Prolog.

2.9K 147 55
                                    

Kembang api melesat cepat menghiasi langit, bunyi meriahnya bisa membangunkan satu kampung di tengah malam, beberapa orang rela keluar untuk meramaikan, menyambut tahun baru.

Tak ada bedanya dengan bocah usia lima tahun yang masih terjaga jam segini. Ia tetap terjaga bukan karena menolak tidur cepat seperti bocah kebanyakan.

Bukan juga karena bunyi berisik kembang api tepat di atas atap kamarnya. Sesungguhnya benar-benar sedang tidak bisa tidur.

"Mela! Kamu ngapain di sini?" teriak Eon. Cowok itu adalah anak tetangga sebelah rumah, ia keseringan berkunjung selama sepekan karena di rumahnya memang ramai.

Sebenarnya tidak selalu begini, hanya saja selama tujuh hari tujuh malam diadakan pesta pernikahan ibu dan ayah sambungnya. Maka, mau bersembunyi ke lubang tikus juga semua orang akan melihatnya.

Anak itu padahal jauh lebih tua dibandingkan dirinya. Tetapi entah mengapa dia selalu mengajak Mela melakukan hal keji pada satu anak, berusia tiga belas tahun.

"Lihat kembang api lah. Ngapain juga kamu ke sini?"

"Aku mau ngajak kamu senang-senang!"

"Apa lagi?"

"Ayoo ikut aja, nanti kamu pasti seneng," katanya menggengam tangan Mela ke suatu tempat, mengikut saja karena ia sendiri bosan.

Eon membawanya menuruni tangga. Pemilik rumah pun sebenarnya tidak tau ada ruangan tersembunyi di bawah sana. Ia sedikit kebingungan mengapa anak lelaki itu turun ke sana.

"Ngapain sih?"

"Stts... Cepat, turun! Jangan berisik." Mela menatap heran agak kesal juga Eon tidak begitu menjawab jelas.

"Emang kenapa?" tanyanya lagi.

"Semuanya udah pada tidur," jawabnya.

Mela mengangguk mengikuti Eon ke bawah sambil menggengam tangannya, sebelah tangan anak lelaki itu menyalakan senter penerang.

Sebab semuanya gelap di dalam sana. Mereka langsung berhadapan dengan sebuah pintu yang kelihatan jarang dimasuki manusia.

"Lama banget sih, aku udah takut nih."

"Baru gitu doang takut. Kamu bakalan seneng nanti." Mela menghentakkan kakinya semakin kesal.

"Ya udah cepetan!"

"Nih aku kasih tau ya, aku kan udah ngunciin Dilan di dalem. Gimana kalau aku yang nakut-nakutin dia terus kamu lempar petasan." Perlahan-lahan bibirnya melengkung senang bisa melakukan hal lain dibandingkan berdiam diri di depan rumah.

Fakta menariknya anak itu tidak punya teman. Itu sebabnya selalu membawa Mela mana-mana. Tak dipungkiri seusia Mela juga masih nakal-nakalnya, mau saja mengikuti arahan seorang anak remaja nakal yang kesulitan diatur oleh orang tua.

"Ya udah, tapi kamu jangan tinggalin aku ya. Takut tauu."

"Halah penakut banget sih, Lisa aja nggak kaya kamu." Mela langsung cemberut begitu Eon menyebut nama Lisa, saudaranya.

Ia hafal bagaimana Eon selalu membandingkan Lisa dengan dirinya. "Apa sih, Lisa mulu ah, ya jelas bedanya meskipun mukanya sama!"

"Nih kuncinya, lagian kamu mah lebih jelek dari Lisa! Udah ah, kamu tunggu sini aku mau muncul lewat jendela." Begitu ditinggalkan, Mela menahan diri agar tidak meledakkan petasan ke arah Eon yang sangat menyebalkan.

"Jahat banget sih, Eon. Lisa mulu yang dipuji. Awas aja kalau aku gede lebih cantik dari Lisa! Aku tolak kamu." Gadis kecil itu sudah percaya diri akan lebih cantik dari Lisa.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang