Bab 23 : Kabur

98 19 52
                                    

Siapa dia? Mengapa masih bersedia menolong di saat resiko terbesarnya timah panas menembus daging dan bersarang. Terus berulang memikirkan itu-itunya saja."Bawa-bawa polisi, kamu kira mereka peduli?"

"Kenapa tidak?" Ia menunjukkan sesuatu. Mel tidak tau apa itu jelasnya sejenis keterangan tentang indentitas diri.

Semua mendadak membisu tak lagi melemparkan kalimat-kalimat meremehkan. Ketiganya berkumpul saling berbisik sampai akhirnya segera pergi tanpa banyak basa-basi, dan pria bertopi tadi diam tak terlihat berusaha mengejar para kriminal tersebut.

Masih memikirkan sampai sekarang. Bahkan saat si pria misterius bersedia mengantarkan pulang ke tempat tujuan. Tak lupa berterima kasih sebanyak-banyaknya senang bertemu orang baik.

Mel bisa bernapas lega meskipun masih shock berbeda jauh dengan si pria tampak tenang seolah-olah baru melihat adegan biasa di dalam hidupnya. Apakah kejahatan seperti itu sudah sering terjadi?

Entahlah. Mel jarang keluar rumah, itu sebabnya dia katrok. "Tapi Kak, eh. Nama kamu siapa?"

"Leon. Panggil aja Leon." Mel memicingkan mata, bukankah nama tadi tidak asing di telinga? Ia mengangguk memulihkan ingatan.

"Kenapa kamu biarin penjahat itu pergi? Mereka bisa aja loh bunuh orang lain lagi, kamu nggak mikir ke situ?" Bertanya di saat keadaan pun masih jauh dari kata baik.

"Tau. Tapi saya lebih tau gimana cara menghadapi orang seperti mereka, dan kekerasan bukan solusinya. Setidaknya saya sudah tandai wajah mereka dan punya bukti fisik rekaman kejahatan, dengan begitu sangat mudah menjatuhkan mereka."

"Lo rekam ya?" Memandang tak percaya.

Ia tersenyum lebar mengerti gadis itu sedang kebingungan. Lalu memberikan kartu dengan namanya tertera kepada Mel secara tiba-tiba. "Hah, Leon...? Ternyata lo lagi? Nguntitin gue beneran?!"

Terabaikan. "Bisa hubungi saya kapanpun butuh bantuan," katanya mengedarkan pandangan ke berbagai arah. "Jadi, rumahmu di sini?"

"Hm, b-bukan. Kan pernah gue bilang kerja di sini. Heh! Jawab dulu kenapa lo selalu ngikutin gue, sih?!"

~~~~

Sementara itu, ruangan mulai sunyi. Tak terdengar lagi suara bayi menangis sebab mahkluk kecil telah tertidur pulas. Nadi masih menunggu kedatangan seseorang sampai rela meninggalkan kasur untuk mengintip ke luar jendela.

Menyingkap gorden menampilkan pemandangan sosok yang ia cari sejak tadi sedang membelakanginya bersama orang asing di depan persis.

Menajam matanya memerhatikan sekeras apapun mencoba, pasang telinga, belum berhasil sekedar menebak-nebak apa yang mereka bicarakan sekarang.

Sampai tiba saat si pria asing tadi meninggalkan Mel sendiri setelah melambaikan tangan. Mengerti gadis itu hendak berbalik badan ia sedikit menepikan diri ke samping.

Tok tok tok.

"Misii!"

Ket.

"Siapa?" Baru datang Mel langsung ditodong pertanyaan. Dan tadinya ia sempat berpikir Nadi amnesia karena melupakan dirinya.

"Aku? Kan aku Mel." Menjawab kelewatan polos.

"Nggak. Yang tadi," katanya lagi memperjelas.

"Oh? Hm, nggak terlalu kenal dia cuma anterin aku kok," balas Mel mulai membatasi diri. Mengingat kejadian tempo hari.

"Oh. Masuk."

"Hm, ada yang bisa gue kerjain nggak? Si dedek udah tidur."

"Temenin gue aja sini," balas tenang bersama asap rokok mengusik pemandangan wajah rupawan.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang