Chapter 10 🍀

12.7K 799 5
                                    


Akan sangat mudah untuk Ferez mematahkan tangan Leary, atau menggores wajah cantiknya dengan beberapa sayatan.

Bayangan-bayangan dan rencana buruk muncul mengganggu pikiran Ferez untuk melakukan sesuatu yang kejam pada Leary hanya karena di dasari rasa penasaran dengan reaksi Petri.

Tubuh Ferez menengan, anak itu sedikit tersentak kaget dengan pikirannya sendiri yang liar dan tidak semestinya. Dengan cepat Ferez mengenyahkan pikiran buruknya, ini bukan saat yang tepat untuk dia mencari masalah karena Ferez baru pindah sekolah, selain itu Ferez merasa harga dirinya akan terluka jika dia melukai seorang anak perempuan.

Lama mereka berdiri di sisi sungai, waktu sudah bergerak sedikit lebih jauh mendekati tengah malam. Jarum jam di menara sudah mendekati tepat jam dua belas malam.

Kaki Leary mulai merasa pegal, namun malas rasanya untuk dia kembali. Jika pulang, Leary benar-benar merasa sangat kesepian karena harus segera tidur.

Setiap hari Leary merasa bosan karena dia hanya di temani Burka, tidak ada juga mainan yang bisa menemani waktu kesendiriannya. Jika Leary banyak bicara pada Burka, maka dia akan mengganggu pekerjaan Burka.

Jika saja Leary masih berada di desa, mungkin dia sibuk menjaga toko sambil berbicara dengan beberapa orang yang datang berkunjung, lalu pulang pergi sejauh dua kilometer untuk pulang ke rumah, itu lebih menyenangkan untuk Leary daripada harus diam di rumah keluarga McCwin.

Seandainya saja, Petri dan Ellis mau berbicara dengannya beberapa kali saja karena mereka seumuran, mungkin Leary tidak merasa terlalu kesepian.

Sayangnya, Leary tidak boleh berharap sedikitpun kepada mereka, apalagi jika mengingat kejadian tadi saat makan malam bersama Petri.

Seluruh tubuh Leary masih merinding merasakan takut dan terintimidasi membayangkan bagaiaman sorot mata Petri menatap dirinya dengan marah dan penuh dengan kebencian. Ucapan Petri yang dingin dan terkadang menyelak meruntuhkan seluruh harapan Leary untuk bisa dekat dengannya.

Kini, jangakan untuk berharap bisa berdekatan dengan Petri, untuk menatap matanya saja, Leary sudah tidak berani lagi.

Leary segera membelakangi sungai dan bersandar pada tembok pembatas, Leary mengusapkan tangannya yang kini merasa sedikit kedinginan.

Leary menengadahkan kepalanya sambil menutup mata, anak itu menyimpan tangannya di dada sambil menarik napasnya dalam-dalam.

Hembusan dingin udara malam, kesunyian, dan pemandangan malam kota London membuat Leary merasa bahagia dan bebas bermimpi indah seperti dongeng-dongeng anak yang sering di bacanya. Leary tidak tahu akan menjadi apa dia di masa depan, satu hal yang pasti di inginkan anak itu, dia hanya ingin bahagia dan keluarganya menjadi sedikit lebih hangat kepadanya.

Jika keluarga McCwin masih tidak suka padanya dan mengasingkannya, Leary hanya bisa berdo'a kepada Tuhan agar dia bisa kembali ke desa. Meski miskin dan harus bekerja keras, di sana dia merasa bahagia.

Perlahan Leary kembali membuka matanya, anak itu membuang napasnya dengan penuh kelegaan. Ada sebuah perasaan senang di hati Leary meski dia sudah membayangkan hal yang mungkin mustahil terjadi. Yaitu kasih sayang dari keluarga McCwin.

Apa yang di lakukan Leary tidak lepas dari perhatian Ferez yang berdiri di sisinya, sikap Leary berhasil membuat Ferez merasa ingin tahu apa yang sebenarnya ada di kepala Leary saat anak itu sedang merenungkan sesuatu.

Aneh rasanya untuk Ferez melihat anak sekecil Leary menghabiskan malamnya hanya untuk merenung sedih, matanya yang indah jarang memancarkan kebahagiaan meski bibirnya banyak tersenyum.

LEARY [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang