Bab 5 : Iba atau peka.

272 48 39
                                    

"Mel." Ya Tuhan. Jantungnya mau copot. Mel berbalik, gadis itu nampak lesu mengundang perhatian penuh dari gadis di depannya.

"Ih, muka lo pucat banget? Sakit?"

"Enggak." Mel mengusap wajahnya pelan menjawab spontan kurang nyaman mendapatkan perhatian berlebih.

Casey tidak melihatnya sedang baik-baik saja. Kedua tangannya saja terkunci rapat dan sedikit bergemetar. Namun perlahan-lahan kondisinya membaik. Memberi ruang dulu untuk gadis itu bernapas sebentar.

"Gue nggak lihat lo lagi baik-baik aja. Gue kenal lo Mel, kita satu bangku kan pas SD? Kalau lagi ada masalah itu cerita dong. Lama-lama lo mirip Nadi dah apa-apa dipendem," selidik Casey.

"Padahal gue ke sini buat minta nomor lo. Biar kita bisa temenan lagi kaya dulu."

Masih minim respon. Mel baru menegakkan kepala kemudian mengangguk paham. Tawaan canggung di antara mereka berlangsung cukup lama sampai Casey memberikan nomor ponselnya.

"Emang dia gitu?" Oh, maksudnya Nadi. Casey mengedikkan bahu karena sesungguhnya pria itu sangat misterius.

Nasib baiknya Casey tau bahwa dia sudah menikah, dan istrinya meninggal beberapa hari setelah melahirkan sang buah hati. Sederhananya itulah sebab mengapa Nadi terlihat sering menjaga jarak dengan mahkluk mungil tersebut.

"Enggak sih. Dia mulai makin pendiem itu ya pas ortunya pisah." Ada yang memasang kuping baik-baik. Sementara satunya sibuk merangkai kata yang tepat.

Mel termenung baru tau orang tuanya akhirnya memutuskan untuk berpisah. Dulu Nadi sering menceritakan bagaimana hidupnya terasa seperti benalu yang tidak diharapakan oleh keduanya dan wajah cerianya bisa berubah drastis setiap membicarakan hubungan orang tuanya.

"Nambah pendiem banget semenjak istrinya nggak ada sih setau gue. Tapi ya gue nggak tau sih kehidupannya sebelum- sebelumnya. "

"Oh ... baru kenal?"

"Enggak juga, jarang ketemu aja. Tapi gini-gini udah jadi bestie tauu." Casey tersenyum tampak sangat bahagia. Mel tersenyum kecut menanggapi.

"Mending lo mandi. Bauuu."

"Yang bau wc nya deh, bukan gua," judesnya.

Benar saja. Kamar mandi sebelah sini sudah jarang terurus karena diperuntukkan untuk tamu. Pelan-pelan Aini mulai membangun bilik kamar mandi untuk setiap kamar masing-masing.

"Ew, nggak mau gue mandi di sini! Minggir."

Tau dirinya Diikuti oleh Casey. Ia melotot memperingati. "Sana, mau ikut mandi lo."

"Mauu."

"Dih ogahh!" Ia berlari kecil kabur entah ke mana. Bahkan ruangan-ruangan yang telah dilewati begitu asing. Usahanya menemukan kamar mandi bersih tanpa bau kotoran rasanya sia-sia.

"Mana sepi banget lagi." Menggigit bibir bawahnya lantaran bimbang mau minta bantuan pada siapa sedangkan ia tidak mengenal sang pemilik rumah.

Kecuali, si Nadi. Tetapi mereka hanya sekedar bertemu secara tak sengaja, ya meskipun Mel sudah tau dia siapa. Tepatnya, tak lagi mengenal dirinya yang dulu.

Nadi hanya sebatas iparnya. Selebihnya? Anggap saja mereka asing.

Bruk!

Mel hampir kehilangan keseimbangan ketika hendak mamutar badan. Sialnya dia menabrak sesuatu, sekarang dua telapak tangannya menempel pada benda padat itu.

Refleks menggunakan tangan meraba-raba lalu kepalanya mendongak ke atas. Oh? Tatapan matanya terlihat rileks. Jauh berbeda seperti tadi.

Meyingkirkan tubuhnya secepat kilat, dapat dirasakan sengatan listrik mengejutkan hingga membeku tanpa bisa berkata-kata. Bahkan kepalanya segan menatap figur tinggi di samping.

Nadi dan Tuan Putrinya [c𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang