part 15

5.6K 480 8
                                    

Thanks ya yang udah baca cerita Aku sama kasih votenya. Saranghae, Minasan🥰.

✧༺✦✮✦༻∞ Happy reading∞༺✦✮✦༻
.
.
.
.

Satria Pramjaya, salah satu anak dari pengusaha kaya. Hidup sebagai anak tunggal kaya raya tidak membuatnya bahagia. Orang tuanya kerap kali bertengkar dan tak peduli padanya. Dia selalu mengurung diri di kamar dan menulikan keributan yang terjadi di luar.

Dari kecil, Satria tidak disukai oleh teman- teman sebayanya. Satria yang kesal kerap kali menggangu anak- anak yang memiliki orang tua yang harmonis. Hingga anak itu mengadu pada orang tuanya. Tentu saja mereka melaporkan sikapnya pada orang tuanya Satria membuat ayah Satria berang dan memarahi Satria dengan kata- kata kasar. Ibunya juga tidak begitu peduli. Dia sibuk memperbanyak hartanya. Baginya uang lebih penting daripada yang lain.

"Anak tidak berguna. Nyusahin orang tua saja. Mending nggak usah hidup sekalian. Lihat tuh anakmu! Ajari dia didikan yang benar. Apa gunanya kau jadi istriku? "

"Dia juga anakmu. Aku menjadi istrimu karena terpaksa. Kalau bukan karena bisnis orang tuaku, tidak sudi Aku menjadi istrimu! "

Praaang!

Begitulah seterusnya. Mereka bertengkar dan membuat Satria kecil ketakutan. Mentalnya terganggu setiap kali mendengar pertengkaran mereka.

Sampai suatu hari....

"Hei, Kamu jangan bilang Aku disini ya. Aku harus sembunyi dari mereka. " Seorang anak laki-laki muncul dan berlindung di bawah kursi taman yang sedang ia duduki. Tak lama, Dia mendengar tiga anak laki-laki memanggil seseorang.

"Adek, kamu dimana? "

"Tar, Lo cari ke arah sana. Gue ke situ! "

"Oke! "

Mereka bertiga berpencar ke segala arah. Satria kecil yang mendengar suara cekikikan dari bawah kursi menengok ke bawah. Anak itu keluar dan melihat ke sekitarnya.

"Mereka kemana? " tanya anak itu.

"Pergi, " jawab Satria dengan muka tanpa ekspresi.

"Kamu mau nggak jadi temannya Kara? "

"Memangnya kamu mau berteman denganku? "

"Ya—aduduh, sakit abang! " pekik anak itu saat telinganya di tarik oleh seseorang.

"Anak nakal! Hukuman apa yang bagus untuk anak nakal ini, hm? "

"Ih, jangan hukum Kara. Kara nggak salah. Kalian saja nggak bisa nemuin Kara. "

"Pokoknya baby harus dihukum. "

"Hiks, jangan hukum Kara!" Anak itu merengek pada remaja yang mungkin abangnya. Satria merasa gemas dengan tingkah anak itu. Dia baru sadar kalau belum memberitahu namanya. Ketika ingin mengatakannya, mereka sudah pergi. Satria kembali murung.

Esoknya, Dia menunggu di taman berharap bisa bertemu dengan anak itu lagi. Sayangnya, sudah seminggu anak itu tidak muncul lagi. Satria pulang dengan rasa kecewa. Sepertinya dia terlalu berlebihan mengharapkan sesuatu yang belum tentu menjadi kenyataan.

Hingga beberapa tahun kemudian, Dia bertemu anak itu lagi. Ternyata anak itu berada di kelas yang sama dengannya. Sebenarnya dia sudah kelas 2 SMA, tetapi karena sering menjadi langganan BK, Satria mengulang pelajarannya di kelas 1. Orang tuanya mengusirnya dari rumah karena sudah mempermalukan nama keluarga Pramjaya. Untunglah di tengah jalan, dia bertemu dengan adik dari ayahnya. Dia pun tinggal di rumah bibi dan suaminya.

"Bang! Oi, Bang! "

Satria tersentak mendengar panggilan Kara. Ternyata Dia melamun sejak tadi.

"Abang, kenapa? Kok melamun? " tanya Kara heran.

"Mikirin Jodohnya kali, cil, " sahut Andre Teladan, adik sepupu Satria.

"Sembarangan! " Satria melempar Andre dengan kulit kuaci.

"Ciee, baper, " ledek Andre.

"Baper? Apa tuh baper? " tanya Kara bingung. Dia baru tahu kosakata baper.

"Bawa perasaan, Dek. Cari di google, semuanya ada tuh, " ucap Andre.

"Dimana carinya, Bang? " tanya Kara.

"Di sini, " jawab Andre.

"Emang bisa, ya? " tanya Kara.

"Tau ah, cil. Gue capek, mau bobo. "

"Kalau mau bobo di rumah, Bang. Jangan disini, ini tempat menuntut ilmu, " ucap Kara bijak.

"Ye, bocil sok yes. Sat, Lo kenapa? Diam- diam bae, " tanya Andre melihat Satria melamun lagi. Dia khawatir sepupunya ini nanti kesurupan, siapa tahu ye kan.

"Berisik Lo! " Satria menyandarkan kepalanya di bahu Kara. "Dek, bentar aja. Abang lagi lelah. "

"Berapa menit, Bang? " tanya Kara.

"Lima menit, " jawab Satria. Dia memejamkan mata sambil menghirup aroma bayi dari tubuh Kara.

"Sat, posisi Lo bikin mereka salah paham, " bisik Andre.

"Ha? Salah paham? " beo Kara. Satria diam.

"Iya, Cil. Lihat tuh tatapan para cewek! " tunjuk Andre. Kara melihat semua siswi tersenyum ke arah meja mereka.

"Biasa aja tuh, Bang. Mereka senyum gitu karena melihat kegantengan Kara, " ujar Kara narsis sambil menyugar rambut depannya ke belakang.

"Dih, Pede amat Lo, Cil. Sejak kapan Lo senarsis ini? " cibir Andre.

"Sejak Bang Andre belum lahir" jawab Kara enteng.

"Jauh sekali perginya, Cil, " celetuk Andre.

Bel istirahat sudah berakhir, ketiga orang itu beranjak dari kursi mereka dan menuju kelas. Seperti biasa ada saja perbincangan unfaedah dari dua orang itu. Satria cukup menjadi pendengar sejati. Sesekali dia menimpali obrolan sepupu dengan sahabatnya.

Tbc.

Namaku karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang