Part 9

8.5K 611 8
                                    

Selamat membaca, guys.

"Yaaaaakhh!! "

Pagi-pagi sudah mendengar teriakan heboh dari luar rumah membuat penghuni rumah Keluarga Bumi terusik.

"Abang, ngapain teriak- teriak segala? Bising, tau! " omel Kara.

"Abi, Kamu ngapain sih? Pagi-pagi udah teriak. Ganggu orang tidur aja, " Bunda Nila ikut mengomeli Abimanyu.

"Bun, Lihat! " Abi menunjuk jok motornya yang sudah sobek. "Jok motorku, Bun. Jok motorku di lukai oleh Mumu! " kadu Abi.

"Abang jangan fitnah Mumu, deh. Mumu tadi tidur sama adek, " tampil Kara.

"Abang nggak fitnah lho, Dek. Kucing adek garuk- garuk jok motor abang. Mana capnya banyak lagi. Lihat tuh muka songongnya minta di tampar, " tuduh Abi sambil mengomel.

"Benar itu, Mumu? " tanya Kara dengan polosnya pada kucing pirang yang sedang menduselkan pipi di kaki Kara.

"Meong, meong! " sahut Mumu seperti mengerti ucapan Kara.

"Tuh, Mumu bilang nggak. Abang kalau nggak suka sama Mumu, jangan fitnah Mumu dong! " omel Kara.

Abimanyu menatap kucing itu dengan sengit. Kucing itu balik menatapnya dengan tajam.

'Dasar kucing licik. Awas aja Lu! ' ancam Abi dalam hati.

"Meong! " Mumu menggoyangkan bokongnya menghadap Abimanyu tanpa disadari oleh yang lain. Ia sedang mengejek Abimanyu.

"Iyaiya, Mumu nggak salah. Kucing selalu benar, Abang yang salah, " kata Abimanyu dengan sewot. Dia berpamitan pada Bunda Nila dan Kara.

"Abang, mau kemana? " tanya Kara.

"Sekolah lah, Dek. Nggak lihat seragam abang, " jawab Abimanyu ketus.

"Ha, sekolah? Kok, Abang nggak nunggu adek? Adek juga mau sekolah. Bang, tungguin adek. Adek mau siap- siap! "

"Aduh, nggak keburu, Dek. Adek sama Ayah, ya. Abang pergi dulu. Daahh! " Abimanyu langsung tancap gas meninggalkan halaman.

"Yah, Abang pergi. Bunbun! " rengek Kara.

Bunda Nila mengelus rambut Kara, " Abang pasti lagi ada urusan. Kara berangkat sekolah tidak sama Ayah, tapi sama Bunda juga. Kita berangkat bersama, " hibur Bunda Nila.

Tiba-tiba Kara ingat sesuatu, " tapi, Udin gimana, Bun? " tanyanya.

"Udin ikut juga, Sayang, " jawab Bunda Nila.

"Yeey, berarti Udin sekolah denganku ya, Bun?" tanya Kara senang.

"Belum tahu, Sayang. Udin harus diproses dulu, " jawab Bunda Nila.

"Yaah.... " Kara menjadi lesu.

"Semangat dong. Masa anak Bunda lesu begini. Katanya mau jadi pria sejati? Bunda jadi sedih kalau anak Bunda tidak semangat, " ucap Bunda Nila.

Wajah Kara berubah ceria. " Kara semangat kok, Bun. Bunda jangan sedih, ya. Kara nanti ikut sedih, " bujuk Kara dengan mengerlipkan ke dua matanya.

Bunda Nila tertawa. Dia mencubit pipi bulat yang semakin bulat itu dengan gemas. " Anak Bunda sangat lucu, gemas deh. "

Kara hanya cekikikan. Asal Bunda senang, Dia ikut merasa senang.

*****

Kara memandang gedung sekolah dengan takjub. Dia menganga lebar melihat gedung semewah mirip sebuah istana .

"Sekolahnya besar sekali. Apa Kara akan sekolah disini? " tanya Kara pada siapa.

"Iya, Sayang. Disini SD, SMP dan SMA digabung. Kara akan memiliki banyak teman dan kakak atau abang disini, " ungkap Ayah Bagas.

Eun Woo menatap gedung sekolah itu dengan ekspresi tidak terbaca. 'Sekolah ini.... '

"A-anu, boleh saya di dalam mobil saja? Disini sedikit panas, Saya khawatir akan menyakiti kulit saya, " ucap Eun Woo.

"Astaga! Maaf ya, Nak. Bunda tidak tahu kulitmu sensitif begini. Ya udah, Kamu masuk saja, " ucap Bunda Nila memberi izin.

Eun Woo langsung masuk ke dalam mobil. Tanpa sadar segala tindakannya di amati oleh seseorang dari atas gedung menggunakan teropong.

Dia lalu menghubungi seseorang dengan menggunakan earpiece.

"Tuan muda, Kami sudah menemukan anak itu. Hanya saja saya bingung mana yang aslinya. Anak ini ada dua, Tuan, " lapornya.

"......."

"Saya juga tidak tahu, Tuan. Jadi, yang mana harus saya bawa? "

"......."

"Apa? tapi, Tuan.... "

"......."

"Huft, baiklah. Saya akan melaksanakan perintah Tuan muda, " jawabnya dan di akhiri dengan komunikasi yang di tutup langsung oleh pihak di seberang sana.

Di sisi lain, seorang pemuda tersenyum sendiri membuat ke empat sahabatnya heran. Hanya satu orang yang hanya fokus dengan ponselnya. Dia tidak peduli dengan sekitarnya.

"Lho, kenapa Jun? " tanya Bara.

"Iya, nih. Lo nggak kesurupan kan, Jun? " tanya Diki.

Pemuda yang dipanggil Jun menatap dua orang itu dengan datar.

"Nggak, " jawabnya singkat. Dia lalu pergi begitu saja. Bara dan Diki cengo seketika.

"Lha, gitu doang, " kata Bara.

"Biasalah, spesies kutub kaya si onoh, " tunjuk Abimanyu dengan mulutnya ke arah Selatan yang sedang mendengar musik menggunakan headset.

"Ke kelas, yuk. Gue bosan di rooftop terus, " ajak Rio.

"Lha, tumben. Biasanya Lo nggak suka berada di kelas. " Abimanyu menatap Rio heran.

"Gue lagi gabut, tau, " timpal Rio.

"Gabut kok ke kelas. Perpus, dong, " celetuk Utara.

"Suka- suka gue dong. Namanya mood, bisa berubah- ubah, " jawab Rio sengit.

"Kaya cewek aja Lo, Yo, " ledek Bara.

"Terserah Lo semua. Pokoknya gue mau ke kelas, titik tanpa koma! " tekan Rio.

"Ya udah, sana pergi. Hus, hus, " usir Abimanyu sambil mengibaskan tangannya seperti mengusir anak ayam.

"Abi nggak like. Musuhan kita! " Dengan kesal, Rio pergi sambil membanting pintu dengan keras membuat Selatan kaget. Sebelum terkena lemparan maut dari Selatan, Rio sudah ngacir duluan.

Abimanyu dan yang lain tertawa melihat Rio yang lari terbirit- birit karena mengira Selatan mengejarnya. Padahal Selatan hanya melihat dengan mata membunuhnya.

Tbc.





Namaku karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang