Plakk
Satu tamparan melayang di pipi seorang gadis yang kini sedang diikat pada kursi dalan suatu ruangan.
"Kenapa lo lakuin ini? Sebenci itukah lo sama gue sampek lo nyakitin orang tersayang gue" ucap Rere dengan nafas yang memburu tapi dengan nada yang terdengar cukup rendah.
"APA YANG LO INGINKAN DARI GUE HAAHHH? LO PENGEN GUE MATI?KENAPA LO LAKUIN SEMUA INI KE GUE?" Teriak Rere.
"KARNA GUE BENCI LO"
"DAN GUE LEBIH BENCI SAMA LO CHEL" sela Rere dengan cepat.
"Gue kira lo di keluarkan dari sekolah membuat lo gak bakal ganggu gue lagi, tapi ternyata perkiraan gue salah. Gue tanya lagi, apa alasan Lo ngelakuin ini ke gue haahh" Rere mencengkeram wajah Michelle sampai Michelle terlihat takut pada Rere.
"Re, kendaliin diri lo re" Andra berusaha menarik Rere agar tidak lepas kendali.
"JAWAB HAAAHHH" Rere tak menggubris Andra sama sekali.
"Re, Rere kendaliin diri lo, kita selesaikan masalah ini tapi tidak dengan kekerasan. Kalo lo pengen lampiasin kemarahan lo tampar dia sekali lagi tapi hanya sekali" Andra sebenarnya ingin tertawa saat mendengar suruhnya sendiri pada Rere. Andra langsung memegang pundak Rere saat dia sudah bisa melepaskan tangan Rere yang mencengkeram wajah Michelle.
"Dia udah bikin celaka ayah kak, dia buat ayah sakit kak, dia yang buat ayah belum bangun sampek sekarang kak" Rere menangis bahkan air matanya tidak bisa berhenti. Andra mendekap Rere agar bisa menangis sepuasnya.
Melihat Rere yang menangis tidak karuan membuat hati Michelle teriris. Mengapa dia bisa menjadi jahat seperti itu? Rasanya ingin memutar kembali waktu yang sudah terlewat tapi mau sebanyak apapun usahanya tetap tidak akan bisa mengulang waktu yang sudah terlewat.
"Kak... bawa dia ke kantor polisi" lirih Rere yang masih terdengar oleh Michelle.
"Enggak re maafin gue, gue nyesel re, maafin gue, gue janji gak bakal gitu lagi, Rere gue tau gue salah, tapi gue mohon jangan bawa gue ke kantor polisi hiks" Michelle menangis. Dia tidak ingin di bawa ke kantor polisi. Pasti jika orang tuanya mengetahui perbuatannya maka orang tuanya akan marah besar.
"Kak... Tolong jangan bawa gue ke kantor polisi, gue gak mau di marahin mama, mama pasti marah. Kak tolong jangan...." Kini Michelle berganti meminta tolong pada Andra. Meskipun Michelle tidak mengenal siapa Andra dia tidak peduli dia tetap meminta tolong pada Andra. Rere ataupun Andra tidak ada yang mendengarkan Michelle.
"Lo berangkat sekolah naik taksi didepan aja ya, gue udah pesenin tadi, jangan lupa sarapan juga, biar gue yang ngurus ini" Andra mengusap kepala Rere dengan lembut. Rere mengangguk patuh. Setelah Rere pergi Andra kembali menatap Michelle yang masih menangis.
"Lo" Andra beralih menunjuk Michelle dengan tatapan sengitnya.
"Kak... Tolong jangan bawa gue ke-"
"Kenapa? Takut?" Potong Andra.
"Kalo takut kenapa lo berani celakain orang lain, berani berbuat harus berani bertanggung jawablah jadi orang" lanjut Andra.
"Lo pernah denger kata-kata buah jatuh tak jauh dari pohonnya nggak?" Michelle diam. Andra berjalan mondar-mandir di depan Michelle dan ditangannya ada sebuah balok kayu.
Wajah tampannya tidak bisa menghilangkan hawa menyeramkan dari Andra. Sepertinya Michelle lebih takut dengan Andra dari pada Rere.
"Naahhh cocok banget kan kata-katanya buat lo" Andra berjongkok di depan Michelle dan menatap tajam Michelle. "Lo dan orang tua lo itu nggak jauh beda, kalian itu memang cocok jadi satu keluarga, sama-sama jahat, bedanya kalo orang tuanya itu nambah nyawa kalo anaknya itu ngilangin nyawa" lanjut Andra dingin dan menusuk.
Michelle merinding sekarang mendengar suara Andra. "m-maks-sudnya?" Tanya Michelle terbata.
"Lo itu kayak nggak menghargai usaha orang tua lo, berkat mereka Rere jadi ada, tapi lo malah pengen ngilangin hasil usaha orang tua lo" ucap Andra santai sembari membelai wajah Michelle.
"U-usaha?" Lirih Michelle.
"Iya usaha. Usaha menjebak sahabatnya dan usahanya berhasil menjadi Rere yang lo bully selama ini" Michelle tidak menyangka orang tuanya bisa melakukan hal seperti itu. Dia pikir orang tuanya hanya ingin dirinya lebih unggul dari seorang Rere tapi ternyata juga karena orang tuanya tidak ingin kalah dengan orang tua Rere.
"Paham? Sekarang tidak ada alasan polisi membawa lo ke kantor polisi" Andra melepaskan ikatan di tangan Michelle kemudian membawanya pergi.
Pasrah. Michelle sudah pasrah dengan segalanya. Mungkin ini memang sudah waktunya Michelle di hukum atas perbuatannya selama ini.
Pagi tadi sebelum Rere berangkat sekolah, Rere kedatangan Andra sesuai janji yang dibuat Andra semalam. Bukan tanpa alasan tapi karena Rere ingin menemui Michelle dan hanya Andra yang tahu dimana keberadaannya.
Rere tak menyangka dengan apa yang telah dilakukan Michelle padanya. Mengapa Michelle begitu membenci Rere. Selama ini Rere bisa memaafkan semua perbuatan yang dilakukan Michelle kepadanya. Tapi untuk masalah ini mungkin Rere tidak bisa memaafkannya begitu saja. Michelle harus dihukum terlebih dahulu.
Dan untuk Andra, entah apa yang di rasakan oleh Rere. Andra hanya orang baru di kehidupan Rere tapi Rere dengan mudahnya mempercayakan semuanya pada Andra. Rere sendiri juga bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
"Rere lo abis nangis?" Lidya tiba-tiba datang saat Rere berjalan menyusuri koridor dan hendak ke kantin untuk sarapan.
"Enggak" bohong Rere. Terlihat jelas ada bekas air mata dan hidung Rere yang sedikit memerah.
"Bohong" bantah Lidya.
"Lo berangkat sendiri?" Tanya Rere yang juga bermaksud mengalihkan pembicaraan.
"Enggak, itu kak David masih di parkiran sama kak Al" Lidya menunjuk arah parkiran yang terlihat disana ada David dan juga teman sekelasnya.
"Raka gak ada?" Tanya Rere.
"Kayanya tadi gaada. Kenapa? Lo kangen ya?" Goda Lidya.
"Enggak" setelah itu Rere berlalu begitu saja meninggalkan Lidya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M REINARA
Fiksi Remaja[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! REINARA DESTIA. Cewek cantik dan pintar dengan sifatnya yang baik, ramah, rendah hati, mudah sayang terhadap orang lain, tapi semua sifatnya itu tertutup dengan sifat cueknya yang melebihi kulkas 7 pintu. Tak lepas d...