Part 21

4.8K 507 16
                                    

( Thanks ya all udah baca ceritaku, vote dan komennya 🥰🥰.

Happy reading ya, All! Jangan lupa vote dan komennya ya, teman- teman 😊🥰😉)

.
.
.
.
.
.
.

Kara membuka mata bulatnya. Ke dua netranya memicing melihat ada yang berbeda dari ruangan yang ia tempati. Dimana dia? Dia mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Ah, iya tadi dia tidur dalam pelukan Tante cantik itu, siapa ya namanya? Kara berusaha untuk berpikir.

"Baby, mikir apa hm? " bisikan halus di telinganya membuat Kara spontan kaget. Mata bulatnya melotot. Hampir saja ia terjatuh kalau tidak dipegang oleh orang ini.

"UDIN! " pekiknya heboh.

Eun Woo mendengar itu hanya bisa menghela napas . " Namaku bukan Udin, tapi Eun Woo. Maaf, waktu itu aku berbohong padamu, " aku Eun Woo.

"Ooh, jadi namamu uwowo? " ulang Kara dengan bernada di kalimat terakhir.

"Eun Woo, baby, " tekan Eun Woo.

"Ewowo, " ucap Kara. Dia memang sedikit susah menyebut nama Eun Woo. Lidahnya belibet saat mengeja nama itu.

Eun Woo mengambil buku tulis dan menulis Eun Woo. Dia tunjukkan pada Kara. Kara mengernyit dan mulai mengejanya. " E- U- N - W- O- O, " eja Kara.

"Coba baca. "

"Wowo, " jawab Kara sambil menatap Eun Woo polos.

"Terserah baby saja, " ucap Eun Woo pasrah. Mau marah nggak bisa, Dia mana tahan dengan aegyo yang terlihat di wajah Kara.

"Wowo, kita dimana? Apa kita diculik? " tanya Kara.

"Panggil Aku Abang, baru kujawab, " suruh Eun Woo.

"Kenapa Kara harus manggil Abang? Kara udah punya, em, satu, dua... Lima Abang! " Kara menunjukkan lima jarinya pada Eun Woo.

"Apa salahnya kalau kamu manggil aku Abang? Mereka juga boleh, kenapa aku tidak? " tanya Eun Woo marah.

Kara kaget melihat ekspresi marah Eun Woo. Dia mengerjap- ngerjap mata lucu. Dia berpikir, Jika dia tidak menuruti permintaan Eun Woo, apa akan terjadi masalah, ya? Memangnya apa pentingnya dengan panggilan itu?

"Iya, Abang, " jawab Kara. " Udah kan? Jangan marah lagi. Serem tahu kaya hulk, " ucap Kara.

Eun Woo menarik napas dalamnya. Dia lalu tersenyum cerah. "Abang nggak marah kok. Kita kebawah, yuk. Semuanya sudah menunggu baby, " ajak Eun Woo.

"Semuanya? " tanya Kara bingung. Dia membiarkan Eun Woo menarik tangannya.

Kara memandang takjub dengan sekitarnya. Anak tangganya dilapisi karpet merah dan terbuat dari emas. Kara berpikir untuk menghancurkan anak tangga ini dan menjualnya ke toko. Dia pasti akan menjadi orang paling kaya di dunia ini. Membayangkannya membuat Kara tersenyum sendiri.

Senyumnya luntur ketika melihat orang- orang dengan wajah yang berbeda di meja makan. Dia hanya mengenal Om datar dan Tante cantik. Satu lagi Abang hulk, si Jun dan Eun Woo.

"Bang, mereka siapa? " bisik Kara. Namun, karena mereka memiliki pendengaran yang sangat tajam bisa mendengar bisikan itu. Para pria di meja makan itu menatap Eun Woo iri.

"Mereka itu keluarga Abang, baby. Yuk kesana! "

"Nanti kalau mereka gigit Kara gimana? Soalnya mukanya serem- serem. Apalagi wajah Om itu, " bisikan Kara sambil melirik pria yang sedari tadi menatapnya instens. Dia adalah Kim Jung hwan, adik laki-laki dari Kim Jung-Kook.

Eun Woo mengigit pipi dalamnya. Ia tersenyum geli mendengar ucapan sang adik. " Mereka nggak akan gigit kalau baby nggak nakal, " jawab Eun Woo.

Mendengar itu, Kara menggigit bibir bawahnya. Dia menatap mereka takut. Berarti dia tidak boleh nakal, ya.

"Santai aja, baby, " kata Eun Woo menenangkan adiknya yang gugup. Dia membawa Kara ke tempat keluarganya. Rasa takutnya menghilang saat melihat ayam goreng di meja makan itu. Matanya berbinar- binar dan hampir saja air liurnya menetes. Semuanya merasa gemas dengan ekspresi Kara. Mereka sudah tahu apa yang di incar si bayi besar satu ini.

Wajahnya langsung cerah berkali- kali lipat ketika ayam goreng itu di taruh di piring yang sudah ada nasinya. Namun, dia bingung tidak ada sendok di meja makan. Hanya ada benda yang mirip lidi itu. Dia bertambah bingung saat mereka makan menggunakan benda itu.

"Kenapa, baby? " tanya Aina pada Kara.

"Tante, kok pake itu makannya? " tanya Kara.

Aina merasa sesak mendengar putra kandungnya memanggil Tante, tapi dia harus menahannya. " Astaga, Mommy lupa! " Aina memberi sendok pada Kara. Kara menerimanya dengan senang karena sendok itu berwarna emas. Dia suka yang berkilau- kilauan. Kara memakannya dengan lahap tanpa peduli dengan tatapan gemas semua orang padanya. Makan malam pun berlangsung dengan tenteram.

Tbc.

Namaku karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang