Part 40

4.1K 219 12
                                    

Happy reading...!

Hari ini, Kara berangkat sekolah diantar oleh Lee Jeno, asisten Daddy Jungkook. Daddy dan Mommynya buru- buru kembali ke Seoul bersama yang lain meninggalkan dia dan Eun Woo di rumah keluarga Bumi. Eun Woo nggak bisa hadir karena mendadak demam. Dia terpaksa istirahat dirumah ditemani oleh Bunda Nila.

Kara duduk di bangkunya sambil menggoyangkan kedua kakinya. Dia menggerutu kesal. Hanya sedikit yang ada didalam kelas. Dia menyesal berangkat lebih cepat seperti biasa.

"Bang Satria dan Bang Andre kok belum datang, ya. Aku bosan, " keluh Kara. Dia menelungkup kepalanya di meja dan menumpunya dengan kedua tangan.

Jam dinding di kelas menunjukkan pukul 07.00 WIB, tetapi dia belum melihat batang hidung mereka. Bahkan waktu terus berputar sampai guru mata pelajaran masuk.

Kara memanyunkan bibirnya. Pokoknya nanti dia mogok bicara sama mereka berdua. Kara kesepian dikelas sendirian. Meskipun banyak teman yang ingin mendekatinya, tetapi mereka tidak sedekat Satria dan Andre.

"Kar, Lo nggak jajan ke kantin? " tanya salah satu teman perempuan di kelasnya.

Kara menggeleng. "Nggak, " jawabnya singkat. Padahal perutnya sudah mengadakan konser sejak tadi. Dia nggak berani keluar dari kelas. Sifat magernya sudah mendarah daging. Entah gen siapa yang diwariskan kepadanya. Mana dia belum sempat sarapan saking semangatnya berangkat kesekolah.

"Aku punya makanan lebih. Kamu mau? " tawar salah satu teman perempuan dikelaanya. Dia merupakan teman dari siswi yang pertama bicara padanya. Dia menyodorkan sebungkus sandwich pada Kara. Kara ngiler menatap makanan dalam kotak bekal siswi bernama Bella itu.

"Mamaku jualan roti. Rotinya enak. Aku yakin kamu akan menyukainya. Kamu coba dulu, " anjur Bella.

Kara mengambil sandwich itu dengan ragu. Dia mulai menggigitnya sedikit. Matanya melebar dan perasaan bahagia tak bisa dijabarkan dengan seribu kalimat.

"Enak, " ucap Kara memuji.

Bella tersenyum senang. " Syukurlah, kamu suka, " gumam-nya.

Kara makan dengan lahap. Dia sampai nambah dua kali saking enaknya roti buatan ibu dari temannya ini.

🍃🍃🍃🍃

Disalah satu ruangan yang gelap, seseorang membuka mata. Dia menatap sekelilingnya dengan bingung. ' Kenapa Aku bisa ada disini? ' Dalam hatinya terus mengulang pertanyaan itu.

Suara langkah seseorang yang beradu dengan lantai membuat wajahnya yang tertunduk langsung mendongak. Karena minim pencahayaan dalam ruangan, Dia tidak dapat melihat rupa orang dibalik kegelipan itu.

"Siapa kau? " tanyanya dengan tenang. Dia tidak boleh panik dalam situasi ini.

"Sudah lama tidak bertemu ya... " Orang itu tersenyum sinis.

Dia melebarkan mata, terkejut. " Kau....?! "

Dia heran, bagaimana bisa dia berada di tempat ini? Bukankah dia sedang bersembunyi di belakang sekolah untuk menculik anak itu. Dia terkekeh samar. Dari dulu sampai sekarang, dia selalu kalah dengan orang ini.

"Menyebalkan, " gumamnya. "Aku tak mengira akan ditangkap lagi olehmu. Sepertinya nasibku tidak mujur. "

"Jangan menyalahi nasibmu! Kau sendiri yang membuat nasibmu seperti ini. Aku tak tahu mengapa orang sepertimu bisa sepicik ini. Sudah kukatakan padamu, masa lalu adalah masa lalu. Masa depan tidak ada sangkut pautnya dengan masa lalu. Cinta seseorang tidak bisa dipaksakan. Seharusnya kau menerima keadaanmu yang sekarang bersama cinta yang baru. Selain menyakiti diri sendiri, kau juga menyakiti orang terdekatmu. Padahal mereka tulus menyanyangimu. Aku tak mengerti dengan sikap egoismu ini. "

"Daddy! "

Dia mendongak dengan wajah kaget. " Satria.... "

"Aku sudah tahu semuanya, Dad. Aku sudah memaafkanmu, " ucapnya.

"Kenapa....? " Dia menatap remaja itu bingung. " Kenapa kau memaafkanku? Padahal.... "

"Tidak ada alasan, Dad. Kau adalah keluargaku. Mama Lina sudah cerita padaku, " ucapnya.

"Sakti.... "

"Lina, Kau...? "

"Aku sudah tahu semuanya. Kara menceritakan semuanya padaku. Aku sudah memaafkanmu. "

Sakti meneteskan air mata. Dia beberapa kali meminta maaf pada mereka. Satria tersenyum melihat itu.

"Satria, sebaiknya kau temui dia. Mungkin dia sedang mencarimu saat ini, " anjur Jungkook.

"Ya, " jawab Satria. Kemudian, Satria meninggalkan tempat itu untuk menemui adik angkat yang sangat disayanginya itu.

Benar saja, sepulang sekolah Kara langsung ke kamar dengan wajah masam. Dia mengabaikan Eun Woo dan Jun. Padahal mereka beberapa kali membujuknya, tetapi gagal. Kara ngambek karena nggak ada yang menemaninya disekolah.

"Adek! "Tiba-tiba seseorang mengalihkan atensi mereka. Kara menatapnya sengit.

"Ngapain disini? Pergi sana! " usir nya ketus.

"Yah, padahal abang mau kasih adek satu kotak yupi. Karena adek usir abang, mungkin abang kasih aja ke Andre, " ujar Satria.

"Eh, jangan! " cegah Kara. " Adek nggak usir kok. Sini yupinya! " pintanya.

Satria memberikan sekotak yupi pada Kara. " Udah selesai marahnya, hm? "

"Sedikit. Karena abang beli yupi untuk adek, dimaafin deh. Lain kali jangan tinggalin adek sendiri di sekolah. Kasih tahu kalau nggak sekolah, biar adek nggak pergi kesekolah, " ujar Kara dengan mulut penuh dengan yupi.

"Eh, nggak boleh gitu. Nanti kamu nggak naik kelas, " ujar Jun menakuti Kara.

"Adek nggak peduli., wekkh! " Dia menjulur lidahnya seakan mengejek Jun.

"Heh, anak ini, benar- benar ya.... " Jun maju ingin menggelitik Kara, tetapi anak itu langsung kabur duluan.

"Kara, kesini kamu! "

"Nggak mau! Waaaaa! " pekik Kara ketika Jun mulai mendekatinya.

"Anak nakal! "

"Ampun, Abang! "

Semua orang yang melihat itu hanya terkekeh, terutama melihat tingkah Kara yang menggemaskan. Tak jauh dari mereka, seekor kucing memperhatikan pemandangan itu dari atas pohon sebelum pergi. Hanya satu orang yang menangkap kehadiran kucing tadi. Dia adalah Selatan.

"Kucing? Mirip Mumu. Mungkinkah....? "

"Tan, Ada apa? " tanya Utara.

Selatan tersentak. " Ah, tidak ada, " jawabnya cepat. Mereka kembali fokus kedepan. Selatan tersenyum melihat adiknya tertawa bahagia. Begitupun dengan yang lain.

End

Namaku karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang