Part 38

1.6K 153 6
                                    

Happy reading!

PRAAANG!

Gelas yang dipegang oleh Jia jatuh ke lantai. Dia memegang dada dengan kerutan didahi. Entah mengapa perasaannya mulai tidak enak.

"Sayang, hati-hati! " Junghwan berlari dan mencegah istrinya menyentuh pecahan gelas itu.

Jia kaget. Secara reflek telapak tangannya berdarah karena tertusuk pecahan gelas kaca itu. Junghwan panik dan lekas membawa istrinya ke sofa. Dia menyuruh pelayan untuk membersihkan pecahan kaca agar tidak terluka.

"Sayang, kenapa kau tidak hati- hati? Lihat kan kulit tanganmu terluka, " omel Junghwan. Dia meniup telapak tangan istrinya sebelum mengobatinya. Jia hanya diam. Pikirannya berada ditempat lain.

"Sayang, Aku sangat merindukan Jun. Bisakah kita kembali ke indonesia? " tanya Jia hati- hati.

Junghwan terdiam. Dia menatap istrinya dengan lekat. Tangannya terangkat dan menyentuh pipi Jia dengan lembut. Kemudian dia mengelus nya dengan penuh cinta.

"Apa kau sangat merindukan Jun, hm?" tanya Junghwan. Jia mengangguk. " Baiklah. Apapun permintaan sang ratu akan raja penuhi. Kita akan ke Indonesia sekarang, "putus Junghwan membuat sepasang mata Jia berbinar bahagia.

"Terimakasih suamiku! " Jia mengecup pipi Junghwan.

"Sebelahnya juga dong. Biar adil supaya yang satunya nggak cemburu, " ucap Junghwan sambil mengerlingkan matanya.

Jia tersenyum malu. Dia lalu mengecup pipi sebelah suaminya dengan cepat sebelum berlari karena malu. Junghwan terkekeh melihat tingkah istrinya yang menggemaskan.

"Dia sangat menggemaskan, bukan? " tanya Junghwan. Pelayan yang kebetulan lewat menatap Junghwan aneh.

"Tuan bertanya sama siapa?" Pelayan itu melihat sekitar. Tidak ada siapapun. Dia langsung pergi dan berpikir bahwa majikannya sudah gila.

🍃🍃🍃

Jun mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi untuk menghindari mobil yang mengejarnya dari belakang. Dia tidak peduli dengan teriakan para pengendara yang menyumpah serapah padanya. Untuk menghindari hal yang tidak terjadi, Jun berbelok dan mengarahkan mobilnya ke jalan yang sepi.

"Shit! Tidak ada habisnya, " desis Jun geram. Terpaksa Jun membanting stir hingga mobilnya meluncur kebawah jurang.

Mobil yang mengejarnya langsung berhenti. Salah satu dari mereka keluar dari mobil.

" Kita harus pergi dari sini! "

"Bagaimana dengan anak itu? "

"Kurasa dia sudah tewas. Jurang itu sangat dalam. Mustahil dia selamat dibawah sana. Ayo! "Mereka masuk kedalam mobil dan meninggalkan tempat kejadian.

Disisi lain, hilangnya Jun membuat keluarga yang lain heboh. Mereka mencari keberadaan Jun. Namun, semua itu nihil. Sampai alat pelacak Eun Woo mengarahkan dirinya ke jurang.

"Jangan-jangan dia ada dibawah sana," duga Utara.

"Jurangnya sangat dalam. Bagaimana bisa kita masuk ke sana? " tanya Andre.

"Lo sudah periksa CCTV? " tanya Selatan.

"Sudah, tapi cctvnya rusak. Sepertinya ada yang sengaja melakukannya, " jawab Eun Woo.

"Apa ini sebuah konspirasi? " gumam Satria.

"Konspirasi? Maksud Lo apa? " tanya Abimanyu yang sejak tadi diam menyimak obrolan mereka.

" Gue rasa orang yang melakukan ini sudah merencanakannya sejak lama, " gumam Andre sambil menganalisis kejadian. "Apa kalian punya musuh? " tanya Andre sambil menatap mereka secara bergantian.

"Orang kaya seperti kami memang memiliki musuh di mana-mana, " sahut Eun Woo dibenarkan oleh Abimanyu, Selatan dan Utara.

"Menurut gue ini ada hubungannya dengan masa lalu. Gue rasa Mommy Lista mengetahui sesuatu, " celetuk Satria beransumsi sambil mengelus dagu.

"Bagaimana cara kita meminta penjelasan pada wanita gila itu? " tanya Utara. Mereka saling memandang.

"Ini sangat sulit, " keluh Andre. "Rasanya lebih sulit dari menghafal rumus matematika, " gumam Andre.

"Hei, Anak-anak! Apa kalian sudah mendapat petunjuknya?! " tiba-tiba Lee Jeno berseru membuat mereka menoleh.

"Belum. Kami lagi mencari petunjuknya! " sahut Utara.

"Aish! Berhenti bermain detektif. Cepat periksa ke bawah sana! " titah Jeno yang sudah mulai jengah. Dia sampai kepanasan berdiri terus menunggu anak- anak itu.

"Kenapa tidak Paman saja? Anak buah Paman kan banyak. Kenapa tidak menyuruh mereka yang memeriksanya, " protes Eun Woo.

"Ya, benar itu. Ini tidak adil bagi orang muda seperti kami! " seru Utara.

"Sesekali anak muda seperti kalian harus mengalah pada yang lebih yang tua. Kami sudah tua, mau turun kebawah sana tidak cocok untuk orang tua seperti kami, " timpal Lee Jeno di anggukkan oleh para rekannya.

Terjadilah perdebatan antara mereka dengan Lee Jeno. Kara membuang kasar napasnya. Dia menepuk jidat pelan sambil geleng- geleng kepala.

"Hadeh, sampai kapan ini selesai, " ucapnya lelah. "Pupu, Apa kau bisa membantuku? " Kara melirik monyet yang duduk di pundaknya. Pupu mengangguk dan segera meloncat dari pohon satu ke pohon yang lain.

Sementara dibawah jurang, Jun membuka mata. Ke dua tangannya memegang erat sebuah box berisi kue kesukaan adiknya. Dahinya mengeluarkan darah. Dia mengerjap sambil meringis kesakitan. Jun berusaha keluar dari mobil dan berjalan tertatih- tatih. Dia melihat sekitar dengan pandangan bingung.

"Dimana ini? Apa ini surga? " tanyanya. Dia menatap sekitar dengan pandangan menyelidik. Tiba-tiba dia mendengar suara rimbunan semak yang bergoyang. Dia memandang dengan was- was.

"Siapa disana? Keluarlah! " teriaknya. Dia mencari benda apapun yang ia lihat untuk berjaga- jaga. Siapa tahu yang keluar hewan buas atau orang jahat.

Namun, tidak ada yang menyahut. Semak- semak itu semakin berisik dan goyangannya lebih cepat. Jun melangkah dengan hati- hati sambil memegang sebuah ranting dan tangannya yang satu memegang sebuah kotak. Tiba- tiba sesuatu melompat dari semak itu dan menyerang Jun.

"GYAAAAAAAAA!"

Tbc.

Namaku karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang