakit, begitu pula dengan kepalanya yang berdenyut hebat, namun ada yang lebih menyakitkan dari itu semua.

Hati Leary..

Hatinya terasa begitu perih seperti mendapatkan sebuah robekan besar yang menganga seperti akan rusak.

Leary menangis di atas rerumputan, tangan kecilnya meremas keras dedauan, menyalurkan rasa sakit yang begitu menyiksanya.

Leary sampai tidak tahu, rasa sakit di hati atau rasa di tubuhnya yang kini membuat dia menangis tidak terkendali.

Leary tidak pernah menangis sekeras ini sejak ibunya meninggal, bahkan ketika ibunya pergi meninggalkannya, Leary berusaha untuk berdiri dengan tegar meski kesedihan harus dia pikul seakan dunia sudah runtuh di sekitarnya.

Leary tetap berdiri dengan kuat karena dia sudah berjanji akan menjadi anak yang kuat dan pemberani. Leary tidak tahu, bahwa ternyata dunia lebih keras dan lebih jahat dari apa yang dia pikirkan.

Sudah terlalu banyak Leary berkata bahwa dia baik-baik saja, sudah terlalu sering dia berkata bahwa dia tidak apa-apa. Akan tetapi, semakin sering Leary berkata dia tidak apa-apa, dia harus menerima lebih banyak rasa sakit.

Andai Leary tahu dunia begitu jahat, dia akan pergi bersama ibunya.

Leary menyesal bertahan karena ternyata dunia tidak semudah seperti apa yang ada dalam buku dongeng yang sering dia baca.

Bibir Leary gemetar hebat, wajah mungilnya tersembunyi di atas rerumputan. Rintihan kesakitannya semakin terdengar samar. Leary tidak memiliki tenaga lagi untuk menangis, bahkan untuk menarik napas saja tubuhnya terasa begitu sakit.

"Ibu, maafkan aku, aku tidak bisa menepati janjiku. Aku tidak bisa menjadi anak yang kuat seperti yang sudah kujanjikan kepada ibu, aku melanggar janjiku, jika ibu melihat ini, jangan membenciku, maafkan aku.." lirih Leary terdengar begitu menyakitkan.

"Sakitt.." rintih Leary begitu merasakan seseorang membalik tubuhnya dan menariknya.

Dalam pandangan yang mengabur terhalang oleh air mata, samar Leary melihat Petri yang kini duduk bersimpuh di sisinya terlihat menangis, memeluknya pelan-pelan seakan takut Leary akan hancur bila dia peluk lebih erat.

Tangan Petri gemetar, mengusap kepala Leary dan menggenggam tangannya.

"Kau anak yang baik dan kuat, kau tidak perlu meminta maaf. Aku yang seharusnya meminta maaf kepada ibu karena sudah menjadi kakak yang jahat untukmu, maafkan aku, aku sungguh menyesal. Maafkan aku," ucap Petri dengan suara gemetar tercekik rasa sesak yang menyakitkan.

Petri sugguh menyesal, penyesalan itu sampai membuat Petri tidak tahu harus menjelaskannya dari mana.

Petri benci benci kepada dirinya sendiri, rasa benci itu semakin bertambah disetiap kali melihat Leary terluka.

***

Tangisan Ellis terdengar keras memenuhi ruangan, orang-orang yang bekerja sampai berhenti dan melihat kehadirannya yang kini berlari keluar.

Kemarahan Petri dan ucapan Leary membuat Ellis marah, dia tidak terima dan merasa diperlakukan dengan tidak adil. Tangisan Ellis kian keras begitu anak itu melihat Darrel yang secara kebetulan terlihat.

"Ayah," panggil Ellis begitu melihat Darrel baru pulang dari tempat pemakaman yang selesai dipersiapkan.

Darrel tidak menunjukan banyak reaksi ketika melihat Ellis menangis keras seperti orang yang sudah mendapatkan kekerasan. Darrel terlalu lelah, hatinya tengah berduka atas kepergian ayahnya, dan dia juga harus mengurus kedatangan jenazahnya yang kemungkinan akan tiba lusa nanti.

LEARY [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang