peluang yang tertunda

945 113 5
                                    

Bukan aku menghindar tapi aku sungguh merasa paling gagal

( ꈍᴗꈍ)

Rafail nampak uring-uringan di kantor semua kesalahan sedikit saja pada karyawannya maka tidak bisa di tolerir.

Sean sendiri merasa jengah mendapati atasannya yang tidak bisa mengendalikan emosi, padahal selama ini ia bersyukur saat Disa kembali pada sifat berubahnya itu semua nampak terkendali.

Terkejut dengan 2 tahun yang lalu kembali dirinya dihantui tanggung jawab besar karena Rafail kembali dimasa gilanya hingga ia bergadang karena atasannya jarang ke kantor.

Dan kini saat Disa kembali nyatanya atasannya tidak benar-benar memanfaatkan itu, membuat perkara baru menyebabkan Disa kembali tidak memperhatikannya.

"Tuan..."

"Apa saya menyuruhmu berbicara Sean, jangan pernah mengganggu saya!" Ucap Rafail yang memegang pigura kecil foto keluarganya melihat foto manis mereka saat tersenyum apalagi Yar dan Key yang begitu dekat.

"Maaf..."

"Tuan saya..." Rafail menatap Sean dengan tajam, membuatnya meneguk ludah kasar tidak berani untuk mengatakan hal apapun lagi, tapi ini hal penting.

"Saya tidak berhak melanggar aturan apapun maka sebagai karyawan yang baik saya harus menyampaikan informasi jika Mall di kota C sedang dalam keadaan memburuk, banyak hal yang tidak terkendali apalagi konsumen mengatakan kecewa dengan bahan yang kita pakai di salah satu Mall itu." Rafail mengepalkan tangan.

"Perusahaan mana yang menanganinya?"

"Perusahaan Claudy." Rafail nampak menahan emosinya, selalu saja masalah itu ada pada perusahaan itu.

"Siapa yang turun tangan, manager yang memegangnya siapa dan CEO yang saya tunjuk siapa sebagai pengganti sementara?" Tanya Rafail.

"Manager bernama Sellena dan CEO bernama Somi." Ujar Sean membuat Rafail menggenggam kertasnya lalu membuang ke tong sampah.

"Beri tahu karyawan yang masuk tadi untuk membuat laporan baru, semuanya salah dan katakan jika untuk yang kedua kalinya dia melakukan hal yang sama akan saya pecat!" Ucap Rafail menahan amarahnya.

"Maaf Tuan, tapi dia sudah memperbaiki untuk yang ke tiga kalinya." Ucap Sean.

"Apa!! Sial aku begitu tidak konsentrasi baiklah pecat dia sekarang berikan pesangon yang sesuai dengan kinerjanya." Sean pun pamit undur diri untuk menghubungi HRD.

Rafail memijat pangkal hidungnya tidak tau kenapa semua ini menjadi kacau, tapi memang semua salahnya yang berani membuat Disa lebih marah padanya.

Sedangkan Disa kini sedang main ke rumah mertuanya. "Disa??" Ucap Mommy Cryilo lalu memeluk Disa dengan erat, sudah lama tidak bertemu dengan menantunya.

"Mommy..."

"Mommy turut berduka atas kepergian putra kedua mu, Mom tidak percaya mengapa bisa secepat ini Yar pergi padahal Mommy sangat menyayanginya, pasti jika itu kamu, kamu akan sangat kehilangan, Disa...Mom minta maaf." Disa menggeleng.

"Mom tidak salah, semua takdir."

"Maafkanlah Rafail, Mom tau semuanya, Rafail pernah bercerita pada Mom saat kamu pergi, anak itu memang bodoh karena terlalu mencintaimu." Disa tersenyum miris.

"Mom, jika benar ia mencintai Disa maka ia akan lebih mempercayai Disa bukan mempercayai bukti yang belum tentu benar, Mom boleh ya Disa egois untuk sesaat, Rafail perlu memahami semua ini tidak semuanya bisa diambil dari ego diri, tidak semua yang kita yakini itu adalah yang terbaik." Mommy Cryilo setuju dengan pendapat menantunya ia lantas membawa secangkir teh.

"Ini teh dari negara C dan Khasiat nya sangat baik untuk menghilangkan stress." Mendengar itu Disa nampak tertarik dan menikmati teh itu dengan menatap langit yang begitu cerah.

"Mengapa melihat langit begitu senang sayang, Apakah teringat sesuatu?" Disa mengangguk menyimpan teh itu, lalu kembali menatap ke arah langit.

"Dulu aku dan Rafail pernah berkata bahwa anak kami itu seperti Sky, S adalah Sarfaraz, K adalah Keysha dan Y adalah Yardan tapi saat mendapati salah satunya hilang bukan lagi Sky, hal itu yang membuat Disa berpikir langit itu memang membutuhkan hal yang bukan hanya nama, tetapi isi di dalamnya tanpa awan mungkin langit akan menjadi hamparan yang berwarna sedangkan awan adalah pemanisnya."

"Disa berpikir langit itu pasti tau harus mendatangkan apa hingga manusia tertarik padanya."

Mommy Cryilo tersenyum lantas memegang telapak tangan Disa membawanya dan menatap penuh dengan rasa ingin memberikan banyak kekuatan.

"Justru itu, bagi langit awan adalah pemanisnya dan bagi mereka orang tua adalah pendukung yang mampu membuat orang lain iri padanya, Disa ketahuilah di dunia ini tidak ada yang abadi semua akan menghilang pada waktunya, awan pun sama jika tanda akan hujan maka ia akan terganti dengan hujan dan kamu harus tau hujan itu akan merubah sesuatu sesuai keinginannya."

"Banyak bencana yang datang banyak petir yang datang kilat yang menyambar maka jangan biarkan hujan terus memasuki lingkup kebahagiaan kalian."

"Mom bukan ingin ikut campur tapi cobalah mengerti, jika kalian tetap membutuhkan satu sama lain, apalagi Key dan Araz masih mengharapkan kedua orang tuanya bahagia." Mendengarnya Disa nampak merasa bersalah tapi egonya mengatakan ini hal yang benar.

"Mom tidak pernah mengatakan kamu salah Disa, tapi jangan terlalu lama menghilang dari mereka karena mereka pasti membutuhkan kehangatan mu jadilah Mama yang tangguh menghadapi segala cobaan karena Rafail pasti akan mengerti dirimu." Setelah mendengar semua itu Disa nampak yakin memberi kesempatan untuk ke sekian kalinya.

"Baiklah, Disa rasa perkataan Mom benar Rafail memang selalu salah dalam mengambil keputusan tapi Disa yakin itu hanya saat dirinya diliputi rasa emosi dan ia seharusnya mendapatkan istri yang mampu menariknya ke jalan yang benar, maaf Disa sebelumnya berpikir untuk menghindarinya." Mommy mengangguk.

"Jika Mom di posisimu belum tentu Mom melakukan hal yang sama, mungkin Mom akan minta cerai duluan." Mendengar candaan itu Disa nampak terhibur.

"Baiklah Disa akan memaafkannya." Mommy Cryilo nampak lega hubungan rumah tangga putranya akan kembali membaik.

Disa pun pamit setelah melihat sudah sore, tidak terasa sudah lama ia pergi ke rumah mertuanya.

Sesampainya di mansion nampak sepi ia menengok ke kanan dan kiri lalu tatapannya mengarah ke sofa disana sudah ada Rafail yang duduk di depan Tv mati. "Hubby?"

Rafail membalikkan badan lalu memeluk Disa dengan erat. "Maaf...maafkan aku hiks...aku bodoh pagi tadi sungguh aku tidak bisa membedakan mana ketulusan mu itu berada, hukum aku tapi jangan pergi." Ucap Rafail memeluk Disa erat, seketika Disa mendorong Rafail karena sesak.

"Kau ingin membunuhku?" Rafail gelagapan saking merasa ketakutan.

"Maaf...aku..." Disa tersenyum tipis lihatlah betapa merasa bersalah ya wajah tampan itu, ia menjadi tidak tega lantas Disa mengecup pipi suaminya.

"Baiklah aku maafkan." Seketika jantung Rafail berdegup kencang apakah Disa sudah memaafkannya.

"Apakah kamu memaafkan ku?" Disa mengangguk.

"Baiklah jika begitu besok..." Ucapan Disa spontan terpotong karena Rafail menyela.

"Besok? Maafkan aku jika besok kamu hendak pergi ke mana dan aku tidak bisa ikut aku harus pergi ke kota C dalam waktu 3 hari." Raut wajah Disa kini berubah menjadi tidak bersahabat lalu ia pun pergi tanpa menoleh ke arah Rafail.

"Aku bersumpah bukan maksudku menghindar tapi aku..." Namun belum selesai Disa menutup keras pintu kamarnya.

"....Merasa gagal akan perusahaan ku sendiri." Rafail mengacak rambutnya dengan kasar kenapa semua terjadi saat selalu istrinya memaafkannya, apakah tuhan tidak mau ia bahagia.

TBC.

My Wife Changed (S2) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang