Bab 40 : Si pemarah

112 15 29
                                    

Piknik kemarin berjalan lancar sebenarnya. Meskipun ada konflik sedikit. Tetapi sangat disayangkan keduanya, karena tidak mendapat ciuman ke tiga kali! Maksudnya ketiga usai menikah.

Nadi dan Mel menghabiskan waktu dengan banyak makan makanan enak. Sembari mengobrol tentang hal-hal random yang tiba-tiba saja menjadi sangat seru untuk diperbincangkan.

Terlepas dari serangkaian konflik kecil. Mel masih ingin ke tempat itu lagi dan goalnya tentu saja, mendapatkan ciuman ketiga!

"Pokoknya aku mau ke sana lagi! Soalnya belum sempat gangguin angsanya!" seru Mel pagi-pagi buta. Padahal Nadi yakin cewek itu baru bangun tidur.

"Nggak boleh." Keberadaan Nadi jauh darinya--sedang merapihkan barang-barang bawaan menahan sudut bibirnya, jangan sampai melengkung. Harus tetap terlihat tegas di hadapan istrinya, lagipula mengapa gadis itu bisa sangat menggemaskan?

"Nadd?!" Anak perawan tadi sudah tidak malu menujukkan posisi menungging dengan kepala terputar ke arahnya dan bertumpu pada bantal bersusun. Mel menghempaskan badan menggulung diri di balik selimut. Biasanya begitulah cara kaum cewek membujuk prianya. Untungnya Nadi sudah hafal.

"Maksudnya nggak boleh gangguin angsanya. Mending kasih makan aja," tegasnya sembari berjalan cepat keluar.

"Nggak jadi. Nanti malah digigit lagi," cicitnya. Ia menyingkap selimutnya secepat kilat inginnya mengekori ke mana Nadi pergi.

Melupakan rambutnya berantakan tampilan khas baru bangun tidur. Saat keluar dari kamar tidak melihat siapapun berada di sana. Matanya melirik kamar Casey, Leon dan ayah mertuanya.

Tak lama menunggu keluar ayah mertuanya berpakaian rapih. Sementara Mel masih berpenampilan acak-acakan, kentara sekali belum mandinya.

"Mela. Kamu udah besar ya, makin cantik aja." Mel tersinggung mengira Jordan sedang menyindir penampilannya. Padahal pria itu mengatakan yang sejujurnya, karena mau diapakan juga Mel tetap cantik.

"Jelekk Om! Belum mandi kok," dengusnya.

"Hm, kamu ada berantem ya sama Nadi?"

"Enggak! Kata siapa?"

"Casey. Soalnya kamu kan habis cerita sama dia-" Semuanya mengalihkan pandangan mereka ke arah sumber suara. Di sana Nadi sedang mengambil sesuatu di lemari dapur.

Mel yakin lelaki itu habis melirik ke arah mereka walaupun hanya sekilas mata. Lalu Nadi pergi lagi cuek ke belakang. Kebiasaan memang.

Ia mendengar Jordan menghela napas. Sepertinya sama was-wasnya dengan anak sendiri. "Ya begitulah, Mel. Sebenarnya ada masalah apa emangnya?" Mel jadi menyesal cerita asal-asalan tadi malam.

"Hum, enggak kok Om. Cuma masalah kecil aja, soalnya Nadi suka tiba-tiba marah gitu." Nadanya terdengar sedih.

"Emang awalnya gimana? Biar enak aja, ayah kan bisa bantu kalian kalau ada apa-apa." Paham Mel Jordan bermaksud baik sebagai seorang ayah.

Jelas tidak ingin hidup anaknya berakhir sama mirisnya dengannya. "Hum, Nadi tu kayak... Suka marah kalau Mel bikin dia khawatir gitu. Tapi kan aku cuman bercanda, Om!"

"Sepertinya anak itu masih ada rasa trauma akan kehilangan. Ya wajar saja dia begitu, pastinya dia tidak ingin kehilangan istri untuk kedua kali." Mel mengangguk pelan, ada benarnya juga. Tak kepikiran sampai sana.

"Saya punya nasib yang hampir sama dengan Nadi. Mungkin benar kata ibunya, saya terlihat bagaikan duplikatnya. Saya berharap kamu bisa membuat anak itu bahagia terus ya," pinta Jordan.

"Siap Om," katanya, memberi hormat.

Tergelak pelan pria itu gemas pada menantunya. Sampai Leon, datang entah dari mana berkumpul bersama mereka."Eh, Leon," tegur Jordan melihat anaknya dan Casey tampak datang bersamaan.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang