Part 1

30.2K 1.9K 85
                                    

Happy Reading!

"Meong! "

Kucing berbulu pirang itu menduselkan wajahnya ke kaki anak laki-laki yang sedang mengais sesuatu di tempat sampah.

"Sabar ya, Mumu. Kara lagi nyari kaleng untuk dijual biar bisa beli makanan untuk kita berdua, " hibur anak laki-laki berusia lima tahun itu.

Kucing itu mengeong seperti mengerti dengan ucapan Tuannya. Setiap hari Dia selalu mengikuti Tuannya kemanapun. Dia adalah satu-satunya makhluk yang menemani Kara.

Sejak neneknya tiada, Kara hidup sendirian dan bekerja apa saja demi bertahan hidup. Hanya rumah minimalis berdinding kayu yang di tinggalkan sang nenek untuknya.

"Yeey, dapat! " pekik Kara girang. Bocah yang memiliki pipi gembul dan berkulit hitam manis itu sangat senang mendapatkan banyak kaleng bekas yang terkubur di antara tumpukan sampah. Mumu juga ikut gembira.

Sementara itu, seorang pemuda sedang di hajar sekumpulan orang berpakaian hitam dan memakai helm serta masker. Pemuda itu bisa saja melawan mereka, tetapi Dia juga tidak mau bertindak gegabah. Karena itu, Dia pura- pura pingsan agar mereka berhenti.

"Cabut! Dia sudah pingsan! "

Orang-orang itu meninggalkan tempat tersebut. Pemuda itu meringis sambil menahan rasa sakit.

"Sssh! Benar- benar tuh mereka.... Muka ganteng Gue jadi jelek begini. Ck, awas saja! Gue bakalan balas kalian! " umpat pemuda tersebut sambil meringis.

Tingkah pemuda itu di perhatikan oleh Kara yang kebetulan melewati jalan tersebut.

"Abang, ngapain di sini? " tanya Kara mengejutkan pemuda itu.

Hampir saja Dia menyebut nama hewan legendaris. Ternyata anak kecil, huft. Tunggu!kenapa imut banget, ya? Pipinya gendut kaya bakpao. Pengen gigit, eh?!

Lupakan! "Lagi terbang dek!" jawab pemuda itu asal. Apa anak ini gak lihat? Sudah tahu Dia terluka, malah di tanya " ngapain di sini? " , bikin kesal tau!

Anak itu mengangguk. Dia tidak berbicara lagi dan melewati pemuda itu begitu saja membuat pemuda itu cengo.

"Dek, kok pergi? Nggak tolongin Abang? Abang lagi luka, lho? " kata pemuda bernama Abimanyu itu pada Kara.

Kara menoleh. Dia menunjuk dirinya, " Abang bicara sama Kara? " tanyanya polos.

"Yaiyalah. Masa bicara sendiri! " kesal Abimanyu. Nggak peka nih anak, pikirnya.

Kara mengangguk. " Apa yang mau Kara tolong? Abang kan tidak mati, " ucap anak itu membuat Abimanyu ingin melemparnya ke benua Antartika.

"Astaga, Dek! Ais, sudahlah. Adek pergi saja, deh. Bikin kesal saja bicara sama Adek, " ketus Abimanyu.

"kara mau pergi. Abang aja yang larang Kara tadi, " jawab Kara. Dia juga rada kasihan sama abang ini. Dia pikir tadi orang gila yang sedang tersesat. Ternyata orang ini manusia waras. Cuma sedikit aneh, menurut Kara.

"Karena Kara anak baik, Kara bantu abang, deh. Nggak gratis tapi, bang, " ujar Kara menawar.

"Terserah! " jawab Abimanyu.

Akhirnya Kara membawa Abimanyu ke rumah. Kebetulan rumahnya tidak jauh dari sini. Abimanyu menatap keadaan rumah anak ini miris.

Selagi di obati, Abimanyu bertanya dengan hati- hati pada Kara. " Orang tuamu mana, Dek? "

Kara terdiam sebentar. " Kara nggak punya orang tua Bang. Kara tinggal sendiri di sini, " jawabnya polos.

Abimanyu merasa sesak mendengarnya. Dia memeluk Kara dengan sayang. " Kamu anak yang kuat. Maafin Abang, " ucap Abimanyu merasa bersalah karena bertanya tadi.

Kara menggeleng. " Mmm, Abang jangan minta maaf. Kara nggak apa- apa, kok. Luka Abang sudah di obati. Kalau Abang butuh istirahat, tidur saja di sini. "

"Makasih, Dek. Oh, ya Apa kamu lapar? Bagaimana kalau kita makan di luar? " tawar Abimanyu berharap Kara tidak menolaknya.

Kara mengetuk jarinya di dagu membuat Abimanyu gemas. " Makan diluar, ya? Maaf Bang, Kara nggak punya uang. Pasti makanan luar sangat mahal. Apa Abang lapar? Kara masih punya roti. Tunggu sebentar, ya. "

Sebelum Kara pergi, Abimanyu menahan anak itu. " Nggak usah. Kamu nggak perlu mengeluarkan uang. Abang yang akan membayarnya, " ucap Abimanyu.

Kara menatap Abimanyu ragu. Dia melihat Abimanyu dari ujung kaki sampai kepala. " Abang punya uang? Kok penampilan Abang kaya gembel? " tanya Kara.

Abimanyu berdecak kesal. " Terserahlah, Cil. Ayo! " tanpa pikir panjang Abimanyu menarik tangan Kara.

"Kemana, Bang? " tanya Kara was- was.

"Makanlah, Cil, " jawab Abimanyu kesal. Karena jalan Kara kaya siput, Abimanyu mau tak mau menggendongnya biar cepat. Awalnya Kara memberontak, tetapi melihat tatapan tajam Abimanyu membuatnya berhenti. Dia menyandarkan kepala di bahu Abimanyu sambil memeluk leher pemuda tersebut.

Karena merasa nyaman, Kara sampai tertidur. Abimanyu yang mau makan di restoran tidak jadi. Dia membawa Kara ke rumahnya dengan menggunakan taksi online. Mereka tidak sadar kalau Mumu mengikuti sejak tadi.

Sesampai di rumahnya yang lumayan besar, Abimanyu langsung masuk. Ibunya yang lagi membersihkan meja makan menoleh dan kaget.

"Ya ampun, anak Bunda! " Dia menghampiri Abimanyu yang masih berjalan menuju kamarnya.

"Nanti dulu, Bun. Abi mau tidurin anak ini dulu, " cegah Abimanyu ketika Bunda mau memeluknya.

" Anak siapa yang kaubawa, Abi? " tanya Bunda Nila pada Abimanyu.

" Anak oranglah, Bun, " jawab Abimanyu. Dia membaringkan Kara dengan hati- hati dan menyelimutinya.

"OMG! Gemoy! " pekik Bunda Nila.

"Bun, jangan berisik. Nanti Dia bangun! " tegur Abimanyu.

"Kamu hutang penjelasan sama Bunda! "

"Iyaya, kita bicara di luar saja,Bun" Abimanyu menarik Bunda Nila keluar. Dia lalu menjelaskannya secara rinci.

Bunda Nila ingin menangis mendengar cerita dari Abimanyu. Dia ingin menjadikan Kara sebagai putranya. Abimanyu sangat setuju. Dia sudah menyukai anak itu dan sangat menyanyanginya. Apalagi Dia sudah lama menginginkan seorang adik. Sayangnya, Bunda Nila tidak bisa hamil lagi sejak kecelakaan itu yang membuat Dia harus kehilangan janinnya. Rahimnya terpaksa di angkat demi keselamatannya.

"Eeungg, " lenguh Kara. Dia terbangun karena terganggu dengan sesuatu yang menyentuh pipinya. Dia membuka matanya dan melihat Mumu sedang duduk di atas dada.

"Mumu! " pekik Kara. Dia duduk dan melihat sekitar dengan bingung. " Lho, ini dimana? Bukannya tadi....? Apa Kara di culik, ya? Kalau di culik, masa kamarnya sebagus ini, " tanyanya heran.

"Kamu sudah bangun? "

Tbc.

Namaku karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang