Part 27

3.2K 328 11
                                    

Makasih yang udah baca ceritaku, vote dan komennya. Hari ini aku update. Meskipun lelah setelah bekerja, tetapi aku tetap menulis.

Happy reading ya, all! Jangan lupa vote and komennya, teman- teman! Kuharap kalian menyukainya 🥰😉😘.
.
.
.
.

Dug!

Kening mulus Kara membentur dashboard mobil. Dia meringis saat merasa perih dikeningnya.

"Ih, Bang! Bisa bawa mobil nggak sih? Lihat nih jidat Adek sakit! " dumelnya kesal.

"Maaf, Dek. Abang barusan nabrak mobil lain. Adek tunggu di dalam mobil. Jangan keluar apapun yang terjadi. Sepertinya mereka bukan orang baik- baik, " pesan Satria.

Kara menahannya. Dia menggeleng. " Abang nggak boleh gegabah. Tunggu mereka menghampiri kita. Adek nggak mau terjadi apapun sama abang. "

Satria menatap Kara ragu, " tapi dek.... "

"Lihat tuh, Mereka sendiri yang menghampiri kita. Abang tidak perlu menyulitkan diri, " tutur Kara.

Satria menoleh kedepan. Benar saja, beberapa orang dari mereka menghampiri mobil mereka dan salah satunya mengetuk kaca mobil meminta Satria untuk membukanya.

Satria menarik kepala Kara ke pahanya. Dia menutupi seluruh badan Kara dengan selimut yang kebetulan ada di belakang mobil. Kemudian, pemuda berusia 16 tahun itu membuka kaca jendela. Dia menatap orang itu dingin. Jujur dalam hati dia hanya jago kelahi, bukan karate. Mungkin dia tidak akan bisa melawan orang-orang itu.

"Ada apa? " tanyanya.

"Cepat serahkan anak yang bersamamu. Jika kau menolak, jangan salahkan kamu memakai cara kekerasan! " ancam pria brewok itu.

Satria berusia menutupi rasa takutnya karena orang-orang itu memegang senjata. Dia harus tetap tenang dalam situasi ini. Dia yakin kalau Kara pasti lebih ketakutan di bandingkan dirinya.

"Anak yang mana? Aku tidak membawa siapapun di sini. Hanya aku sendiri, " jawabnya.

"Cih, Kau pikir bisa menipu kami. Serahkan anak itu dengan baik- baik atau nyawamu tidak selamat! " ancam pria itu sambil menodongkan senapan laras panjang ke dahi Satria.

"Aku tidak berbohong. Jika kau tidak percaya, boleh menembak kepalaku, " ucap Satria.

Pria itu geram. Dia langsung menarik kerah Satria dan memukul wajah pemuda itu hingga mengeluarkan darah dibibirnya.

"Keluar Kau! " Satria terpaksa keluar. Dia akan meladeni mereka untuk sementara waktu. Dia yakin bantuan akan segera datang, karena tadi dia sempat melirik Kara yang sedang mengirim pesan ke seseorang.

"Periksa mobilnya! "

Saat salah satu dari mereka mendekati mobil, Satria langsung menghadangnya dengan kaki.

"Langkahi dulu mayatku sebelum menyentuh mobilku! "

"Ck, bocah ingusan ini cari mati rupanya! Cuih! " Orang itu meludah ke tanah. "Semuanya! Serang anak itu! Jangan sampai dia mati, cukup bikin dia kesakitan! "Komando orang itu pada para rekannya.

" YAAAA!!!! " Mereka mengepung Satria dari berbagai arah. Satria mengumpat dalamnya. Sial, dia tidak jago dalam hal ini. Bagaimana kalau baru satu pukulan, dia sudah tumbang? Satria menarik napas dalam-dalam. Dia berharap ada keajaiban datang. Ah, mungkin itu hanya sia- sia.

Kara yang mengintip dari balik kaca jendela sambil terpelanga. " Wah, ini namanya curang. Mereka suka sekali main keroyokan. Satu-satu kek biar adil. Kasihan Bang Satria. Bantuin nggak ya? Nanti aja deh, " ucap Kara. Dia sudah menghubungi Abimanyu. Dia harap abang bodohnya itu membaca pesannya. Jika tidak, dia akan memukul kepala orang sok sibuk itu.

****"

Di sebuah mansion yang kini di tempati tiga keluarga besar sedang sepi. Para orang tua sedang keluar mengurus bisnis mereka. Di rumah hanya Abimanyu, Utara, Selatan, Jun dan Eun Woo. Abimanyu sedang fokus dengan bukunya. Utara dan Jun bermain game. Eun Woo sedang mengetik sesuatu di laptop. Sedangkan Selatan melihat ponselnya.

Ting! Ting! Ting!

Suara ponsel seseorang membuat mereka merasa terganggu.

"Bi, angkat tuh ponsel Lo. Berisik tau! " kata Jun kesal.

"Nanti saja. Palingan si Bara dan Diki . Kemaren mereka mau ngajak mabar di rumah Rio. Gue nggak mau karena sibuk, " ungkap Abimanyu.

"Angkat aja, Bi. Siapa tahu penting. Perasaan gue kagak enak nih, " ujar Utara.

"Sama, " sahut Jun.

"Wo, lacak posisi baby sekarang! " titah Selatan.

"Oke! " jawab Eun Woo. Eun Woo mencari keberadaan Kara dengan bantuan alat pelacak yang ia pasang di ponsel Kara kemarin. Mereka memberikan ponsel pada Kara saat keluar dari rumah untuk berjaga- jaga.

"Posisi Baby—"

"Gawat! Adek dalam bahaya! "

Tiba-tiba Abimanyu menyela kalimat Eun Woo membuat mereka kaget.

"Apa??! "

Sementara itu, Kara menguap sambil menyaksikan adegan laga dari balik kaca jendela. Wajah Satria sudah tak terbentuk lagi. Kara sampai menahan tawanya.

"Dimana sih mereka? Udah satu jam belum sampai juga. Padahal Aku udah kirim pesan 30 menit yang lalu. Ngapain aja mereka selama itu? Bang Satria kuat juga. Maaf ya, Bang Satria. Aku nggak bisa bantu soalnya lagi mager. Lebih enak jadi penonton gratis. Aku hanya memberi semangat dari sini saja, " ucap Kara.

Praaang!!

Kara terkejut saat kaca jendela sebelah kiri nya di pecahkan oleh seseorang. Satria yang mendengar langsung melebarkan matanya.

"Kara!! Shit!! "

Brruugh!

Satria tumbang Karena kepalanya di pukul dari belakang saat dia lengah.

"Biarkan saja dia. Target kita hanya anak yang ada didalam mobil itu. Ayo! "

"AAAAARRRRGHHH! "

Langkah mereka berhenti mendengar suara kesakitan seseorang dari dalam mobil. Lalu, mereka melotot melihat tubuh rekan mereka di lempar ke arah mereka.

Gleg!

Mereka menelan saliva bulat- bulat. Keringat dingin membasahi sekujur tubuh mereka. Dari balik mobil itu keluar lima orang pemuda berjalan dengan pose mereka masing-masing dengan gaya slow motion. Salah satu dari kelima pemuda sangat mereka kenali. Lima pemuda itu menatap sekumpulan badut hitam itu dengan sinis.

"Bang, jangan diam dong! Selesaikan dengan cepat! Kara ngantuk nih! " tegur Kara dengan melonggokkan kepala dari dari balik jendela mobil.

"Iya dek, iya. Adek tidur saja. Biar kami yang mengurus mereka, " jawab Abimanyu di anggukkan oleh yang lain.

"Hei, kalian mau bagian yang mana? " tanya Utara pada mereka.

"Terserah saja, " jawab Eun Woo.

"Sepertinya ini akan menyenangkan, " gumam Jun sambil menyatukan kepalan  tangannya dan menekannya hingga menimbulkan bunyi.

"Mn, " sahut Selatan cuek. Mereka berlima maju dan menyerang kelompok itu. Sedangkan Satria sudah di amankan oleh Utara dan dibawa ke dalam mobil agar tidak menggangu ketenangan dalam pertarungan mereka.

Tbc.

Namaku karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang