Part 34

1.8K 222 10
                                    

Happy reading!
............................

Satria mengajak Kara menemaninya ke rumah keluarganya. Jam menunjukkan pukul 19.20. Awalnya Eun Woo ingin ikut menemani, tetapi Kara menolak. Dia tidak mau abangnya kelelahan. Lagipula dia tidak lama di sana.

"Yuk, masuk, " ajak Satria. Kara mengangguk lesu. Tadi dia sempat tertidur di mobil Satria. Matanya masih mengantuk.

" Memangnya kenapa harus kesini, Bang? " tanya Kara bingung.

"Abang nggak tahu juga, Dek. Si tua bangka itu menyuruh abang kerumahnya, " jawab Satria.

"Shuut, Abang nggak boleh gitu. Dia itu ayahnya abang Lho, " tegur Kara.

" Cuma ayah angkat bukan kandung, " timpal Satria. Dia menggengam jemari mungil Kara. Mereka masuk kedalam mansion Pramjaya. Di ruang tamu sudah hadir orang tua Satria dan seorang anak seumuran Kara. Mereka seperti mengenali anak itu dari punggungnya karena anak itu membelakangi mereka.

"Satria, anak Mommy! " Lista berdiri dan menghampiri Satria. Dia memeluk putranya dengan penuh sayang.

"ABANG! "

DEGH!

Mereka kenal nada suara ini. Ini adalah suara... Belum sempat mencerna situasinya, remaja yang tidak lain adalah Raka itu tiba- tiba memeluk Satria. Dia sengaja mendorong tubuh Kara. Untung Kara bisa menahan keseimbangan badannya agar tidak jatuh.

Satria melepas rangkulan Raka. Dia menatap orang tuanya menuntut penjelasan. " Ngapain bocah ini disini? " tanyanya tidak suka.

"Satria, kamu nggak boleh gitu, Nak. Dia itu adik yang kamu cari selama ini, " jawab Lista.

DEGH!

"Apa ini benar? " tanyanya. Entah mengapa dia merasa ragu. Sementara, Kara yang mendengar penuturan mereka memandang keluarga itu dengan pandangan yang rumit. Entah apa yang ada dalam pikiran anak itu.

"K- kau, apa kau benar- benar adikku? " tanyanya dengan mata berkaca- kaca.

Raka mengangguk antusias. " Ya, Bang. Aku ini adikmu, " jawab Raka.

Satria langsung memeluk Raka dengan erat. Dia menggumamkan adikku beberapa kali. Raka sangat bahagia sekali. Dia menatap Kara dengan penuh ejekan.

Namun, semua itu hanyalah khayalannya. Nyatanya Satria tidak memeluknya. Dia memandang Raka dengan penuh permusuhan. Tiba-tiba tangan Satria langsung mencengkeram leher Raka. Lista memekik kaget. Sakti terkejut melihat tindakan Satria. Sedangkan Kara diam. Dia tidak tahu mengapa Satria mencekik Raka.

"Gara-gara Lo, Ibu kandung gue mati! Semua ini gara- gara Lo. Lo harus mati! "

"SATRIA, APA YANG KAMU LAKUKAN?! LEPASKAN! KAU BISA MEMBUNUHNYA, NAK! " Lista mencoba melepaskan kedua tangan Satria dari leher Raka, tetapi dia malah didorong dengan kasar.

"Gue harus membunuh anak ini. Lebih baik pergi ke neraka. Gara-gara dia, gue kehilangan orang tua kandung gue! " ucap Satria dengan wajah marahnya.

"SATRIA, JANGAN GILA KAMU! DIA SAMA SEKALI TIDAK BERSALAH. MAS, TOLONG HENTIKAN DIA! JANGAN DIAM SAJA DONG!"

"Bang Satria, " panggil Kara lembut. Suara itu mampu membuat tubuh Satria membeku. Alunan suara merdu itu mampu menghipnotis pendengaran Satria. Dia lalu melepaskan Raka hingga anak itu terjatuh sambil terbatuk- batuk. Buru- buru Satria memeluk Kara dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Kara. Barusan sisi iblisnya keluar. Untung saja Kara cepat menyadarkannya.

"Kara, Aku takut, " cicitnya.

"Tenanglah. Ada Kara disini, " hibur Kara sambil mengelus kepala Satria. Pemuda itu tertidur dalam dekapan Kara. Untunglah Kara kuat menahan bobot Satria yang cukup berat ini.

Lista menatap Kara dengan benci. Dia menujuk ke wajah Kara. " Kamu! Pasti Kamu sudah mencuci otaknya. Gara-gara Kamu, dia hampir saja membunuh adik kandungnya sendiri! "

Kara tersenyum miring. " Satria hanya anak tunggal. Kau pikir aku tidak tahu soal ini. Kau hanya menjadikan anak itu sebagai pancingan untuk membuat Satria marah. Tujuanmu adalah agar aku mati di tangan Satria. Apa aku benar, Nyonya Lista?  Atau bisa kusebut sebagai mantan pacar Daddy Kim, " ucap Kara yang tepat sasaran membuat Lista terkejut mendengarnya. Dia melirik ke belakang. Tampak suaminya sedang menenangkan Raka yang ketakutan. Dia cukup lega mereka tidak mendengarnya.

"Aku juga sudah tahu kau menyembunyikan wanita itu di ruang bawah tanah. Jangan khawatir, wanita itu sudah aman sekarang. Satu hal lagi, jangan lupa siapkan mentalmu nanti. Akan ada kejutan menantimu, Nyonya Lista, " ungkap Kara sembari menyeringai membuat Lista bergidik ngeri. Sepertinya dia salah mencari lawan. Anak ini tidak sekedar licik, tapi bisa memanipulasi lawannya sampai lawannya sendiri tidak menyadari rencananya.

Lista mengepalkan tangannya. Raut kemarahan tersirat di wajahnya. Dia menatap Kara dengan penuh kebencian. Rasa membunuh anak ini semakin besar saja. Dia ingin melenyapkan anak ini sekarang juga, tetapi dia tidak mau suaminya mengetahuinya.

"Jangan coba- coba berpikir untuk membunuhku, Nyonya Lista. Seribu cara yang kau pakai tidak akan berhasil. Kau tidak lupa siapa aku kan? Kau bisa lihat dari berbagai sudut. Banyak lubang kecil di mana-mana. Sekali saja kau membuat langkah yang mencurigakan, maka satu detik nyawamu langsung melayang, " bisik Kara memperingati Lista.

"Iblis kau! " geram Lista dengan suara tertahan dan napas memburu.

Kara tidak membalas. Dia cuma tersenyum miring pada Lista. Rautnya berubah jadi anak yang polos. " Tante Lista, dimana kamar Bang Satria? Sepertinya abang tidur, " tanya Kara pada Lista.

"Biar aku yang membawanya, " saran Lista. Dia enggan membiarkan Satria dibawa oleh setan kecil yang menyamar jadi malaikat ini.

Kara menggeleng keras sambil menggoyangkan telunjuknya. "Nonono. Biar Kara saja. Tante pasti kelelahan. Tante tinggal tunjuk kamar Satria yang mana. "

"Lantai atas, cat merah, " jawab Sakti yang masih menenangkan Raka. Sepertinya anak itu masih syok yang bercampur ketakutan.

"Terimakasih, Paman. Paman baik, deh! " Kara mengedipkan mata membuat Sakti geleng- geleng kepala. Dia melihat Kara memapah tubuh Satria.

'Masih kecil, kuat juga. Makan apa dia? ' tanyanya heran.

Tbc.

Namaku karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang