Part 36

1.8K 199 5
                                    

Happy reading guys!

"KARAAAA!!! "

Satria terbangun dari tidurnya. Napasnya tidak beraturan dan keringat dingin terasa basah di sekujur tubuhnya. Dia menarik napas lega.

"Cuma mimpi, " ucapnya. Ada rasa lega dihatinya. Tiba- tiba dia merasa ada yang janggal. Dilihatnya kesamping, ternyata Kara tidak ada. Spontan Satria berlari keluar kamar.

Dugh!

Karena terlalu buru- buru, Dia sampai tidak tahu bahwa pintu belum dibuka. Satria mengaduh kesakitan karena jidatnya menabrak daun pintu.

"Pintu sialan! " makinya. Dia memukul pintu itu dengan keras yang justru membuat tangannya sakit.

"Aduh!! " Air mata sampai keluar dari biji matanya.  "Dasar pintu nggak ada akhlak!" 

Dia membuka pintu dengan hati- hati dan mencari Kara ke segala penjuru. Namun, dia tidak menemukan sosok Kara dimanapun.

"Apa dia sudah pulang? Atau aku telpon saja dia, tapi dia nggak bawa ponsel. Bagaimana kalau mimpiku jadi kenyataan? Ah, nggak, nggak. Aku nggak bisa hidup kalau mimpi itu benar-benar jadi nyata. " Dia menggelengkan kepala dan menepis semua pikiran buruknya.

Tak sengaja matanya melihat Sakti yang sedang bersantai dengan Raka. Satria langsung menghampiri mereka. Raja yang menyadari kedatangan Satria langsung memeluk Sakti dengan erat. Dia enggan melihat Satria sejak insiden itu.

"Dad, lihat Kara nggak? " tanya Satria tanpa mempedulikan sosok Raka yang menatapnya ketakutan.

"Kara? Bukannya dia sama kamu ya?" tanya Sakti balik.

"Dia nggak ada pas aku bangun, Dad, " jawab Satria lesu.

"Ha? Kok bisa? Coba kamu cari dulu. Siapa tahu dia sedang jalan- jalan, " saran Sakti.

"Ya, Dad." Satria pergi dan kembali masuk kedalam. Ketika menaiki anak tangga, Dia berpapasan dengan Kara yang lagi menggendong seekor monyet.

"Adek! " panggilnya riang.

Kara mendongak. Dia langsung menghindar ketika Satria mau memeluknya. "Eits,Jangan peluk adek dulu. Adek lagi pegang Pupu. Pupu baru mandi. Kalau abang peluk adek, nanti Pupu sakit karena kena kuman dari abang, " ucap Kara.

"Enak saja. Abang wangi, ya, " tampik Satria tidak terima. Dia menatap iri pada monyet dalam pelukan Kara. Monyet itu malah menjulurkan lidah seakan sedang mengejeknya.

"Sejak kapan adek bawa monyet? " tanya Satria heran sembari menatap monyet itu sinis. 'Udah jelek, masih hidup lagi,' batin Satria.

"Pupu ini hadiah dari Bang Etan. Adek nggak tahu kenapa Pupu bisa ada dirumah orang tuanya abang, " ungkap Kara. "Adek juga jarang main sama Pupu. Soalnya Pupu ini sering hilang entah kemana, " lanjutnya.

"Masa sih, Dek. Jangan-jangan monyet jadi- jadian lagi, " celetuk Satria. Dia ikut duduk disamping Kara. Mereka berbincang di ruang keluarga.

Tak lama mereka mendengar suara orang berteriak kesetanan dari lantai atas. Satria dan Kara saling memandang.

"Ada apa dengan mommy? " tanya Satria. Kara mengangkat bahu. Dia fokus mengilap bulu Pupu. Diam-diam dia tersenyum miring ketika Satria pergi ke lantai atas.

Beberapa menit yang lalu...

Dorrrrrr!

Tembakan Lista meleset dan malah mengenai bingkai pernikahannya dengan Sakti. Dia merasa geram karena Kara terus menghindar. Ketika dia menembaknya lagi, tiba-tiba seekor monyet muncul dan mencakar muka cantiknya. Lista menjerit kesakitan. Dia melempar monyet itu, tetapi monyet itu malah melawan dan merusak rambut Lista hingga tidak sehelai pun ada di kepalanya.

Sebelum keadaan menjadi rumyam, Kara menyuruh monyet itu untuk berhenti. Mereka meninggalkan Lista didalam. Sebelum itu, Kara menyemprotkan parfum ilusi ke wajah Lista membuat wanita itu berteriak kesakitan.

Di waktu sekarang, terlihat Lista seperti orang kesurupan. Dia bergumam tidak jelas. Sakti merasa ngeri melihat keadaan istrinya. Sedangkan Satria hanya sedikit simpati. Meski wanita ini tidak peduli, tapi dia masih keluarganya.

"Lista, ada apa denganmu? Kenapa kamu menjadi seperti ini? " tanya Sakti. Lista tidak menjawab. Dia hanya tertawa dan berbicara seorang diri. Karena kondisi istrinya semakin parah, terpaksa Sakti membawa istrinya ke rumah sakit jiwa.

Satria pun mengantarkan Kara ke apartemen keluarga Kim. Setiba di apartemen, bukannya masuk kedalam, Kara malah pergi kebelakang untuk menemui seseorang.

"Paman, makasih ya. Parfumnya sangat luar biasa, " ucapnya pada seorang pria yang bersandar di dinding. Sepertinya dia memang menunggu kedatangan Kara.

"Bagaimana dengan wanita itu? " tanya pria itu.

"Dia sudah menjadi gila, Paman. Paman, bagaimana dengan Mama Lina? " tanya Kara tak sabar.

"Dia baik- baik saja. Oh, ya Mama Lina bilang sangat merindukanmu. Kau harus temui dia dikamar, " ucap pria itu.

"Paman, " panggil Kara. Pria itu berhenti melangkah dan menoleh.

"Apa lagi? " tanya pria itu.

"Gimana dengan abang Satria? " tanya Kara.

"Dia akan menjadi urusanku. Bagaimanapun juga dia adalah anak dari kakakku, " jawab pria itu. Dia berbalik dan meninggalkan Kara.

"PAMAN JENO! " teriak Kara.

Pria yang tidak lain adalah Lee Jeno langsung menoleh dengan kesal. " Apa lagi, sih? "

"PAMAN JENO, JANGAN LUPA BELI YUPI SATU KOTAK YA! " teriak Kara.

Jeno tidak menjawab. Dia melambai tangannya keatas tanpa menoleh sambil terus berjalan menuju mobil yang ia parkir di depan.

Kara lalu berlari melewati pintu belakang. Dia melongok ke dalam. Tidak ada siapapun. Kara lalu masuk dengan pelan- pelan tanpa mengeluarkan suara.

DARRR!

"AAAAAAA!" Kara kaget dan terjatuh kelantai. Dia menatap orang yang mengejutkannya itu dengan tajam.

" ABANG WOWO!! " Dengan amarah yang meluap, Kara menyerang Eun Woo dan menggigit bahunya.

"Rasain tuh gigitan vampir Kara, wekk! " ejeknya. Dia langsung berlari ketika Eun Woo bersiap mengejarnya.

"Aaaaaa, tolongin Kara! Ada serigala hidup!"

"Jangan lari kamu—KARAAAAA!! "

Terjadilah aksi kejar- kejaran ala india antara mereka berdua. Bahkan Jun yang baru keluar dari kamar jadi sasaran empuk mereka. Jun hanya pasrah saja dijadikan perisai oleh Kara. Poor Jun.

Tbc.


Namaku karaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang