Bab 53 : Badai pasti berlalu (?)

104 13 28
                                    

~Leo~

Bro

Gue habis lihat cewek lo berduaan sama Leon ke hotel.

Ya gue tau sih nggak ada urusan, tapi agak ngerasa kasihan aja si sama lo.

-------

Alisnya bertaut. Biarpun tau tak akan dibalas Leo tetap suka mengirimkan pesan bila dirasakan penting. Di sinilah titik di mana dirinya merasa sangat tidak tau diri sebagai manusia.

Penerima pesan berada di salah satu club malam bersama teman-teman. Kala mengisi waktu senggang, jika diperhatikan terdapat satu orang, yang berusaha menghibur hati sedang kacau-kacaunya.

Satu tegukan sudah merasa lebih baik. Tidak, otaknya hanya mencoba mengalihkan mood meski tangannya serasa ingin membanting sesuatu di sekitar kalau tak ingat di tengah-tengah keramaian, apalagi ada tiga temannya sedang berjaga-jaga.

Tanpa berkata apapun semua orang tau. Ada yang sedang bertarung dengan isi kepala, berisiknya bukan main. Dulu kalau sedang berisik-berisiknya ia akan memutar lagu.

Kebiasaan yang menurutnya positif sirna digantikan oleh kebiasaan buruk. Semenjak kepergian Lisa tidak lagi memikirkan kesehatannya sama sekali dan temannya menyadari hal itu.

"Lo bilang Nadi bakal bahagia kalau punya cewek? Sekarang udah punya istri, mana cantiknya sama lagi kayak Lisa." Sanja menjeda. Ingin mengomel sedikit di dekat Zero. "Tetep aja mumet mukanya," lanjutnya menceramahi.

Harun ikut menimpali."Gue rasa Mel itu bukan tipenya Nadi-"

Plak!

"Sembarangan anjir. Mel udah paling tepat!" Zero nampak memajukan bibir tak setuju.

"Lah, buktinya Nadi stress juga sama Mel? Mereka beda Zer. Satunya anggun, dewasa, kalem. Yang satunya? Sebelas dua belas bocil," bisik Sanja lagi. Nadi yang tak sengaja mendengar percakapan mereka membuang muka cepat. Masih fokus menguping.

"Ya namanya juga nikah bro nggak enaknya doang. Tapi ya gue kasian sih, nikah ribet kaga nikah juga sama-sama banyak pikiran," pikir Harun. Meskipun keduanya suka berkelahi kalau sedang gabut-gabutnya. Mereka juga bisa akrab dan kompak dalam keadaan begini.

"Sok paling tau lo soal nikah. Gede aja belom," cibir Zero memasang muka sewot. Harun lama-lama jengkel juga, masa mentang-mentang dirinya paling muda selalu saja diremehkan.

"Tau lah! Gue sering denger Nadi curhat tentang istrinya kok dulu-"

"Guys...," tegurnya tiba-tiba. Lepas dari sandaran, mukanya tetap terlihat tenang malah Zero dan Harun yang ketar-ketir takut lelaki itu tak terima dibicarakan.

"I-iya Nad?"

"Gue--gue malam ini mau sewa cewek." Apa katanya? Mata ketiganya sontak membelalak mendengar penuturan Nadi. Seolah-olah bagaikan bunyi petir di musim kemarau panjang. Tak ada hujan tak ada angin tak ada badai.

"N-ad? Lo sakit?" tanya Harun menusuk.

"Serius deh, lo sehancur apa sampe nyewa cewek segala?" geram Zero tak bisa diam. Ia sudah menduga reaksi teman-temannya akan berlebihan.

"Enggak, maksud gua-cuma buat nemenin aja." Tersenyum kecut mereka semua. Seolah-olah tidak mempercayai muka-muka polos dan pendiam seperti Nadi.

"Nemenin, yakin? Masa kaga lo sentuh," sindir Zero sulit mempercayai. "Lo dari dulu diem-diem menghayutkan, nggak percaya gue."

"Iya, gimana? Lo semua nggak ngelarang kan?" Keduanya saling pandang demi menyelaraskan jawaban.

"Ya, gimana Nad. Meskipun lo bilang nggak ngapain-ngapain nemenin doang gue yakin kalau ketauan istri lo bisa makin-makin." Sanja berbicara bijak.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang