Part 39

1.8K 178 3
                                    

Happy reading

"Lepaskan aku! "

Jun berteriak ketika dirinya diseret oleh seekor monyet. Monyet itu tidak menghiraukan teriakan Jun. Dia terus menyeret Jun dan melemparnya keatas.

BUAAGH!

Tubuh Jun terlempar kearah Utara dan tabrakan pun tak terelakkan.

"Adoy! " jerit Utara. " Wajahku! Si—eh? " Dia melotot melihat sesosok tubuh manusia yang terbaring sambil menahan kesakitan.

"JUN! " pekiknya kaget. Dengan tergesa-gesa, Utara menghampiri Jun.

"Jun, Lo nggak apa- apa kan? Jun, jawablah!"

"BERISIK! " bentak Jun membuat Utara mundur seketika.

"Aduh, sakitnya! " ringis Jun. Punggungnya terasa mau patah. Ini semua gara- gara monyet itu.

"Mana yang sakit? Aduh, kok bisa sih Lo jatuh ke jurang? Bagaimana Lo bisa naik sampai kesini? Tau nggak, semua orang sedang mengkhawatirkanmu, " kata Utara.

"Khawatir? Terus yang dibelakang Lo apa namanya? " Jun menunjuk dengan muka flatnya. Utara menoleh. Dia melihat yang lain malah asyik mengobrol sambil tertawa terbahak- bahak. Entah apa yang mereka bicarakan. Utara langsung memasang wajah bodohnya seraya cengengesan.

"Hahaha, mungkin mereka tahu Lo nggak bakalan mati semudah itu, " ujar Utara.

"Tentu saja. Jun tidak akan bisa mati dengan mudah, " ucap Jun bangga. Giliran Utara yang menatap Jun datar.

"ABANG! " Suara teriakan Kara membuat mereka berdua menoleh. Kara langsung berlari dan memeluk abangnya.

"Abang, syukurlah abang belum mati, " ucap Kara lega.

"Kau pikir abangmu bisa mati hanya karena masuk kedalam jurang. Abangmu ini sangat kuat seperti Bima, " ucap Jun angkuh.

Utara langsung memukul punggung Jun dengan kuat hingga menimbulkan suara seperti ranting patah.

"Yaaaaaaakh!" jerit Jun. Dia menggeliat seperti cacing kepanasan seperti menahan rasa sakit yang luar biasa.

"Apanya yang kuat? Baru dipukul Lo udah kesurupan nenek lampir, " sarkas Utara.

"Ya, nggak usah mukul terlalu kuat. Lo pikir punggung gue besi apa? " Jun melotot tajam pada Utara. Dia langsung berlindung dibalik punggung Kara ketika Utara hendak melayangkan tangannya.

Tiba-tiba seekor monyet muncul dan menghampiri Kara. Jun melotot horor pada monyet itu.

"Pupu! " Kara menghampiri monyet itu, tetapi ditahan oleh Jun.

"Dek, jangan kesana! Monyetnya sangat galak. Adek bisa terluka nanti, " cegah Jun.

"Abang, apa- apaan sih? Itu Pupu, monyet kesayangan Adek. Dia nggak mungkin galak kalau tidak diganggu, " protes Kara. Dia lalu menghampiri Pupu dan menggendongnya.

"Pupu, apa kau baik- baik saja? " tanya Kara khawatir.

"Hei Dek, harusnya kalimat itu ditujukan pada abangmu ini. Kenapa harus si monyet itu? Ini tidak adil!" seru Jun tidak terima. Dia sangat iri melihat adiknya begitu perhatian pada monyet itu.

Teriakan Jun tidak dihiraukan oleh Kara. Anak itu sibuk memeluk Pupu dan mengajaknya bicara. Jun menghentakkan kakinya dan pergi dengan wajah kesal.

🍃🍃🍃

Di apartemen keluarga Kim, terlihat Jia mondar-mandir. Sesekali matanya melihat keluar. Junghwan menghela napas kasar.

"Sayang, duduklah. Kau akan kelelahan nanti. Jun pasti baik- baik saja, " bujuk Junghwan.

"Sebenarnya Jun kenapa? " tanya Papi Barat. Daritadi dia penasaran, tetapi tidak satupun yang memberinya penjelasan. Dia datang kesini karena ada urusan bisnis dengan Jungkook. Memang kabar hilangnya Jun tidak sampai pada Papi Barat dan Ayah Bagas. Mereka sangat sibuk dengan bisnis dan tidak tahu mengenai masalah ini.

"Kami mendapat kabar kalau Jun dalam bahaya. Karena khawatir, anak- anak mencari Jun, " ungkap Jungkook.

"Ini belum 24 jam. Dia belum dinyatakan menghilang. Kenapa kalian sepanik ini? " tanya Papi Barat heran.

"Musuh kami banyak, sebagai orang tua tentu aku mengkhawatirkannya, " jawab Jungkook.

"Kudengar musuh kalian ini ada hubungannya dengan Lista. Apa kalian pernah punya masalah dimasa lalu? " tanya Ayah Bagas. Dia menatap Jungkook dan Junghwan.

"Kurasa orang yang berhak kau tanyakan itu adalah dia. " Junghwan menunjuk Jungkook. Mereka langsung menatap Jungkook menuntut penjelasan.

"Dad, apa itu...? " Kalimat Aina menggantung membuat yang lain penasaran. Jungkook melirik istrinya. Dia lalu menghembuskan napasnya.

"Mungkin memang dia..., " gumam Jungkook.

"Siapa? " tanya Ayah Bagas dan Papi Barat bersamaan.

"Soal itu.... "

Di tempat lain, sebuah panah meluncur dengan tepat di sebuah lembaran photo yang tertempel di dinding.

Pria berhodie itu menyeringai tipis. " Sudah lama ya. Sepertinya kau sangat bahagia sekali ya, mantan sahabatku. Hahaha, tidak apa- apa. Aku sudah membunuh salah satu dari anakmu. Kali ini aku akan membunuh anak bungsu yang kau sayangi itu. "

Dia sangat membenci pria itu. Karena pria itu, dia harus melakukan beberapa kali operasi di wajahnya. Sungguh, dia sangat membenci wajahnya sekarang. Apalagi saat dia mengetahui pria itu menikah dengan wanita yang sangat dia cintai. Dia tidak sudi melihat pria itu menderita diatas penderitaannya.

"Tunggulah aku di neraka, Jungkook! "

Pria itu melempar anak panah itu ke dinding dan tepat mengenai dada pada photo tersebut.

Tbc.

Namaku karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang