2. Sumusuping Rasa Jati

290 44 12
                                    

"Coba tebak, apa yang datang nggak dijemput, pulang nggak diantar?" Sindiran keras itu sukses membuat Latu melempar korek api yang baru diambilnya dari atas meja ke arah Gavin. Lelaki tengil itu kembali berulah.

"Latu cantik jawabannya." Lihat, mereka sama menyebalkannya jika bersama. Perempuan itu langsung mengambil tempat duduk di ruang tersisa. Menjadi satu-satunya perempuan yang sontak menjadi pusat perhatian dari spot angkringan yang lain. Kata Latu, mereka itu norak, memang kenapa jika dia perempuan?

"Serah Tuan Puteri," cibir Gavin, "tadi katanya ogah gabung, kenapa sekarang ke sini?"

"Mang, kopi tubruk satu, ya." Bukannya langsung menjawab, ia justru memesan minuman untuk dirinya. Kopi milik Kinn tadi tak cukup untuk memenuuhi kebutuhan kafein hariannya. Setidaknya, Latu memang sesuka itu pada kopi. "Sekalian, habis disuruh Nyonya Aeera nyamperin Mas Kinn tadi."

Beda dengan Kinn yang hampir tak pernah menceritakan sosok Latu pada teman-temannya, Latu sebaliknya. Namun, semua teman perempuan itu hanya tahu bahwa Kinn adalah kakak kandung yang menempati rumah terpisah sebab memang lebih dekat dengan kampus. Sebatas itu.

"Pantesan, mana bisa lo bilang ogah kalau nyokap lo udah bertitah?"

"Haram hukumnya." Latu mengakhiri kalimat singkatnya dengan tawa.

Pandangan Latu menyapu sekeliling, mengabsen satu per satu orang yang ada di sana. Semua berjumlah enam termasuk dirinya. "Saka nggak ada? Tumben," tanyanya.

"Semedi dia, khalwat sebelum sidang skripsi." Setelah mengucapkan kalimat asal itu, Andre mengisap batang nikotin dan mengepulkan asapnya sesegera mungkin.

Anggukan beberapa kali diberikan Latu sebagai respons. Omong-omong, mereka memang satu fakultas yang kebetulan akan sidang di waktu yang sama. Di antara mereka, Saka yang paling terkenal rajin belajar, meskipun datang ke tongkrongan juga. Lelaki itu akan membawa tablet kesayangan yang mana di dalamnya sudah penuh materi perkuliahan ke mana pun. Untuk memudahkan belajar katanya.

Namun, bukankah akan ada saja teman yang jadi penghalang? Benar, Latu orangnya. Tiap berkumpul, tablet lelaki itu akan berpindah tangan pada Latu, digunakan untuk berselancar di internet sepuasnya. Apalagi, Saka selalu membeli paket data unlimited bulanan. Untung saja Latu masih tahu diri untuk tidak menonton Youtube atau hal sejenis. Hobinya berselancar membaca jurnal.

"Pasti lo kecewa karena jadi nggak bisa akuisisi tab-nya Saka." Gavin yang baru saja mengisap candu, mengepulkan asapnya tepat ke depan wajah Latu tanpa rasa bersalah.

Tak terbatuk, Latu sudah biasa menerima keusilan semacam itu. Ia justru menatap Gavin tajam, kembali meraih apa pun yang ada di depan meja untuk dilempar ke arah pemuda itu. Kali ini yang menjadi sasaran adalah rokok beserta bungkusnya milik Eko.

"Mampus, kena!" ejek Latu, lengkap dengan tawa renyahnya.

"Barbar banget emang nih cewek satu." Baiklah, waktunya Gavin berhenti mencari masalah dengan perempuan itu.

"Eh tapi, kalian udah nguasain isi skripsi masing-masing buat sidang?" tanya Latu, lantas menyesap kopi tubruknya yang baru saja diantar.

"Udah gue, mah. Kan gue sengaja ambil topik yang gampang buat skripsi." Eko melipat kaki, menjadi bersila, sedang tangannya sibuk mengikat ulang rambut gondrongnya. "Cuma nganalisis aspek sosial dari naskah Lelakon karyanya Andi Sri Wahyudi. Ya, meskipun revisinya juga bikin stress."

"Gue lumayan pusing," timpal Gavin, "ternyata topik yang gue pilih nyusahin diri sendiri. Udah terlanjur tapi, jadi cuma bisa sambat doang."

Latu mengangkat tinggi sebelah alis. "Skripsi kamu bahas apa? Aku lupa."

EhipassikoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang